Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta punya semuanya. Gugusan pegunungan dan perbukitan? Ada. Gugusan pantai dengan pasir putih dengan pemandangan ciamik? Ada. Kekayaan budaya dan tradisi yang sudah ada dan bertahan selama ratusan dan bahkan ribuan tahun? Ada! Dan Yogya memang istimewa. Dan keistimewaan inilah yang membuat wisatawan berbondong-bondong datang setiap harinya, yang memadati Jalan Malioboro setiap harinya.
Dan hari kedua di Yogya ini pun tak lepas dari keinginan melihat laut dan menyantap hidangan laut yang kabarnya murah meriah di gugusan pantai Gunung Kidul. Tidak, kita tidak ke gugusan pantai Parangtritis atau Kulon Progo kali ini. Dan kebetulan memang saya belum pernah menginjakkan kaki di pantai-pantai selatan Yogyakarta, di Kabupaten Gunung Kidul ini. Pantai Baron, Pantai Kukup, Pantai Indrayanti, dan sekian nama pantai lainnya masuk ke agenda perjalanan kami hari itu.
Menuju ke arah selatan Kota Yogyakarta, jalanan ke arah pantai yang kebetulan kami tempuh bukan di saat akhir pekan terkesan lengang. Dan ini sebenarnya yang kami cari, kami ingin jalan-jalan ke tempat wisata dimana tidak terlalu banyak orang yang datang, sehingga kami bisa menikmati suasana pantai dengan nyaman.
Pantai Kukup!

Nama pantai ini tidak asing di telinga saya, sering saya dengar kalau pantai ini terkenal dengan air lautnya yang masih bersih, pasirnya yang (lumayan) putih, dan ikan-ikan hiasnya. Dan karena pantai ini langsung berhadapan dengan Samudera Indonesia, yang sangat ganas ombaknya, larangan mandi di laut pun bisa ditemukan dimana-mana. Ada makanan khas di sekitaran pantai Yogyakarta ini, yaitu undur-undur laut yang digoreng tepung. Crispy! Namun penjaja makanan laut goreng ini tidak hanya menyediakan undur-undur laut saja, mereka juga menyediakan daging ikan kakap, cumi-cumi, udang, dan lainnya, yang semuanya digoreng tepung.

Rasanya undur-undur laut gimana sih? Mirip udang, kalau saya bilang. Tidak perlu dikupas cangkangnya, tinggal masuk mulut dan dikunyah saja. Tapi harus hati-hati, konon kabarnya undur-undur laut punya kandungan kolesterol yang cukup tinggi. Tahun lalu saya pernah mengalaminya, saat ‘kemaruk’ makan boga laut ini terlalu banyak, karena sungguh excited dengan makanan yang baru pertama kali saya temui ini dan rasanya yang enak.
Ada yang seru di Pantai Kukup ini. Tak jauh, tepat di sebelah pantai ini ada pantai landai dengan pasir putih dan ombak yang menderu, yang sudah mulai dibangun fasilitas resort dan pujasera. Cantik! Namanya Pantai Ngrawe. Saya tahu nama dan keberadaan pantai ini dari mas-mas yang menjajakan jasa foto untuk konsumsi unggahan Instagram. Jadi cukup berjalan sedikit ke arah barat, melewati tebing karang, anda akan menemukan pantai ini. Dan kembali ke topik mas-mas penjaja jasa foto untuk unggahan Instagram ini, dia mendatangi saya dan istri saat sedang mengambil foto, dan diam-diam memfoto saya dan istri sebagai contoh fotonya. “Mas, mau nggak saya fotoin? Saya arahkan nanti biar bagus kalau diunggah ke Instagram”, demikian mas-mas foto menawarkan jasanya. Pertama kali, reflek saya selaku calon konsumen adalah ‘say no‘, mencoba menolak halus. Namun entah mengapa, yang keluar dari mulut saya adalah; “Berapaan, mas?”
“Saya kasih harga Rp10.000,- buat 3 foto ya mas?”, tawar si mas-mas. “Ah, kalau mau sih Rp10.000,- dapat 5 foto”, tawar saya. Dan langsung deal! Dan mulailah sesi foto ala-ala pre-wedding. Tahun lalu kami melakukannya di Bukit Pethu-Waduk Sermo, Kulon Progo. Dan tidak menyangka akan mengulang sesi foto ‘after wedding’ di Yogyakarta lagi. Ini dia foto-fotonya 🙂




Dari semua foto hasil jepretan mas-mas fotografer (yang brengseknya semuanya bagus-bagus), kami tinggal pilih mana foto yang mau kami ambil dan tinggal hapus foto yang tidak kami ingini. Kalau disuruh memilih kami ingin semuanya sih. Dan alhasil dari hasil seleksi, kami pilih 30 foto saja. Setelah foto-foto pilihan dimasukkan ke memory card smartphone, kami tinggal bayar Rp60.000,- saja. Jasa foto ini recommended banget kalau sedang ingin ke Pantai Kukup/Pantai Ngrawe ini.
Pantai Baron!
Lain dengan Pantai Kukup, Pantai Baron adalah pantai nelayan. Jadi pemandangan di pantai ini tidak terlalu cantik. Ya bayangkan saja pantai nelayan, seperti Pantai Sendang Biru di selatan Kota Malang. Namun daya tariknya bukan di pemandangan alam, sebenarnya. Daya tariknya ada pada penjaja boga laut segar yang ada di salah satu bagian pantai. berbagai jenis ikan (termasuk didalamnya ikan hiu kecil, udang, kerang, cumi-cumi (ukuran standar dan ukuran jumbo), dan lobster, dijajakan dalam harga matang. Yes, harga matang. Jadi harga dari ibu-ibu penjual boga laut itu sudah termasuk ongkos memasak. Ah, bhaik!

Jadilah kami pesan 1 kg ikan laut (2 ekor kakap dan 1 ekor kerapu)-dibakar, 1 kg udang-digoreng tepung, 1/2 kg cumi-cumi ukuran sedang-dimasak saus tiram dan dimasak tumis dengan tinta hitamnya, nasi putih untuk 5 orang (kami datang bertujuh), sambal terasi dan sambal korek (sambal bawang), cah kangkung, plus minuman (2 gelas es jeruk, 4 gelas es teh manis, 2 kelapa muda butiran ), dan cukup kami tebus seharga Rp 253.000,- saja. Ah, gila ini sih, murah banget! Saya selaku penggemar sejati cumi-cumi masak tinta hitam merasa sangat bahagia mengetahui menu favorit saya ini hanya dihargai Rp 35.000,- per setengah kilo (harga matang). Puas? Banget lah!
Selepas kami selesai makan, kami memutuskan untuk kembali menjelajah pantai-pantai yang ada di gugusan pantai Gunung Kidul ini. Namun sayang, karena waktu sudah menunjukkan pukul 14.00 WIB, air laut mulai surut, dan meninggalkan gugusan pantai dengan karang-karang selepas garis pasir. Seperti yang kami temui di Pantai Krakal dan Pantai Sepanjang. Sayang sekali sih sebenarnya, tidak sempat ke Pantai Indrayanti dan pantai-pantai keren lainnya. Alhasil, kami memutuskan untuk pulang lebih cepat saja ke Kota Yogyakarta.

Ada satu hal yang saya lewatkan, yaitu harga masuk ke kawasan wisata pantai Gunung Kidul ini. Harganya sangat murah. Per pengunjung dikenakan harga tiket Rp9.500,- per orang (beli 3 atau 5 tiket sekaligus dapat harga lebih murah), dan biaya parkir di setiap pantai (dibayarkan di pintu gerbang pantai) hanya Rp5.000,- per mobil. Asli, ini mah murah banget kalau kita bandingkan dengan kunjungan ke pantai-pantai di selatan Kota Malang. Kita akan dikenakan biaya masuk per kepala dan biaya parkir per mobil untuk masuk ke setiap pantai. Saya rasa, pemerintah daerah Kabupaten Malang harus menertibkan hal ini, menjadikannya satu gerbang satu biaya dan cukup membayar biaya parkir saja di tiap pantai yang dikunjungi.
Sampai ketemu lagi Yogyakarta Trip edisi berikutnya ya! 🙂
Sebagai orang yg tinggal di solo..beberapa waktu sering kesini om..hunting kuliner seafood
Setuju,bu 🙂
Kalau di Jakarta seperti di Muara Angke, tawar menawar seafood, bawa ke salah satu depot langganan buat diolah.
hehe, saya mas bukan bu kak hary, salam kenal hehehe
Wogh, my bad mas’e 🙂
Salam kenal juga!
Nggih mase..sip boskuh