Kemana aja selama di Yogya?
Yuk, ikuti list kunjungan kami selama di Yogyakarta. Kita mulai dari lokasi wisata khas yang wajib dikunjungi oleh turis selama berada di kota pelajar ini. Jalan Malioboro!
Kami sampai di tanggal 17 Agustus sore hari, setelah menempuh perjalalanan sehari penuh. Kami memutuskan untuk tidak kemana-mana hingga hari berganti. Kami mengambil waktu untuk istirahat. Karena yakin, besok dan seterusnya selama berada di Yogayakarta akan banyak acara jalan-jalan. Yakin gak jalan-jalan kemana-mana? Kita ini sudah di Yogyakarta lho. Hihihi..
Malam harinya, kami berkendara saja berdua ke Menoewa Kopi Yogya, yang ada di Depok, Sleman. Sekedar menikmati suasana ngopi ringan dengan iringan live music, dan suasana malam dengan lampu-lampu kecil gantung nan romantis. Masih dalam semangat HUT Kemerdekaan RI, home band sempat memainkan lagu perjuangan, dan meminta pengunjung warung kopi berdiri dan turut bernyanyi bersama.

Rabu, 18 Agustus 2022.
Pagi-pagi, saya dan istri mengumpulkan miles, di aplikasi Samsung Health via smart band Samsung Galaxy Fit2 kami masing-masing. Berjalan cepat di pagi hari yang cerah dari rumah Blok Pathuk, lewat Jalan Reksobayan, dalam waktu singkat kami pun sampai di ruas jalan paling terkenal di Yogkarta ini. Di sisi kiri jalan Malioboro yang masih terlihat sunyi, kami mampir ke Teras Malioboro 1, yang terlihat megah dengan gedung modern bertingkat. Ada beberapa spot foto yaang sungguh menarik, berisikan quotes dari Joko Pinurbo.
Meromantisasi Yogyakarta.




Banyak hal yang baru saja kami temui selama kunjungan ke Kota Yogayakarta kali ini selain Selasar Malioboro, yaitu Angkringan Selasar Malioboro. Tepat sebelah arah masuk ke Stasiun Tugu, di sebelah landmark sign besar bertuliskan Yogyakarta, kami menemukan bangunan tua yang direvitalisasi, untuk menampung para pedagang makanan kaki lima, angkringan diataranya. “Masuk yuk”, ajak saya ke istri yang langsung ia iyakan.
Saya pesan Kopi Joss, kopi biasa yang bisa dibuat pahit, manis dengan gula pasir, atau manis dari gula pasir plus susu kental manis. Yang membuat luar biasa adalah topping arang hitam yang masih menyala, yang langsung dimasukkan panas-panas ke dalam kopi yang masih juga panas. Nyoss! Lik Man (lik atau paklik, salah satu sebutan untuk orang yang lebih tua, selain pakde, di masyarakat Jawa), dipercaya sebagai pioneer penjaja Kopi Joss ini, di angkringannya yang selalu padat pengunjung. Angkringan Lik Man pun bisa ditemui di Angkringan Slasar Malioboro ini.



Rute jalan cepat kami tidak terlalu jauh sebenarnya, lebih banyak berhentinya untuk foto-foto, jajan, makan dan minum. Saya pun yakin asupan makan dan minum pagi itu lebih besar dibandingkan dengan kalori yang terbakar. Hahahahaha…
Hari itu, cuaca di Yogyakarta sangat cerak, panas terik menyengat. Agenda hari itu adalah berkunjung ke makan nenek moyang kami, ayah dan ibu, saudara-kerabat dari ibu mertua dan saudara-saudarinya. Salah satu pemakaman yang kami kunjungi terletak dekat Taman Wijaya Brata, makam dari pahlawan nasional, Ki Hajar Dewantara.
Kami makan pagi di rumah, dan makan siang di Bakso Jawir Bu Miyar, yang terletak di perempatan Jalan Dagen-Kemetiran Kidul. Sayang sekali saya tidak sempat mengambil foto saat makan di warung bakso ini. Rasa dari bakso khas Yogyakarta ini tentunya berbeda dengan bakso-bakso lain yang ada. Kuah cenderung bening, dengan cita rasa gurih segar. Bakso sapinya kenyal dan gurih, dan yang membuat istimewa adalah irisan bakso goreng yang renyah. Makan malam?

Kami mencoba sesuatu yang berbeda, makan pedas. Gudeg Mercon Ibu Tinah, yang berada di Jalan Asem Gede No. 8, Cokrodinatan. Walaupun di alamat Google Maps seolah berada di rumah, namun sebenarnya lokasi gudeg ini berada di pinggir jalan, dengan tikar digelar di seberangnya, yang dipenuhi dengan anak-anak muda yang tengah keasyikan kepedasan makan gudeg merconnya.
“Emangnya gudegnya pedas banget?”, tanya istri saya. “Enggak, gudegnya, ayamnya, kuah arehnya sih nggak pedes, Vit. Tapi sambel goreng kereceknya yang luar biasa”, jawab Oom Dayat, yang mengarahkan kami untuk makan di spot kuliner ini.


Saya pesan gudeg komplit lauk telor ayam dan tempe mendoan, dengan sambel goreng kerecek yang membuat lidah kepanasan dan badan hangat di malam hari. Sekali gigit kereceknya, langsung berasa pedasnya. Saya sampai pesan 2 gelas es teh tawar untuk mengusir pedas dan panas di lidah. “Pedas ya? Mau gak kalau ke Yogya kapan-kapan mampir kesini lagi?”, tanya saya ke Vita, istri saya. “Mau-mau aja, tapi gak usah pakai kereceknya”. Ya mana enak makan gudeg gak pakai kerecek? 🙂
Kamis, 19 Agustus 2022.
Hari ketiga di Yogyakarta, saya dan istri manfaatkan untuk berkunjung ke sepupu saya yang tinggal di Desa Kalirandu, Kelurahan Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul. Lokasi yang cukup dekat dengan warung makan ayam goreng favorit saya, Ayam Goreng Jawa Mbah Cemplung, yang pernah saya datangi beberapa tahun yang lalu.
Senang bisa bertemu kembali. Kalau ke Yogyakarta, kami pasti datang menyambangi mereka sekeluarga. Dasa, sepupu saya sang empunya rumah memiliki usaha pesan antar makanan siap saji, dengan nama Warung Koki Agung, yang diambil dari nama suaminya, seorang chef di hotel ternama di Yogakarta, Purwokerto, dan sekitarnya. Jika anda perlu catering atau sekedar ingin makan siang, bisa pesan menu-menu Chinese Food, dengan harga sangat bersahabat.
Dasa pun, hari itu menyiapkan Kuetiaw Goreng yang lezat, rolade ayam, dan Es Lemon Sereh yang segarnya bukan main. Terima kasih, Ca!

Kami ada 2 lagi spot kuliner dan resto dengan pemandangan bagus di hari itu. Yang pertama: Bee Dyoti Hidden Cafe Puncak Bibis untuk sekedar ngemil-ngemil cantik dan minum minuman yang menyegarkan sambil menikmati pemandangan indah dari puncak bukit, dan Sate Klathak Mak Adi-Imogiri Timur, yang kondang dengan sate klatak, tongseng, tengkleng, dan kronyos gorengnya!
Berangkat!
Tahu cafe ini dari mana? Dan kenapa memilih cafe ini dibandingkan dengan yang lain? Kami sebenarnya acak saja memilihnya. Dengan kata kunci cafe dengan pemandangan bagus, kami menemukan (salah satunya) cafe ini. Dan memang benar, pemandangan ke arah bawah sungguh cantik. Mas mbaknya menyarankan untuk kembali datang menjelang senja.
“Pemandangannya lebih cantik waktu sore, mas dan mbak”, ujar salah satu waiter kepada kami. Harga masih bersahabat, pelayanan ramah, dan rasa masakan dan minumannya juga ok. Worth it.



Gak kenyang tuh, makan mulu?
Well, kalau lagi jalan-jalan begini, gak perlu terlalu memusingkan hal itu. Terlebih lokasi kulineran kami berikutnya termasuk tinggi kolesterol, Sate Klathak dan Kronyos Goreng ala Warung Sate Klathak Mak Adi! Sate Klathak pasti sudah sangat familiar ya? Daging kambing yang ditusuk jeruji bekas roda sepeda, yang kemudian dibakar diatas bara api arang hingga matang sempurna. Dan kronyos goreng, sandung lamur (lemak) kambing yang digoreng begitu saja, dengan bumbu hanya taburan garam saja. Sederhana namun istimewa!


Untuk berdua, kami pesan kedua menu tersebut dengan nasi putih masing-masing 1/2 porsi saja. Ukuran satenya cukup besar, tidak prengus (gamey), dan lumayan empuk. Kronyosnya? Far beyond my expectation! Sederhana saja seperti penjelasan diatas. Lemak kambing digoreng hingga sedikit crispy, dengan taburan garam saja. Namun justru Kronyos Goreng ini yang ‘stealing spotlight‘ dari Sate Klathak, yang seharusnya menjadi pusat perhatian, jadi primadona. Edan! Untung sadar diri, kalau tidak bisa pesan lagi menu ini satu porsi.
Harga, sangat bersahabat. Untuk anda yang ingin berkunjung ke tempat makan sate yang buka sampai malam hari ini, mohon perhatikan tulisan pada menu dengan warna merah, karena terbatas, alias tidak akan tersedia sepanjang waktu, terutama saat anda baru sempat datang di malam hari.

Here’s my appreciation post to Kronyos Goreng!

Level puas kami makan sate kambing ini hampir sama dengan Sate Klathak Sor Talok, Yogyakarta. Kedua warung sate ini jadi favorit kami selama di kota Yogyakarta.
Puas banget di hari kedua dan ketiga di Yogyakarta ini. Puas makan maksudnya. Sekian dulu tulisan untuk edisi kedua ini. Silahkan lanjut ke tulisan ketiga, disini ya.
2 Comments Add yours