Yuk, Jalan-Jalan ke Ambarawa Lagi! (bagian 3)

Kemana lagi kita di hari ketiga Ambarawa Trip ini?

Jemput Dian, adik saya, di seputaran Terminal Bawen, tepat saat dini hari. Menjelang subuh, mobil travel yang ditumpanginya sudah beranjak masuk ke arah Kabupaten Semarang. Mobil travel yang masuk ke Semarang tidak melewati jalur tol Trans Jawa, melainkan melewati ruas jalan arteri tersebut. Setelah berhasil menjemput Dian, bersama dengan Dadau, adik ipar dan bapak ibu saya, kami beranjak ke spot pertama.

Berburu Bubur Koyor Ambarawa!

Bubur Koyor Ambarawa

Warung kakilima yang konon sudah berjualan di tempat yang sama sejak ibu saya masih kecil ini, sudah mulai berjualan pukul 05.00 WIB. Jadi bisa dibayangkan jam berapa mereka mulai bersiap-siap memasak dan menyiapkan masakan-masakannya, bukan? Ini adalah kami kedua kami berkunjung. Di kunjungan pertama, saya dan istri mencoba langsung Bubur Koyor di tempat. Kali ini kami bungkus beberapa porsi, dan saya pilih Nasi Campur Koyor, alih-alih memilih bubur.

Bubur Koyor Ambarawa

Udara cukup dingin, karena waktu baru menunjukkan pukul 05.20 WIB saat kami baru sampai di pojokan toko elektronik ini. Hawa yang dingin mengarahkan perhatian saya ke seorang ibu yang menjajakan minuman, dan snack kecil di dekat Warung Bubur Koyor. Saya pesan teh manis hangat (gula sedikit saja), untuk sekedar menghangatkan tenggorokan dan badan. Murah meriah! Saya hanya menghabiskan kurang dari Rp5.000,- di kedai ibu ini.

Bubur Koyor Ambarawa

Sebelum kami beranjak ke Griya LD, kami masih sempat mampir ke Pasar Warung Lanang, yang berlokasi tepat di seberang Museum Kereta Api. Membeli beberapa makanan dan jajanan, nasi kuning dan gorengan kue bantal-cakwe. Saya ingat bapak saya berjalan ke arah samping pasar dan menemukan pecel gendar, yang sangat jarang kami temui.

Kedatangan Dian pasti disambut hangat putra-putranya, dan juga keponakan yang lain. Yuk, sarapan dulu, ajak saya mengawali sesi sarapan pagi. Sebungkus Nasi Campur Koyor saya makan berdua dengan Vita, istri saya. Ini kebiasaan kami, untuk memperkirakan daya tampung perut kami. Terlebih bapak sudah membelikan Pecel Gendar. Kenyang bego pagi-pagi ini mah, batin saya.

Jadi, hari ini kita mau jalan kemana?

Ada beberapa agenda. Yang pertama, kami menghantarkan ibu ke kampungnya, dimana dulu bapaknya, kakek saya, adalah orang yang cukup terpandang di kampungnya, Kaliwungu. Memiliki sebuah bioskop yang tidak pernah sepi di era tahun 1950-an, dan terganggu bisnisnya, salah satunya karena peristiwa kelam di tahun 1965. Semenjak itu, sekeluarga pindah ke Ambarawa, dan beberapa tahun kemudian, hijrah ke Kota Malang. A quite of family history, eh?

Kaliwungu, Jawa Tengah

Semula, ibu saya cukup senang bisa menemukan eks gedung bioskop yang kini sudah beralih fungsi menjadi gedung sekolah. Dan kami pun sempat berfoto di depannya untuk sekedar kenang-kanangan. Namun saat melihat ada beberapa warga yang sedang duduk-duduk di depan rumah, dekat bangunan sekolah, ibu sempat mendatangi untuk bertanya-tanya. Siapa tahu masih kenal atau ingat dengan kakek saya. Dan beliau ingat!

Kaliwungu, Jawa Tengah

Dari informasi warga tersebut, kami diarahkan untuk masuk ke jalan kecil yang tepat berada di belakang komplek sekolah. Sungguh istimewa, dua orang yang sudah berpuluh-puluh tahun tidak bertemu, saling mengenali satu sama lain. Rumah yang terletak di belakang komplek sekolah tersebut sudah ada sejak ibu saya masih kecil, dan ibu-ibu yang menyambut kami adalah teman masa kecilnya.

Reuni yang indah, saya bilang.

Kaliwungu, Jawa Tengah

Setelah selesai bernostalgia di kampung masa kecil ibu saya, kami berlanjut menuruti keinginan para keponakan yang ingin berenang. Hari sudah beranjak siang saat itu, dan cuaca sangat cerah, menjurus ke panas menyengat! Kami ke Pantai Wisata Ngebum, siang itu.

Pantai Ngebum sendiri cukup dekat letaknya dari pusat Kota Kaliwungu, sekitar 15 menit kami sudah sampai ke pantai yang menjadi tempat wisata masa kecil ibu saya. Cuaca benar-benar panas, ditambah dengan jumlah pengunjung yang melimpah. Pukul 10.50 WIB, saat kami sampai masih terhitung pagi. Namun panas teriknya sama dengan tengah hari, luar biasa.

Pantai Ngebum, Kaliwungu
Pantai Ngebum, Kaliwungu

Pantai Ngebum ini tipikal pantai dengan pasir berwarna hitam, yang kebanyakan ditemukan di pesisir utara Pulau Jawa. Penuh sesak dengan pengunjung dan penjaja makanan-minuman di sepanjang garis pantai, juga penyedia jasa mandi-bilas. Saya dan istri sebenarnya sudah bersiap dengan baju ganti kalau-kalau ingin berendam. Tapi melihat suasana sedemikian ramai, ditambah panas teriknya cuaca, kami memutuskan hanya bermain air saja. Dengan sun block dioleskan di hampir sekujur tubuh.

Selepas makan siang di Warung Makan Farchat, yang terkenal denga menu momohnya, kami melanjutkan perjalanan ke Kota Semarang, yang sudah dekat dari Kaliwungu ini. Sayang sekali, karena excitement-nya kurang, saya sampai lupa foto suasana warung dan menu masakannya. Tidak jauh beda dengan warung makan sederhana sebenarnya, dengan beberapa bangku panjang, dengan orang-orang yang tengah makan, tampak seperti pelanggan lama. Yang diperlakukan seperti sahabat sendiri, yang sudah tahu setting-an makanan masing-masing.

Kota Semarang!

Kunjungan ke kerabat, rumah adik kedua bapak

Seperti kejutan saja. Saat di Kaliwungu, bapak diam-diam membeli bunga untuk ditaburkan ke makam. “Untuk ditabur di makam siapa, pak”, tanya saya. “Kita mau cari alamatnya Oom Piping (nama akrab panggilan oom saya, Suharyanto, adik kedua bapak. Alamatnya di Kalicari, sepertinya bapak masih ingat lokasinya”, jawab bapak. Begitu sampai Semarang, kami langsung mencari alamatnya, yang berada di kawacan Kalicari, Semarang. Sudah lama keluarga kami tidak bertemu, datang ke rumah beliau, dan khusus untuk saya dan istri, kesempatan ini adalah yang pertama kalinya.

Dan bertemu keluarga Semarang!

Lega rasanya bisa bertemu kembali dengan sanak saudara, yang mungkin baru di umur saya yang ke-42 bisa bertemu kembali. Saya dan anak-anak Oom Piping mungkin terakhir kali bertemu di saat kami masih duduk ke bangku SD. Dengan anak sulung beliau, Deni Indra, saya langsung membuat koneksi, berharap tali saudara bisa menghubungkan kami menjadi keluarga dekat. Karena bertemu, kami bisa berkunjung ke makam Oom Piping, yang tek jauh letaknya dari rumah mereka.

Tujuan berikutnya: Lawang Sewu!

Gedung Lawang Sewu, Semarang

Kami sampai di cagar budaya dari perusahaan perkeretaapian jaman Belanda menjelang pukul 15.00 WIB. Lagi-lagi, karena ibu tidak lagi kuat berjalan jauh, dan kalaupun menggunakan kursi roda akan susah sampai ke lantai-lantai atas, beliau dan bapak memutuskan untuk duduk-duduk saja di depan Gedung Lawang Sewu. Tinggal kami ber-12, masuk berkeliling ke dalam.

Gedung Lawang Sewu, Semarang

Gedung yang penuh dengan sejarah. Dan karenanya pasti mengandung banyak cerita kelam, dari semenjak jaman pendudukan Hindia-Belanda hingga Jepang. Adik saya, yang konon mempunyai kelebihan dalam hal tak kasat mata, sempat membuatkan unggahan di akun Instagramnya, @zondersuiker, yang menunjukkan kira-kira ada apa saja di belakang fotonya di Gedung Lawang Sewu. Ingin tahu? Silahkan lihat di tautan ini.

Semarang Trip hari ini ditutup dengan makan loenpia khas Semarang buatan Mbak Lien. Rasanya yang enak, dan condiment-nya yang lengkap membuat kami ketagihan untuk datang dan datang lagi. Saya pribadi lebih suka loenpia yang original saja, yang lebih banyak kandungan rebungnya, meskipun jika ditambahi daging ayam, udang, seafood, dan bahkan daging kambing muda pun akan menambah level kelezatannya. Tempatnya yang sedikit masuk gang, yaitu Gang Grajen namanya, tidak menghalangi para penggemar panganan asli kota ini untuk datang, bahkan rela mengantre untuk bisa duduk di bagian dalam restonya.

Loenpia Mbak Lien, Semarang

Queue line untuk pelanggan untuk Loenpia Mbak Lien ini dibagi dua, untuk dine in bisa memilih duduk di bagian dalam resto. Namun jika ada hanya datang untuk membungkus (take away), anda cukup perlu memesan di depan gang saja, dimana semua persiapan hingga packing dilakukan di sana. Tetap ngantre? Jelas! Lebih lama antre untuk take away tentunya.

Puas? Capek? Mari kita pulang.

Pukul 19.00 WIB, kami tiba kembali di Griya LD, bersiap-siap untuk istirahat untuk mempersiapkan energi untuk pulang ke tempat kami masing-masing. Toyota Hi-Ace bersama keluarga besar bertolak kembali ke Malang, sementara Toyota Avanza Veloz saya akan melaju kembali ke Jakarta. Langsung istirahat? Tentu tidak. ‘Gerombolan’ keponakan saya masih mengajak jalan ke Alun-Alun Ambarawa, untuk sekali lagi bermain motor listrik. Ajakan yang sulit untuk saya tolak. 🙂

Terima kasih sudah menyimak tulisan perjalanan Semarang dan Ambarawa Trip kami dari hari pertama, kedua, dan ketiga (besok).

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s