Malang Trip di Bulan Juni (bagian 2-Semua Dapat Hadiah)

Tol Trans Jawa adalah salah satu kemajuan yang sangat luar biasa di era pemerintahan sekarang. Pembangunan yang mungkin efeknya bisa dirasakan oleh kita semua berpuluh tahun ke depan. Ambarawa hingga Malang hanya ditempuh dalam waktu empat setengah jam saja, masuk dari GT Bawen hingga keluar di GT Singosari, dengan kecepatan rata-rata 100km/jam. Saya cukup patuh dengan aturan yang ditentukan, jika tertera di rambu kecapatan maksimal 80km, maka saya akan berusaha untuk tetap berada di dalam batas kecepatan tersebut.

Akhirnya, saya sudah sampai di Malang! πŸ™‚

Keponakan saya; Dirta, Giovani, Adelia, dan Deryl (ki-ka)

“Terima kasih, pakdhe”, ucapan yang keluar dari keempat keponakan saya ini. Termasuk dari Giovani, anak bungsu dari adik bungsu saya yang masih berusia 2 tahun, saat menerima hadiah dari saya dan istri. Deryl, keponakan yang paling besar mendapatkan sepeda gunung saya, yang sudah menemani saya sejak tahun 2008. Dirta, saya bawakan kolam renang portable-inflatables, yang saya beli via Tokopedia, dan demikian juga dengan Adelia, yang menerima jam tangan anak masa kini, yang memungkinkan dirinya bisa terlacak posisinya via GPS, dan bisa video call. Jam tangan warna ungu imut yang kemudian diincar juga oleh Giovani sendiri, yang suka dengan bentuk jam tangan yang besar dan berwarna ungun mencolok itu. Terjadilah rebutan jam tangan.

A little bit chaotic πŸ™‚

Giovani sendiri, mendapatkan push bike dari saya, untuk melatih keseimbangannya sebelum bisa menaiki sepeda dengan pedal. Push bike sendiri adalah sepeda tanpa pedal, yang ditujukan untuk anak-anak mulai usia 2-3 tahun. Sepeda ini dijalankan dengan mendorong/menjejakkan kaki ke belakang, untuk maju ke depan. Keinginan saya membelikan Giovani sebuah push bike sudah ada sejak perjalanan Malang Trip bulan November tahun lalu. Karena saat itu, saya sempat melihatnya menaiki mobil-mobilan yang ia jalankan dengan mendorong kakinya ke arah belakang.

Keponakan saya; Dirta, Giovani, dan Adelia (ki-ka)

Saya langsung teringat dengan sebuah video yang menunjukkan kompetisi push bike/balance bike kelas dunia yang didominasi oleh anak-anak Jepang. “Hmmmm, mungkin Giovani punya bakat disini”, batin saya. Dan memutuskan untuk membelikannya sepeda ini saat pulang kembali ke Malang.

Hari kedua di Malang, hari Minggu tanggal 20 Juni 2021, praktis kami habiskan lebih banyak di rumah saja. Bersama dengan keponakan-keponakan, adik, dan bapak ibu yang tinggal di Malang. Aktivitas keluar rumah dilakukan di pagi hingga siang, dan siang hingga malam hanya kami habiskan di rumah. Nonton Youtube dan film-film dari receiver Mola TV yang saya bawa dari Bekasi, sepanjang hari. Untuk kaum rebahan, ini sungguh menyenangkan. Hitung-hitung istirahat sejenak setelah menyetir Bekasi-Ambarawa-Malang non stop.

Strolling around Malang is our morning agenda!

Alun-Alun Balai Kota Malang
Alun-Alun Balai Kota Malang

Kota Malang yang kini sangat padat, yang tidak lagi sejuk seperti dulu, namun tetap menimbulkan rasa rindu, meskipun hanya sejenak setelah melangkah keluar dari kota ini. Kami berkeliling menyusuri, menelusuri jalan-jalan yang dulu saya lalui dengan mikrolet (angkutan kota warna biru yang kini semakin jarang terlihat), dengan skuter Bajaj Deluxe N 6628 EU lansiran negara India tahun 1979, yang kini sedang mati suri. Dan motor Honda Astrea Supra (N 5132 CY), yang saya cicil dari pekerjaan pertama saya di tahun 2001.

Saya ingat dulu, saat mendapatkan pekerjaan pertama sebagai salesman surat kabar, yang saya ambil sambil menyelesaikan kuliah. Saya menggunakan skuter Bajaj Deluxe milih bapak saya, yang beliau pinjamkan untuk bekerja, mengunjungi-menawari calon/prospek untuk berlangganan surat kabar. Alhasil, saat skuter tersebut saya pinjam, bapak mengalah dan berangkat kerja naik mikrolet dari Tlogomas-Mergosono ke tempat kerjanya pulang pergi.

Kondisi ini berjalan selama beberapa bulan, sampai akhirnya motor Honda Astrea Supra baru sampai di rumah. Inilah saat dimana saya mengenal istilah mencicil dengan gaji sendiri, tentu saja dengan support uang muka motor dibantu oleh orang tua. Mengenang masa-masa awal perjuangan ceritanya. Agak terharu kalau mengingat masa-masa itu.

Dan saya masih berjuang kok, sampai hari ini tulisan dibuat πŸ™‚

Para keponakan dan kolam renang inflatable-nya

Salah satu agenda yang selalu tidak terlewat adalah berenang-main air bersama, entah di umbul/sumber air, kolam renang, ataupun di pantai selatan Malang yang terkenal cantik. Namun, di tengah situasi pandemi seperti ini, berenang di kolam renang umum bukan suatu pilihan. Demikian juga dengan jalan-jalan ke pantai-pantai selatan Malang yang sangat indah. Menuju ke kerumunan bukan juga pilihan, meskipun sangatlah menggoda. Melalui perjalanan kurang lebih tiga jam lamanya, naik turun yang berkelok-kelok, sampai akhirnya melihat garis laut warna biru cantik dari kejauhan.

Ide untuk menghadiahi salah satu dari mereka kolam renang portable ini, datang dari awareness untuk tetap menjaga semuanya aman di tengah pandemi ini.

Para keponakan dan kolam renang inflatable-nya

Smiles, giggles, laughter, and a wee bit of screaming! πŸ™‚

Tinggal tiup, isi air, dan boom! Instantly, happiness ia all around. Foto diatas adalah saat dimana mereka merasakan main air dalam kolam renang portable di garasi rumah. Senangnya!

Saya merasa bahwa hadirnya kolam renang tersebut bisa sedikit mengobati keinginan mereka untuk bermain air sepuasnya, seperti yang biasa kami lakukan bersama. Saya hidup untuk ini. I live for these moments. Saya tidak membeli semua hadiah yang saya berikan ke mereka masing-masing. Namun sebenarnya, saya membeli momen bahagia, yang hanya sejenak, namun tetap ada di pikiran saya sampai kapanpun. Dan mungkin juga tersimpan di memori mereka.

Let’s say, I’m collecting good times and good memories, as my happy thoughts.

Untuk pikiran bahagia di benak saya, yang bisa saya munculkan kapanpun untuk mengusir segala pikiran buruk, kekhawatiran, dan keresahan yang kerap muncul di benak saya. Yup, sejak saya masuk gerbang usia 40, tahun lalu. Pikiran bahagia yang bisa membuat saya sejenak tersenyum sendiri, menemukan kedamaian saya sendiri, di tengah kebisingan pikiran.

Amstirdam Coffee, Pasar Pintar Mertojoyo

Hari Minggu sore itu pun ditutup dengan ngopi bareng istri, di satu kedai kopi kekinian di Pasar Pintar Joyoagung, pasar modern yang dibangun tak jauh dari rumah. Di unggahan selanjutnya, saya akan bercerita seputar aktivitas kami, berkunjung dari warung kopi satu ke warung kopi lainnya di seputaran Kota Malang dan Batu.

Sehat-sehat selalu semuanya!

One Comment Add yours

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s