Pontianak Trip, The First Ever! (Bagian 1)

Saya belum pernah ke kota Pontianak sebelumnya, dan ini adalah pengalaman saya menjelajah Kota Khatulistiwa, ibu kota dari Propinsi Kalimantan Barat. “Pasti akan jadi perjalanan dan petualangan yang menyenangkan!”, batin saya saat packing. Dan hari Sabtu, 8 Juli 2017 pukul 05.45WIB berangkatlah saya dan istri ke kota Pontianak, menyusul bapak ibu saya yang sudah datang satu hari sebelumnya. Let the #PontianakTrip begin! 

Sampai di Bandara Supadio, Pontianak (07.44 WIB)

Memangnya ada acara apa di Pontianak?

Keinginan saya menjelajah kota ini sudah ada sejak lama. Terlebih karena banyak sekali sanak saudara yang tinggal di sana, dari kakak perempuan ibu saya. Dari sepuluh bersaudara anak kakak ibu saya, saya baru bertemu dengan lima orang saja, dan ini kesempatan saya untuk bertemu dengan kelima kakak-kakak sepupu saya dan segenap keluarganya masing-masing. Yes, a big family it is 🙂

Keinginan ini juga semakin menjadi-jadi saat kakak sepupu saya sering membagi link kuliner asli Pontianak via Facebook yang sudah terkenal kelezatannya. Tapi maaf, kebanyakan kuliner asli Pontianak (dan Singkawang) adalah non-halal. Saya perlu ingatkan dahulu dari awal khusus untuk hal ini. Deretan makanan yang sudah ada di benak saya antara lain; kue kia theng, sotong pangkong, es lidah buaya, kwe chap, cai kue/choi pan, nasi ayam/campur, mie tiaw goreng/rebus/siram.

Dan memang di tanggal 8 Juli 2017 yang lalu, keluarga besar di Pontianak ‘punya gawe’, yaitu putra tertua dari sepupu saya, Filipus Mei Diaz, melangsungkan pernikahannya. Saya pikir ini saat yang tepat untuk main ke kota Pontianak dan bertemu dengan keluarga besar disana, mencicipi kulinernya, dan menghadiri pesta pernikahan tersebut.

Sabtu, 8 Juli 2017 (11.00 WIB)

Gereja Katholik Sisilia, Pontianak
Gereja Katholik Sisilia, Pontianak

Kami sekeluarga sudah sampai di Gereja Santa Sisilia-Sei Raya Dalam (Serdam), tempat akan dilangsungkan pernikahan dari Diaz dan Novi. Satu per satu dari kesepuluh bersaudara beserta pasangannya masing-masing, dan anak-anaknya saya temui. Dan memang, beberapa dari mereka baru pertama kali saya temui. I’m a part of a big family!

Diaz dan Novi, selamat menempuh hidup baru! 🙂

 

Diaz dan Novi, selamat menempuh hidup baru! 🙂

Setelah misa pemberkatan pernikahan selesai, kami langsung menuju ke lokasi resepsi, sebuah aula di sekolah dimana sepupu kakak sepupu saya mengajar, dan keponakan-keponakan saya bersekolah. Tepat di belakang Gereja Katedral Santo Yoseph yang sangat megah!

Sabtu, 8 Juli 2017 (15.41 WIB)

Gereja Katedral St. Joseph, Pontianak

Ingin tahu seperti apa penampakan di dalam gereja? Nih!

Gereja Katedral St. Joseph, Pontianak
Gereja Katedral St. Joseph, Pontianak
Gereja Katedral St. Joseph, Pontianak

Saat kami masuk ke dalam, ternyata di saat yang bersamaan juga ada misa pemberkatan pernikahan di gereja katedral ini, dan kami pun diperbolehkan masuk dan mengambil foto di depan altar. Dan setelah berfoto lagi di depan gua Maria, kami pun beranjak pulang. Oh ya, terima kasih buat Gregorius Oktariadi (Okta) yang sudah mengantar kami dari rumah ke Gereja Sisilia, ke lokasi resepsi, masuk ke gereja katedral, dan kembali ke rumah Sei Dalam Raya (Serdam) di hari pertama saya di kota Pontianak ini.

Perjalanan di hari pertama saya di kota Pontianak ini cukup mengesankan. Dimulai dari saat berangkat dari rumah pukul 02.30 WIB via Uber dengan sopirnya yang friendly dan antusias saat bercerita, turun tangga pesawat Sriwijaya Air di Bandara Supadio yang baru saja direnovasi terminal kedatangannya, menunggu bagasi yang cukup lama (20 menit), bertemu dengan team penjemput (Bang Bernard, bersama puteranya-Bagus, dan keponakan saya Valentinus), masuk ke rumah Bang Cyprianus Stepupadeos dan Mbak Victorina Budi Astuti di Perumahan Korpri-Serdam (Kabupaten Kubu Raya), merasakan air sumur  yang (saat itu) berwarna kecoklatan karena kandungan mineral (besi) yang cukup tinggi-namun tidak lengket di kulit, menelusuri jalanan Sei Dalam Raya dimana disamping jalan ada parit (sungai kecil) yang di kanan kirinya dipagari oleh papan-papan kayu ulin (disebut juga kayu besi-yang cenderung semakin mengeras saat terendam air) yang konon sudah ada sejak jaman ibu saya bersekolah di kota ini puluhan tahun yang lalu, dan udaranya yang terik dan panas.

Sabtu, 8 Juli 2017 (17.00 WIB)

Sore hari, hujan turun sangat deras. Hujan menjadikan suhu di dalam rumah menjadi lebih dingin, dan air sumur lebih jernih-tidak lagi berwarna kecoklatan. Kurangnya waktu istirahat, ditambah sejuknya suhu di dalam rumah membuat saya, membuat saya terlelap hingga keesokan pagi! 😀

Baca lanjutan cerita #PontianakTrip saya keesokan harinya, yang lebih seru, disini.

 

 

 

4 Comments Add yours

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s