Christmas Homecoming Trip 2021 (Bagian 1-Ambarawa Trip)

Pulang kampung di liburan Nataru tahun 2021 yang lalu sungguh berkesan. Salah satu yang membuat berkesan adalah karena simpang siurnya aturan pengetatan untuk para pelancong yang berencana mudik menjelang pergantian tahun. Sejenak merasa kena prank saat Pak Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia mengumumkan PPKM entah level berapa, di Jawa Bali.

GT JORR Kalimalang, masuk layang tol MBZ, pukul 07.10 WIB

Pengumuman ini membuat kami harus berpikir keras untuk mengatur ulang rencana jadwal jalan-jalan kami sekeluarga. Yes, sekeluarga. Saya dan keluarga besar di Malang sama-sama berangkat pagi-pagi, di hari yang sama, untuk bertemu di Ambarawa. Saya dan istri dari Bekasi, dan mereka dari Malang, tentunya. Kami berencana menghabiskan waktu libur kami, yang kebetulan bisa diikuti oleh semua anggota keluarga tanpa terkecuali, untuk jalan-jalan ke Ambarawa, Semarang, Bandungan, dan Solo, jika waktunya cukup.

Menginap di hotel? Tentu tidak. Kami memilih sebuah wisma homestay, Griya LD di Kota Ambarawa, tempat menginap yang bersahaja, namun sangat nyaman. Letaknya yang tak jauh dari Monumen Palagan Ambarawa, membuatnya sangat strategis. Juga, letaknya yang dekat dengan rumah sakit, membuat kami merasa makin aman, jikalau ada apa-apa, tidak perlu jauh-jauh.

Jalan Tegal Rejo, jalan masuk ke Griya LD Ambarawa

Rencananya semua itu akan kami lakukan bersama-sama di tanggal 24 hingga 26 Desember, dan bersama-sama kembali pulang ke Malang setelahnya. Namun, karena prank PPKM tadi, kami terpaksa harus mengatur ulang jadwal kunjungan kami, mundur ke tanggal 17 hingga 19 Desember. Kami dan keluarga besar akan kembali ke Malang di tanggal 19 Desember, dan nantinya kami kembali ke Bekasi, via Yogyakarta dan Bogor, tanggal 23 Desember.

Such a very short trip!

Tol Palikanci, pukul 10.05 WIB

Tidak seperti homecoming trip kami di bulan Juni yang lalu, yang juga lewat Kota Ambarawa, dimana kami hanya berhenti untuk makan dan sebagainya di rest area, kali ini kami sempatkan keluar tol, untuk makan di lokasi kuliner yang menghidangkan masakan favorit saya, masakan khas Jawa pantai utara, yang tidak lepas dari ikan-ikan asap yang dimasak pedas!

RM Kepalang Manyung Ibu Hj. Turipah, Pemalang

Kota Pemalang adalah kota dimana saya sempatkan keluar tol, untuk makan siang. Tujuan saya: RM Kepala Manyung Ibu Hj. Turipah, Pemalang. Rumah makan sederhana yang terletak di pinggir jalan raya pantura ini menyuguhkan masakan-masakan favorit saya; Kepala Ikan Manyung kuah asam, Mangut Ikan Pari, Cumi Hitam (terfavorit), dan Ikan Manyung Penyet.

RM Kepala Manyung Ibu Hj. Turipah, Pemalang

Literally drooling over this!

Nampak sederhana tampilan masakannya, bukan? Tapi rasaya sungguh istimewa! Oh iya, sayang sekali beliau tidak menghidangkan Cumi Hitam favorit saya, karena tidak mendapatkan cumi-cumi yang segar hari itu. Sedikit kecewa, namun langsung terbayar dengan hadirnya Mangut Ikan Pari (Ikan Pe’) yang pedas dan wangi smoky, beserta daging Ikan Manyung goreng, yang dipenyet diatas sambal tomat-terasi dadakan yang juga menggugah selera! Plus es teh rawar, es teh manis, 5 kerupuk, dan sepiring nasi putih (saya membawa nasi merah sendiri), kami cukup merogoh Rp31.000,- saja.

Nanas Madu Khas Belik, Pemalang

Salah satu tujuan kami keluar di GT Pemalang adalah Nanas Madu khas Belik, Pemalang. 1 buah, sudah dipotong-potong, dihargai Rp10.000,- Rasanya yang manis, juicy, tidak gatal, dan segar, selalu membuat kami kembali untuk mencicipinya. Dan kali ini, kulineran di Nasi Grombyang H. Warso tidak masuk agenda kami.

Sampai di Ambarawa!

Griya LD Ambarawa, dengan Toyota Hi-Ace dari Markipic Trans Malang

Kedatangan kami disambut sungguh dengan suka cita. Tawa riang yang lama tidak saya lihat, saya saksikan di wajah-wajah yang saya kenal dengan sangat baik. Keluarga dari Malang, bersepuluh (plus 1 orang driver) mengendarai mobil Toyota Hi-Ace, dari Markipic Trans Malang, perusahaan tour and travel dari Kota Malang yang recommended!

Rencana jalan-jalan kami agak random di hari pertama. Setelah berembug sebentar, kami memutuskan untuk pergi bersama-sama dalam satu mobil ke Semarang, dengan 2 tujuan, Pasar Semawis dan Alun-Alun Simpang Lima. Sayangnya, kami yang kurang informasi, menemukan Pasar Semawis tidak buka di Jumat malam (17/12). Entah, apakah tutup selama PPKM, atau hanya buka di Sabtu dan Minggu malam saja? Kami pun beralih ke kawasan Simpang Lima Semarang, untuk menyantap masakan khas Semarang yang dihidangkan di kawasan Pujasera. Tahu Petis Prasodjo, dan secara acak memilih salah satu gerai yang menghidangkan Tahu Gimbal, dan menu masakan yang aman untuk semuanya, nasi goreng.

Sayang sekali, saya tidak sempat mengabadikan momen-momen selama kami di Simpang Lima dalam foto, hanya dalam video saja. Terutama saat keponakan-keponakan saya bermain ‘ketapel LED’, apa itu? Well, saya tidak dapat mendeskripsikan dengan baik, namun karena mainan itu, langit di Alun-Alun Simpang Lima terlihat berkerlap kerlip warna-warni. Mainan itu seperti lembaran plastik tipis dengan lampu LED, yang terhubung dengan kabel ke 2 pcs baterai kecil, menjadikannya menyala di kegelapan. Ada satu pengait untuk dihubungkan ke semacam ketapel kecil, diarahkan ke atas, lepas dan melenting tinggi. Dan perlahan, turun dengan lampu warna-warni terlihat berputar.

Enough for today.

Hari kedua, 18 Desember 2021, kami berencana berkeliling Ambarawa saja, dengan tujuan utama: Gua Maria Kerep, Candi Gedong Songo, Dusun Semilir, Kampung Rawa, dan Kampoeng Kopi Banaran. Namun sebelumnya, kami memutuskan untuk berjalan-jalan pagi menyusuri jalanan Kota Ambarawa yang sangat tenang.

Kota Ambarawa, pagi hari
Kota Ambarawa, pagi hari
Kota Ambarawa, pagi hari
Kota Ambarawa, pagi hari

Ada satu kuliner khas Ambarawa (dan mungkin kota-kota di sekitarnya), yaitu Bubur Koyor, yang terletak di pengkolan jalan dekat Pasar Projo, yang hanya buka di pagi hari saja, dan sudah habis dalam 2-3 jam saja. Laris! Masakan tersebut menjadi incaran ibu saya, yang belum sempat menikmatinya selama beberapa kali kami mampir ke kota ini. Dan seperti dituntun, kami berempat pun segera menyambangi Bubur Koyor tersebut, menikmati seporsi untuk berdua, dan bungkus 2 porsi untuk dibawa pulang.

Bubur Koyor, Ambarawa
Bubur Koyor, Ambarawa

Sebenarnya menu yang disajikan cukup beragam, dan bintangnya memang si Bubur Koyor ini. Bubur yang sudah gurih disajikan dengan beraneka ragam lauk dan sayur (terserah kita). Untuk pengalaman pertama, kami membiarkan si ibu menyajikannya dengan cara standar saja.

Bubur dituangkan dalam piring, kemudian ditambahkan sayur lodeh, gudeg nangka, sayur tahu tempe, pecel sayur, dan serundeng. Selain koyor (urat sapi, tersedia dalam jumlah terbatas), juga ada opor telur dan tahu, tempe-tahu bumbu bacem, dan gorengan-gorengan. Ada satu menu yang unik, bubur gurih ditambahkan ketan diatasanya, ditaburi parutan kelapa, dan siraman gula merah cair. Unik!

Bubur Koyor, Ambarawa

Dan baru kali ini saya merasakan kelezatan masakan Bubur Koyor, potongan besar koyornya pun empuk terasa di lidah. Buburnya yang gurih berpadu dengan gudeg, sayur lodeh, sayur tahu tempe, dan lain-lainnya. Bercampur aduk sempurna antara asin gurih dan manis dari gudeg dan serundeng kelapa. Oh iya, disamping bubur, si ibu juga menyediakan nasi sebagai pilihan karbohidrat yang lain.

Kota Ambarawa, pagi hari
Kota Ambarawa, pagi hari

Destinasi 1: Gua Maria Kerep, Ambarawa

Lokasi ini adalah tujuan utama dari kunjungan kami ke kota kecil di Jawa Tengah ini. Untuk mendaraskan doa Rosario bersama keluarga, mengucap syukur atas keselamatan dan kesehatan yang diberikan kepada kami, sepanjang hidup kami hingga saat ini, dan mengucapkan doa, permintaan, dan permohonan agar kehidupan kami lebih baik lagi, dengan demikian kami bisa memberi, berbagi kebaikan lebih banyak ke sekitar kami.

Gua Maria Kerep, Ambarawa

Protokol kesehatan yang cukup ketat membuat tidak semua anggota keluarga bisa masuk ke area Gua Maria, salah satunya, Giovanni, keponakan saya yang masih balita, tidak diperbolehkan masuk. Alhasil, ibunya pun tidak ikut masuk, menemani Gio bermain di luar.

Gua Maria Kerep, Ambarawa
Gua Maria Kerep, Ambarawa
Gua Maria Kerep, Ambarawa
Gua Maria Kerep, Ambarawa

Destinasi 2: Candi Gedong Songo

Selain menikmati pemandangan dan udara segar di Bandungan, dengan losmen, vila, dan penginapan di kanan kiri jalan, tujuan kami ke Candi Gedong Songo adalah untuk menjemput adik bungsu saya, yang sudah beranjak berangkat ke candi sejak pagi-pagi buta. Entah bagaimana, ia bisa menemukan driver GRAB BIKE, yang mau mengantar sampai tujuan, sejauh 12 kilometer dengan rute menanjak ini. Beliau, adik saya ini sangat spiritual orangnya, punya wawasan dan hubungan yang sangat baik dengam leluhur, dan tentunya juga semesta.

Kota Ambarawa, pagi hari

Untuk ke kawasan Bandungan, kami tidak harus masuk keluar tol, cukup belok sebelum Pasar Projo, Ambarawa. Ada petunjuk jalan yang cukup jelas. Dan tidak sampai lama, kami pun sampai di area Parkir Candi Gedong Songo. Tidak seperti kunjungan sebelumnya ke tempat ini, kami memutuskan tidak masuk ke area dalam candi, hanya berfoto-foto saja di depan tulisannya.

Candi Gedong Songo, Bandungan

Saya ingat, kami berdua sempat ke candi ini di tahun 2018, untuk memperingati 10 tahun perkawinan kami. And not come prepared, hanya mengenakan sandal saja, seharusnya sepatu yang nyaman untuk berjalan kaki jauh. Udara gunung dengan kadar oksigen lebih tipis, rute yang menanjak, membuat istri kelelahan, tidak kuat untuk kembali menanjak. Candi ketiga sudah cukup membuat kami puas, dan memutuskan untuk turun lagi ke bawah.

Adik saya sudah turun gunung, lanjutkan lagi perjalanan!

Destinasi 3: Kampoeng Rawa

Kampoeng Rawa-Rawa Pening, Ambarawa

Sebenarnya sebelum ke Kampoeng Rawa, kami menyempatkan ke Dusun Semilir, lokasi wisata yang ada di Kabupaten Semarang ini. Namun, di kunjungan kedua ini, kami mengurungkan niat, alias tidak jadi masuk, karena terlihat manusia berjubel di dalam tempat wisata, tanggal 18 Desember tersebut. Puluhan bus ukuran besar, dan ratusan mobil terlihat terparkir, dan antrean masuk pengunjung juga terlihat. Tiket masuk yang sebenarnya cukup mahal tidak menghalangi para wisatawan ini untuk masuk, dan mengabadikan momen kebersamaan mereka, untuk diunggah ke Instagram. Yes, that leisure economy is back!

Kampoeng Rawa! Di kunjungan sebelumnya, kami menyempatkan naik perahu berkeliling Danau Rawa Pening, dan makan ikan wader, sejenis ikan sungai/danau, yang digoreng kering, dinikmati dengan sambal korek, lalapan, dan sepiring nasi putih hangat. Kali ini, tujuan kami ke area ini hanya untuk makan siang. Dengan menu yang kurang lebih sama. Ikan danau yang digoreng kering, sate keong yang dimasak gurih manis, dan sambal korek (cabe-bawang putih-garam-minyak panas), membuat sesi makan begitu berselera.

Destinasi 4: Kampoeng Kopi Banaran

Sudah menjadi permintaan keponakan-keponakan saya dari pagi hari, untuk menyempatkan ke kolam renang, entah dimana pun. Sempat terpikir untuk ke Umbul Sidomuti, yang berlokasi di Bandungan, sebagai lokasi berenang. Dengan kolam renangnya yang bertingkat tiga, dan pemandangan cantik ke Kota Bandungan nun jauh dibawah, membuatnya istimewa. Namun, sayangnya, ada ibu saya yang tentunya akan cukup kesulitan berjalan jauh dari parkiran hingga masuk ke kolam renangnya. Saya cukup ingat di kunjungan saya sebelumnya, trek naik turunnya cukup merepotkan untuk kaum lansia.

Dan akhirnya pilihan jatuh ke Kampoeng Kopi Banaran, yang cukup dekat dengan tempat kami menginap, dan sangat dekat dengan GT Bawen. Sangat strategis. Sehingga mereka yang ingin ngopi di tempat yang dingin semilir, tinggal keluar sejenak dari GT Bawen, belok kiri setelah pertigaan lampu merah, dan warung kopi ini ada di sebelah kanan jalan, sangat mudah menemukannya. Well, pelancong bisa saja bertemu dengan salah satu cabangnya di Rest Area Heritage Banjaratma KM 260B, atau di Rest Area Pendopo KM 456 A dan B. Namun bagaimanapun juga, belum pas kalau tidak ngopi di tempat aslinya bukan?

Kampoeng Kopi Banaran, Bawen

Selain warung kopi, tempat ini pun banyak fasilitas. Playground, coffee plantation, dan mini waterboom. Nah, yang terakhor ini menjadi poin penentu pemilihan tempat ini, khususnya anak-anak. Mereka ingin berenang! Lengkap sudah.

Hanya saya dan istri yang tidak berenang, kami memilih ngopi-ngopi saja. Merasakan kembali segarnya Es Kopi Spesial Krim, favorit saya (harga 15k saja). Pilihan istri saya jatuh pada sejenis frappuccino, yang di-setting tidak manis, yang sebenarnya lebih pas buat saya.

Bapak, adik-adik ipar lelaki saya, dan tentunya putra-putrinya turut nyemplung ke kolam. Hanya ibu, adik perempuan, dan adik ipar saya yang tidak ikut berbasah-basahan hari itu. Seperti biasanya, rebahan sambil menjaga barang-barang kami. Setelah petang menjelang, kami kembali ke Griya LD untuk beristirahat.

Hari Minggu keesokan hari, kami akan kembali ke Kota Malang, setelah mampir berkunjung ke kerabat kami di Kota Semarang, Oom Totok & Tante Lidya, di daerah Ngemplak Simongan, tepat di belakang kompleks Kelenteng Sam Poo Kong.

Kami di rumah Oom Totok dan Tante Lidya
Kami di rumah Oom Totok dan Tante Lidya

Silahkan lanjut ke unggahan berikutnya. Terima kasih sudah membaca.

5 Comments Add yours

  1. Avant Garde says:

    Kota ambarawa sekarang tampak bersih dan rapi ya mas, pengen foto di manhole (lubang sanitasi) itu deh… keren….

    1. haryoprast says:

      Sepertinya bakalan sering ke Ambarawa, keluarga terutama ibu senang banget ke kota ini. Selain banyak kenangan (kota dimana beliau menghabiskan masa kecilnya), banyak spot-spot wisata cantik 🙂

      Anyway, thank you mas!

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s