Mainstream. Ikuti Atau Cari Yang Beda?

Jadi gini…

Kata ‘mainstream’ atau (arti harafiah : arus/aliran utama) ini kata yang sejak beberapa tahun yang lalu menginspirasi langkah-langkah saya, dan kebanyakan di dalam masa-masa pengembangan karier profesional saya. Gampangnya, disaat orang lain melakukan A, kenapa kamu harus ikutan A? Kalau dihadapkan pada suatu problem A, dan mungkin secara otomatis kamu menemukan solusi A & B, kenapa nggak sekalian mencari solusi C?

Corgito ergo sum
Corgito ergo sum

Atau dalam suatu meeting, membicarakan bersama suatu problem, pasti banyak yang melontarkan solusi (baik short maupun long term, baik yang mainstream maupun non-mainstream). Nah, kita bisa tentukan dari masukan terbanyak kebanyakan adalah jalur mainstream. Jalur pemikiran yang kita kenal-kita dapatkan dari hasil pengamatan dan pengalaman selama ini. Yang pasti, otak akan memproses hasil (yang keluar-yang akan diomongkan oleh mulut kita) berdasarkan apa yang kita ketahui-pelajari, apa yang pernah kita lalui-temui, yang pernah terjadi. Itu hasil otomatis. Ingin punya versi non-otomatisnya? Berhenti sejenak, berpikir lebih dalam, lebih jauh. Pasti akan terlihat detail-detail yang terlewatkan dari hasil otomatis (mainstream) tadi.

Kenapa harus (mengusahakan) ada solusi C?

Karena dengan adanya kemauan kita untuk berpikir lebih jauh dari biasanya (making our minds to go some extra miles) kita akan menemukan gambaran yang lebih luas, lebih lebar dalam menemukan pilihan solusi extra. Banyak hal yang bisa dijadikan pertimbangan kenapa saya harus memilih solusi C, bukan A atau B. Atau bahkan malah jika solusi C tidak masuk akal (misalnya : butuh waktu lebih lama, effort dan/atau biaya lebih besar), kita bisa pilih kembali mana diantara solusi A atau B yang paling pas. Kira-kira demikian.

Ini pandangan tentang mainstream dari sudut pandang jalan pikiran.

Mainstream jika di twitter banyak disebut sebagai sesuatu yang kebanyakan dihindari karena enggan disebut sama dengan kebanyakan orang. Misalnya, saat lagu rapper Korea PSY-Gangnam Style muncul, siapa yang tidak tahu lagu itu (dan joged khas-nya). Karena efek viral, thanks to social media dan youtube, semua jadi tahu dan mengikuti. Sampe dalam gang-pun tahu apa itu Gangnam Style.

Tidak lama, Gangnam Style menjadi mainstream. Dan mulailah, Gangnam Style ditinggalkan. Alasan terpopuler : enggan disebut sama dengan yang kebanyakan. Menyebut kata gangnam style-pun mereka juga tidak.

Hal ini sama seperti  banyak anak muda yang mulai meninggalkan facebook, dan beralih ke social media platform yang lain. Platform terfavorit : twitter. Alasannya : pengguna facebook semakin banyak dan tidak takut disebut lebay (berlebihan) jika sering posting update di twitter. Coba update status di facebook lebih dari 10 kali sehari… Coba dan lihat komentar teman-teman online kalian disitu.

Beberapa tahun yang lalu, pengguna facebook adalah mereka yang bisa dengan mudah mengakses internet. Mereka yang tergolong mampu.

Sekarang, dengan semakin mudah dan murahnya mendapatkan akses internet tanpa batas, makin banyak pengguna facebook. Mulai tukang ojek yang membuka akun facebook untuk lebih terlihat keren, pembantu rumah tangga yang mulai punya akun facebook dan rajin sekali update statusnya, sampai mungkin orang tua kita punya facebook. Salah satunya untuk mengawasi aktivitas anaknya di jejaring sosial.

Umumnya…

Umumnya, atau mainstream-nya, anak muda sekarang ‘ogah’ jadi bagian dari suatu hal yang mainstream. Malah lebih suka kalau menjadi bagian dai suatu hal yang berbeda dibandingkan yang digemari kebanyakan teman-temannya. Moment yang paling membahagiakan adalah saat dia dianugerahi julukan sebagai trend setter di suatu hal.

“Eh, lo tahu nggak… Yang pertama ngelakuin ini kan si A. Terus gara-gara ada yang lihat, rekam dan upload di youtube, jadilah dia diomongin dimana-mana. Emang jago tuh anak” Itu tadi obrolan singkat di sebuah kantin sekolah suatu siang, oleh beberapa anak muda. Second layer adalah mereka yang jadi pengikut di awal, bisa dapat rejeki disebut sebagai trend setter dan ikut nge-top duluan oleh para pengikut-pengikut seterusnya.

Funny how, I think being anti-mainstream is quite become a mainstream now 😉

Marketer yang menggarap pasar anak muda (youth) kudu mengerti akan bagaimana youth berperilaku, berpikir dalam membuat suatu keputusan pembelian. Salah satunya dengan membebaskan mereka berpikir dalam menentukan pilihannya, mencoba sendiri-berekspresi, lalu sharing dan buzzing ke teman-teman yang ada di jejaringnya. On line dan off line. Easily.

That’s youth 🙂

I just love being different. I love to hang out with my buddies. I want to show my existence, that I’m for real.

Sebuah perbincangan di satu tempat :

A : Eh, mau ke tempat nongrong baru itu gak?

B : Nggak ah, mainstream banget sih lo. Pada kesitu semua gitu! Mendingan kita ke tempat nongkrong di seberangnya. Ngga kalah asik juga koq! Belom pernah kan lo? Yuk…

A : Yasud. Ngikut dah gue 🙂

Sementara itu ditempat lain, di sebuah minimarket, di depan freezer es krim :

C : Mending mana? Magnum Almond atau Magnum Gold?

D : Gah ah, bosen gue. Udah nyoba semuanya. Mending es krim freezer sebelah. Lo udah coba Hula Hula Kacang Hijau belom? Enak banget!! Recommended banget deh!

C : Emang enak? Bukannya es krim jadul tuh? Eeewwwww…..

D : Coba deh, gue mau ambil yang rasa tape ketan.

C : Ok, fine! Gue coba es krim lo.. Tapi bayarin :p

Dan tak lama, mereka mengeluarkan handphone-nya masing-masing, lalu foto es krim yang hendak mereka makan dan share ke twitter.  So everyone on their social network knows what they’re about to eat. 

You can’t just push something into their mind, make them think like you think. To like what you say, your message. It’s a big no no! Worst scenario if you looked trying too hard. They will just like… Run!

Keinginan untuk selalu punya pemikiran yang beda jika diterapkan dalam lingkungan profesional somehow bisa membuat kita punya menciptakan jalur karir sendiri. Misalnya : saat hampir semua supervisor sales berlomba-lomba menjadi sales manager, mengapa tidak mencoba menjadi seorang key account, atau trade marketer? Atau mungkin seorang internet marketer?

Anti-mainstream? Yes. Blue ocean strategy in your own career development? Yes.

Namun hal ini, memilih jalur karir yang berbeda harus dibarengi dengan keunggulan di diri sendiri yang tidak dipunya sesama pesaing. Jika mampu menjadi manager di bidang yang tidak banyak orang tahu dan mampu, why not? Posisi sales manager yang ditawarkan perusahaan hanya sedikit, namun banyak yang mengejar. Trade Marketing Manager, Key Account Manager, Marcomm Manager, Social Media Manager, Marketing Manager? Masih banyak posisi manager lainnya kan? Berapa banyak yang mengejar? Tentunya, jika menempati posisi selain sales manager (marketing, misalnya), namun punya sense of salesmanship yang bagus akan membuat kita semakin punya nilai tambah 😉

And off course, being always foolish and always hungry. For more and more knowledge and experience.

Syaratnya cuma dua.

Pertama. Jika belajar, pastikan gelas kamu dalam posisi setengah kosong. Jadi masih bisa menampung ilmu-ilmu dan pengalaman baru dan tidak sombong atau merasa sudah bisa. Kedua, jangan takut salah, kalau salah belajar dari kesalahan itu.

Mainstream dalam pemikiran sebagai permulaan tadit, lalu lanjut dalam pengembangan karier. Lalu analogi terakhir dalam being anti-mainstream atau being mainstream adalah pemilihan klub bola untuk diidolakan… *smirk*

Biasanya, fans bola belia, pemula, atau siapapun yang mulai menggemari sepak bola akan memilih team mana yang penampilannya lagi bagus-bagusnya, team mana yang paling populer, team mana yang paling banyak dibicarakan dan didukung orang, team mana yang jersey-nya paling banyak dipakai oleh teman-teman seangkatan-nya. So easy!

Alasannya :

1. No barrier, banyak teman yang sudah menjadi bagian dari fans klub bola tersebut. Lebih mudah untuk mendapatkan teman main yang baru

2. Buat yang muda, tidak takut di-bully karena menjadi beda dengan yang kebanyakan.

Dan saat ini, akan sangat lebih mudah buat fans bola pemula memilih Manchester United, atau Barcelona, atau Juventus sebagai klub bola jagoannya. Ditambah jersey grade ori buatan Thailand yang semakin mudah dicari dan semakin terjangkau harganya. Lalu dengan mengenakan jersey bola-nya, ia mencari fan base terdekat yang sering mengadakan acara nonton bareng, dan follow akun-akun yang relevan dengan klub yang ia gemari di twitter. Dijamin, fanatisme instant akan tercipta 🙂

Itu salah satu contoh mainstream di dunia fans bola…

Atau, jika ia mau ia akan mencoba mencari klub bola yang tidak kalah kerennya dibanding klub bola-klub bola populer itu, dilihat dari sejarah, prestasi, atau karakter unik dari sebuah klub.

Misalnya : FC Nordsjaellan, klub asal Denmark yang lolos menembus Liga Champions musim 2012-2013 ini. Atau Athletic Bilbao, klub dari La Liga Spanyol yang hanya mau merekrut pemain lokal saja. Tidak ada dalam sejarah klub tersebut merekrut pemain dari luar daerah Bilbao (seluas kabupaten saja). Mungkin sesama pemain adalah tetangga satu ‘kabupaten’ Bilbao. Unik kan?

Nah,  kalau ada anak muda yang memakai jersey bola FC Nordsjaellan di suatu mall, sementara anak muda sebanyanya dengan bangga mengenakan jersey Chelsea, PSG , atau Real Madrid, saat ditanya oleh temannya : “Itu jersey klub mana sob? Kayaknya aneh banget, jarang gue lihat…” Jawabnya : “Ini jersey FC Nordsjaellan, klub asal Denmark sob!”

fc-nordsjaelland-home-jersey
Jersey FC Nordsjaellan-home

Sometimes, it feels good being different, isn’t it? 😀

Sebagai penutup tulisan ini, menjadi mainstream boleh-boleh saja. Asal enjoy menjadi bagian dari sebuah trend atau hal yang besar atau umum. Jangan karena tidak mau jadi bagian dari hal yang mainstream/umum, memaksa diri untuk mencoba hal yang lain yang mungkin tidak enjoy untuk diikuti atau dicoba.

Anti mainstream dan mainstream dua-duanya adalah market yang sama-sama potensial. Major part or niche, there’s always opportunity for both salesmen or marketers to go through.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s