Integrated Marketing Communication, Mengajar untuk Belajar Kembali (Bagian 4-end)

And yes, we have a third presentation session. And yes, it’s getting more and more exciting! Well, at least for me.

Presentasi ketiga sebagai presentasi final kelima kelompok diadakan di dua sesi, mengingat dari presentasi pertama dan kedua yang diadakan hanya dalam satu sesi, saya merasa (dan mungkin teman-teman merasakan juga), waktu yang dialokasikan ke masing-masing kelompok terlalu singkat untuk presentasi materi temuan mereka, dan tanya jawab dengan saya. As always, I have lots of questions for them.

Pertanyaan saya bukan semata-mata untuk menguji mereka, namun lebih ke menggali sejauh mana mereka dalam kelompok-kelompok ini sudah belajar tentang Integrated Marketing Communications (IMC) ini dengan melakukan observasi langsung ke merek yang dipilih. Untuk presentasi pertama, mereka punya tugas untuk melakukan observasi ke merek yang mereka pilih dari kategori yang saya berikan dari sisi online. Dari owned channel; website, official store, social media channel, dan paid channel. Misalnya artikel yang menulis tentang marketing event, aktivitas corporate social responsibility (CSR) yang dilakukan oleh merek untuk meningkatkan reputasi baiknya.

Presentasi final team Cimory Yoghurt Squeeze

Untuk tugas presentasi kedua, saya meminta mereka untuk melakukan observasi secara offline. Datang langsung, melakukan pengamatan di gerai-gerai minimarket-supermarket, pet shop, specialty store, bahkan lokasi pameran otomotif di pusat perbelanjaan. Salah satu tujuannya adalah untuk membandingkan komunikasi dan aktivitas IMC yang dilakukan oleh masing-masing merek di ranah online dengan yang mereka temukan di ranah offline. Apakah konsisten dan masih relevan dari aktivitas periklanannya (advertising), sales promotion (harga promo atau normal di official store dengan harga di gerai minimarket), interactive/internet marketing (apakah terintegrasi antara online dan offline), dan adakah aktivitas direct selling, personal selling, dan public relation/publicity?

Presentasi final team SGM

Untuk presentasi ketiga, saya minta mereka untuk menggali lebih dalam tentang pengertian IMC dari sudut value proposition, yang dibagi menjadi understand, create, deliver, and capture value. Kemudian dari sisi advertising, untuk memperkuat penyampaian materi di kelas, saya minta mereka melihat IMC lebih dalam dari dasar teori Hierarchy Effect dan Means End Theory. Lebih kurang, saya mengajak mereka untuk bukan saja melihat IMC dari prakteknya, namun juga perkuat dasar teori untuk berpikir secara runut dan terstruktur.

Value Proposition (Sumber: LAB/ID.)

Dengan menggabungkan belajar di kelas virtual dengan praktek langsung di lapangan, saya mengharapkan masing-masing dari mereka memahami IMC dengan baik, bukan saja hafal apa saja tools-nya. Namun, mereka bisa menjelaskan dengan baik masing-masing tools-nya dengan contoh yang kongkret. Seperti yang team Honda lakukan dengan ketiga tugas presentasi yang berhasil mereka selesaikan dengan baik.

Presentasi final team Honda

Saya menganggap jika membahas tentang merek dari industri otomotif, saya tidak akan bisa berbicara banyak, karena memang bukan dunia yang saya tekuni. Namun tidak dengan mahasiswa-mahasiswi ini. Dari presentasi pertama, mereka bisa menyajikan informasi menarik dari temuan-temuan mereka dari hasil observasi online. Di presentasi kedua, mereka menyajikan informasi dari hasil kunjungan ke salah satu mall di Jakarta Selatan dimana ada pameran Honda disana, dan di presentasi ketiga, mereka menggabungkan hasil observasi IMC pertama dan kedua dari merek Honda ini, dengan menambahkan sudut pandang value proposition, hierarchy of effect, dan means end theory, sebagai dasar dari advertising.

Saya ingat pertanyaan awal, entah sebagai ice breaking atau sekedar test ombak dari Victoria Emmanuela (Vicky); “Ada yang bisa tebak, kira-kira mobil Honda ini tipe apa?” demikian pertanyaannya ke para audience, sambil menunjukkan foto sebuah mobil tanpa informasi apa-apa, yang di slide berikutnya ditampilkan seperti slide di gambar diatas. Saya dan keempat kelompok saya yang lain. Saya yang kebetulan lupa mute mic, spontan menjawab “Brio RS, bukan?”

“Bukan, mas. Ini mobil Mobilio RS yang baru”, jawab Vicky. Dari jawaban spontan saya, dan teman-teman sekelas yang tidak bisa menjawab mobil Honda tipe apa itu, team Honda menarik kesimpulan sementara bahwa untuk awareness, mobil-mobil dari Honda masih kalah dikenal dibanding dengan merek lainnya. Misalnya, Toyota.

Presentasi final team Royal Canin

Hanya team Honda saja yang melakukan ketiga hal tersebut di ketiga presentasinya? Tentu tidak. keempat team lainnya pun lakukan hal yang sama, dengan cara keren mereka sendiri-sendiri. Ditunjukkan juga oleh team Royal Canin. Hampir serupa dengan team Honda, merek yang mereka bahas ada di luar pengalaman dan expertise saya. Industri pet food dari penuturan dan penyajian mereka sungguh menarik. Ada dua set kata kunci yang menghubungkan dunia yang saya tekuni dan geluti dengan apa yang mereka bahas, yaitu delivery hub channel (DHC) dan direct to consumer (DTC), dua istilah yang erat kaitannya dengan Omnichannel, sebuah bahasan yang akan mereka dapatkan di mata kuliah Integrated Digital Marketing di semester ganjil tahun ini.

Presentasi final team Royal Canin

Royal Canin membuka kanal penjualan di online dan offline. Merek pakan hewan yang tergolong premium ini tidak menyediakan produknya di semua kanal penjualan, hanya di supermarket tertentu, specialty storepet shop, dan lewat Official Store mereka di e-commerce terkemuka. Masing-masing pet shop yang dipilih dari posisinya yang strategis, mudah dijangkau oleh pembeli yang masuk shopper profile-nya, mereka sewa khusus salah satu sudutnya untuk space branding. Dengan adanya space branding ini, merek Royal Canin dengan warna merah khasnya jelas terlihat, dan aktivitas trade marketing ini pun bertujuan untuk meningkatkan conversion rate. Bukan saja untuk terlihat stand out, punya visibility yang bagus, namun juga produk tersedia dan bisa ditemukan dengan mudah (availability).

Tentang DHC dan DTC? Nah, karena Royal Canin membuka kanal pembelian secara online, mereka memaksimalkan peran pet shop sebagai ‘gudang kecil’ sekaligus pick up point. Konsumen yang belanja online, bisa mendapatkan produk mereka dikirimkan dari pet shop terdekat yang sudah bekerjasama dengan Royal Canin ini. Sangat mudah dan praktis. Royal Canin pun tidak perlu membuka toko khusus untuk menjalankan fungsi DHC (delivery hub channel) ini. Meskipun stok diambil dari pet shop terdekat, namun aktivitas ini bisa dimasukkan dalam DTC (direct to consumer), dimana produk diantarkan ke rumah dan diterima langsung oleh konsumen.

Presentasi final team Teh Pucuk Harum

Kelompok terakhir yang dibahas adalah team Teh Pucuk Harum. Minuman dingin yang terlihat sangat menggoda dalam keadaan ‘berkeringat’ setelah dibawa keluar dari chiller di siang hari ini, masuk ke kuadran keempat-satisfaction, dalam FCB Grid. Pola pembeliannya dalam Hierarchy of Effect tidak berjalan linear, tidak harus selalu kognitif-afektif-konatif, namun tergantung pada tingkat keterlibatan (pengorbanan yang dilakukan) dan keterlibatan emosi di dalam pembeliannya.

Untuk kuadran Satisfaction, bermula dari konatif dahulu, afektif dan diakhiri dengan kognitif. Pembeliannya tergolong impulsif, tidak terencana, muncul keinginan seketika saat melewati chiller di gerai Indomaret, misalnya.

FCB Grid Model (Sumber: semrush.com)

At the lower right, Quadrant 4 decisions are based on lowly involved feeling. It’s the purchase of pleasure products driven by quick personal or peer-led satisfaction. Quadrant four’s motto is: “Just do it.” Cookies are a low intellectual item, the less you think about them, the more you want them. Like Spotify at work (Joshua Bains, semrush.com).

Demikian penjelasan dari semrush.com tentang pola pembelian di kuadran 4 ini. Pola konatif-afektif-kognitif bisa dijelaskan sebagai berikut: konsumen masuk ke Indomaret untuk membeli minuman yang bisa melegakan dahaganya di siang hari yang panas. Karena sudah tercetak baik di ingatannya, teh yang manisnya gak nyangkut di tenggorokan, alias tanpa berpikir panjang. Sebelum sampai kasir pun, botol minuman sudah dibuka dan glek… glek! Setengah isi dari Teh Pucuk Harum pun sudah mengalir masuk ke tenggorokan. Muncul rasa segar setelah dahaga terpuaskan, dan sambil menunggu antrian pembayaran, konsumen tersebut membaca kandungan gula, kalori, dan lain-lain yang tertera di packaging-nya. “Ah, tahu gitu saya ambil yang less sugar”, setelah ingat kalau dia sedang mengurangi asupan gula.

Presentasi kelima kelompok yang berjalan selama dua hari ini membuat masing-masing kelompok punya alokasi waktu yang lebih panjang (baca: cukup) untuk menyajikan hasil temuannya dengan lebih baik, tanpa tergesa karena terburu waktu. Pun demikian saya bisa memberikan masukan tanpa terus melihat jam di layar komputer, karena keterbatasan waktu, dan menjawab pertanyaan sekaligus berdiskusi dengan mereka lebih nyaman.

Foto bersama di kelas terakhir, 23 Mei 2022

Di akhir kelas, setelah sesi foto bersama, ada kejutan manis dari rekan-rekan mahasiswa untuk saya. Menggunakan Google Jam Board, mereka menuliskan kata-kata yang sungguh manis, yang membuat saya dan saya yakin siapapun yang menerima pesan-pesan seperti ini, akan meleleh.

It’s a love letter.

Their Love Letter
And my heart is full!

Saya tidak pernah merasa kalau diri saya istimewa. Saya malah seringkali merasa kalau saya orang dengan kemampuan biasa saja, sering minder kalau bertemu orang-orang pintar malah. Namun prinsip saya, do it with maximum effort (as Deadpool said), and do it with your heart. Apapun yang dikerjakan dengan hati, pasti akan sampai juga ke hati.

Terima kasih sudah menemani saya belajar IMC lagi, teman-teman!

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s