[Larantuka Trip] Pulang Kampung untuk Semana Santa

Pulang kampung? Yup!

Bukan, bukan saya yang pulang kampung. Mertua laki-laki saya yang pulang kampung, Hieronimus ‘Ronny’ Da Silva namanya. beliau orang asli Larantuka, Flores Timur. Sebuah kota yang terletak di pesisir pantai Flores, yang sangat cantik. Kota kecil ini sebagaimana kota-kota di Flores Timur lainnya sangat kaya dengan hasil laut, ikan laut dan teman-temannya. Sangat mudah untuk menemukan hasil laut di tempat ini. Dan karena penduduk Kota Larantuka ini beragama Katolik, jadi demikian juga mudah untuk menemukan daging babi. Namun sayangnya kuliner non-halal ini sedikit susah ditemukan di kota ini, karena kebanyakan penduduk Larantuka lebih suka memasaknya di rumah. Lain halnya dengan Kota Kupang di Pulau Timor, yang terkenal dengan daging asapnya, yang lazim disebut se’i. Se’i ini bukan hanya dibuat dari daging babi saja, namun bisa dibuat dari daging sapi dan ada juga daging ayam.

Saya sudah sebut cantik ya? That’s so very true! Karena terletak tepat di pesisir pantai Pulau Flores, Kota Larantuka langsung berhadapan dengan laut. Air yang membiru, dengan gradasi warna yang sangat cantik menjadi pemandangan yang biasa di kota ini. Bahkan di suatu daerah yang disebut Weri, kita bisa melihat pantai dengan pasir putih dan air laut yang bergradasi warna biru dan hijau, hanya dari pinggir jalan besar saja. Larantuka adalah sebuah Kecamatan di Kabupaten Flores Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia, sekaligus sebagai ibukota dari Kabupaten Flores Timur.

Dan ini adalah perjalanan saya yang kedua kesini, setelah pertama kali menginjakkan kaki di Kota Reinha ini, bulan Maret-April tahun 2010 silam. Sembilan tahun yang lalu, perjalanan kami awali dari Bandara Soetta-Tangerang ke Bandara Waioti-Maumere, setelah sebelumnya transit di Bandara Juanda-Surabaya. Kami ganti pesawat di Surabaya. Kemudian dari Maumere kami menempuh jalan darat selama kurang lebih 3 jam lamanya. Namun kali ini, karena Bandara Gewayantana-Larantuka sudah bagus, kami memutuskan untuk turun langsung ke bandara ini, setelah transit sebentar di Bandara El Tari-Kupang.  So, let’s begin our journey!

Berangkat dari Bandara Soetta-Tangerang, 14 April 2019, pukul 06.00 WIB.

Off to Larantuka!

Kami bersembilan. Saya, istri (Vita Da Silva), mertua laki-laki dan perempuan (Pak Rony Da Silva dan Bu Valentina Sri) berangkat dari Bekasi. Kedua kakak ipar saya (Hendri Kris dan Betty Da Silva), kedua keponakan (Karina dan Kayla), dan mertua kakak istri saya (Ibu Ratna Astuti) berangkat dari Bogor, dan bertemu di ruang tunggu Bandara Soetta-Tangerang, Terminal 2 E. I was so excited, longing for a long journey where beaches, islands, food, and other new experience are waiting to be explored!

Off to Larantuka!

Kami naik Batik Air dari Bandara Soetta-Tangerang ke Bandara El Tari-Kupang. Dan akan lanjut dengan Wings Air dari Bandara El Tari-Kupang ke Bandara Gewayantana-Larantuka. Perjalanan ke Kupang kurang mengenakkan, karena hiburan di pesawat, konsol layar sentuh sempat ‘ngadat’ di sebagian besar seat. Alhasil setelah pindah seat ke barisan belakang yang masih banyak yang kosong, saya menemukan konsol layar sentuh yang berfungsi. Dari sekian pilihan film yang tidak bisa diputar, ternyata ada 1 film nasional yang bisa saya klik-putar. Yo Wis Ben! Film bersetting masa  sekarang di Kota Malang dengan aktor Bayu Skak, seorang komedian Youtube, cukup menghibur di perjalanan panjang saya.

Off to Larantuka!

Ada hiburan lainnya saat melintasi pesisir utara Pulau Jawa. Dari atas terlihat jelas segaris putih panjang melintang sepanjang pantai utara, yang tak lain adalah Tol Trans Jawa. Jalan tol yang sempat saya lalui beberapa waktu yang lalu saat Yogyakarta Trip dan Homecoming Trip ke Kota Malang. Selain itu, fokus saya masih ke lautan biru di bawah sana. Majestic! 

Off to Larantuka!

Dan melihat pemandangan diluar jendela seperti ini, gradasi warna biru muda dan biru tua terlihat dengan jelas, seketika terbayang iklan rokok Bentoel International  jaman dahulu, I Love The Blue of Indonesia. Jingle-nya fenomenal saat itu, dan kabarnya Andy Williams sendiri yang menyanyikan lagu I Love The Blue of Indonesia. Begini liriknya:

“I love the blue of Indonesia. It’s a flavor in the air. I love the blue of Indonesia,  You can taste it everywhere. I love the blue of Indonesia, it’s my kind of blue.” Surely brings back good old childhood memories! Dan iseng-iseng saya search videonya di Youtube, dan ketemu! Video ini diunggah oleh akun Hardiyan Digwiyono pada tanggal 27 Juni 2009. Enjoy!

Safe and sound! Landed at Bandara El Tari-Kupang, pukul 12.34 WITA.

Sampai di Bandara El Tari-Kupang

Kami tiba, mendarat di bandara El Tari Kupang pukul 12.34 WITA. saat itu bandara belum terlalu nyaman kondisinya, karena sedang direnovasi. Para penjual makanan dan minuman yang dulu ada di bagian depan bandara kini sementara waktu dipindahkan ke seberang bandara, agak jauh kalau jalan kaki kesana. Well, memang kami dapat jatah makanan di Batik Air tadi. But you know how mid-class airline food right? Always bit too overcooked, and taste just so so. But I ate it up anyway. It’s not good to waste any food. Sepanjang perjalanan dari Bandara Soetta ke Bandara El Tari, cuaca sangat cerah. Dan di Kota Kupang ini panasnya sedang lucu-lucunya. But anyway, bagian dalam Bandara El Tari-Kupang, yaitu area ruang tunggunya, sudah cukup proper. Sudah ada penjual makanan dan minuman (beberapa dengan merek yang biasa kita temui di kota-kota besar di Pulau Jawa) untuk mereka yang sedang menunggu jadwal penerbangannya, dan fasilitas toilet yang memadai.

Setelah menunggu kurang lebih satu jam, kami mendapat pemberitahuan bahwa pesawat Wings Air jurusan Larantuka sudah siap berangkat. Ini agak unik, pesawat yang kami tumpangi tergolong jenis pesawat ATR, alias masih pakai baling-baling. Seru nih, batin saya sesaat sebelum naik ke pesawat! Suara baling-balingnya yang kencang dan getarannya pasti terasa.

Sampai di Bandara Gewayantana-Larantuka, pukul 15.33 WITA.

Off to Larantuka!

Ruangan pesawat ATR cukup sempit, dengan hanya 2 seat di masing-masing sisi. Beruntung saya dapat window seat, seat favorit saya. Pesawat kami berputar-putar sebelum mendarat di bandara kecil tersebut, dimana kalau kita lihat dari atas nampak landas pacunya menjorok ke lautan. Pengalaman naik pesawat baling-baling ini sungguh unik. Jadi, seat pramugarinya ada di bagian belakang dan depan. Buat pramugari yang duduk di bagian depan pesawat (tepat di belakang kokpit), akan duduk langsung berhadap-hadapan dengan penumpang di depannya. Saya kebayang aja kalau dapat seat paling depan, yang akan langsung berhadap-hadapan dengan mbak pramugari. It’s gonna be awkward, at my side. At their side? Pasti sudah biasa  dong. Seat khusus pramugari tersebut bisa dilipat, sehingga tidak menghalangi jalan saat penumpang keluar/masuk pesawat.

Bandara Gewayantana, Larantuka
Bandara Gewayantana, Larantuka

Jadinya, kami tiba di Larantuka bersebelas. Di Bandara El Tari Kupang, menyusul Kak Lisa (sepupu istri saya), dan keponakannya, Rofinus, yang kuliah di Yogyakarta, kembali pulang untuk Semana Santa ini.  Bale Nagi atau kembali ke Nagi (diambil dari kata negeri), istilah orang Larantuka asli untuk tanah kelahirannya, adalah aktivitas pulang kampung ke tanah kelahiran. Yang mungkin sudah bertahun-tahun tidak dilakukan. Bapak mertua saya, Pak Ronny Da Silva, sudah lima tahun belum kembali ke kampung halamannya. Dan saya yakin, perasaan bahagia membuncah di dada beliau, yang kini sudah berusia 82 tahun. Melihat kembali saudara-saudaranya, keponakan, cucu, cicit, dan kerabat lainnya.

Hari pertama dan kedua di Larantuka, kami tidak langsung menginap di rumah keluarga besar dari bapak mertua saya di daerah Kota. Melainkan kami menginap di Mokantarak Cottage, sebuah resort milik saudara istri saya, keponakan dari bapak mertua saya. Cottage ini terletak tepat di pinggir laut, namun sayangnya tidak punya garis pantai landai, yang ada hanya pantai yang sedikit curam dengan bebatuan.  Namun pemandangannya sungguh cantik, begitu bangun pagi langsung terlihat Gunung Ile Mandiri, sebuah gunung berapi yang sudah lama tidak aktif di hadapan, dan air laut yang tenang di teluk.

Mokantarak Cottage
Mokantarak Cottage
Mokantarak Cottage

Selama 2 hari 3 malam di Mokantarak Cottage, kami tinggal di bangunan cottage utama, dimana sang pemilik cottage (Keluarga Riberu) tinggal saat berada di Larantuka. Bangunan tersebut ada persis di belakang kami, bisa dilihat di foto diatas. Cottage utama terdiri atas dua lantai, dengan lantai bawah lebih berfungsi sebagai hall, tempat pesta, tempat berkumpul, dan sejenisnya. Di lantai dua ada empat kamar yang disewakan, dan beberapa kamar lain untuk pembantu dan tuan rumah, pemilik cottage. Satu hal yang menjadi concern saya selama di Larantuka adalah air bersih untuk mandi, mengingat di pengalaman Bale Nagi sebelumnya, saat tinggal di rumah leluhur, dari keluarga bapak mertua saya, menampung air bersih menjadi kegiatan penting sang tuan rumah. Jadi, air bersih hanya keluar di jam-jam tertentu dan sang tuan rumah harus sigap, mengisi semua tempat air sampai penuh untuk segala keperluan. Mandi, masak, minum, mencuci, dan kegiatan lainnya. Dan air bersih bisa turun di malam hari menjelang subuh. Agak repot kan?

Mokantarak Cottage

Namun di Mokantarak Cottage tentunya berbeda, air selalu ada, dan bisa dipilih panas atau dingin. Sebagaimana layaknya resort atau hotel. Satu hal lagi, berhubung terletak di pinggir laut, udara di Kota Larantuka cenderung panas dan gerah. Beruntungnya kami bisa tinggal di kamar yang super bersih (dan juga luas), dengan pendingin udara yang membuat udara super sejuk, dan membuat kami bisa tidur dengan nyaman selama tinggal di Mokantarak Cottage ini.  Satu hal yang menjadi highlight selama menginap di Mokantarak Cottage ini tak lain adalah pemandangan di sekelilingnya. Di sekeliling cottage adalah pegunungan dan perbukitan, dan tepat di hadapan cottage adalah teluk dengan air yang tenang. Tak jarang kami perhatikan perahu-perahu motor nelayan lewat, demikian juga dengan kapal-kapal laut ukuran sedang, yang mengangkut ikan-ikan segar untuk dibawa ke industri pengalengan ikan dan boga laut lainnya, yang letaknya cukup dekat dengan Mokantarak Cottage ini. Dan bintangnya adalah Gunung Ile Mandiri yang berdiri kokoh di seberang.

Pulau Konga

Perjalanan Bale Nagi ini buat kami lebih ke perjalanan spiritual. Kami bukan pelancong tamasya kali ini, melainkan lebih ke peziarah. Kami datang ke Larantuka ini, untuk merayakan kisah sengsara Yesus Kristus, yang mati menebus dosa manusia dalam Pekan Suci, atau disebut Semana Santa.  Hanya di Kota Larantuka ini, prosesi sengsara Yesus Kristus dirayakan dengan istimewa. Dimulai dari hari Rabu Trewa, Kamis Putih, Jumat Agung, Sabtu Suci/Malam Paskah, hingga Hari Minggu Paskah sendiri. Kami ada di Kota Larantuka selama 8 hari, dimulai dari Hari Minggu, 14 April hingga Hari Minggu berikutnya (Hari Paskah), 21 April 2019. Dan selain berziarah, kami juga mengantarkan bapak mertua ke tempat-tempat yang bersejarah buat beliau. Rumah dan makam leluhur, seminari di Hokeng tempat beliau dulu sekolah dan mengajar, dan Larantuka sendiri, kampung halamannya.

Pulau Konga

 

 

 

 

2 Comments Add yours

  1. Sierli FP says:

    Yeaayy, orang Jawa goes to Flores…

    1. haryoprast says:

      Dan Flores sangat cantik!

Leave a comment