Salah satu slide presentasi untuk salah satu online session Markplus Inc. yang sudah saya tampilkan di tulisan bagian 1, saya anggap seperti personal achievement. Karena butuh waktu bertahun-tahun untuk connecting all these elements, setelah sebelumnya butuh bertahun-tahun juga untuk menemukan masing-masing dari precious elements ini.

Kenapa perlu waktu bertahun-tahun?
Karena saya harus menunggu start up companies satu per satu bermunculan (yang beberapa diantaranya saat ini sudah menjadi decacorn), dan akhirnya bisa berkolaborasi. Juga, saya harus menunggu saat yang tepat dimana industri marketplace matang dan sanggup menciptakan ekosistem e-commerce sendiri. Kolaborasi antara brand es krim terkemuka yang sudah ada sejak tahun 1972 ini dan beberapa prominent e-commerce companies pun tercipta, ditandai dengan dibukanya Official Store di masing-masing marketplace sejak tahun 2018. Untuk kolaborasi dengan e-hailing company, GO-JEK dan GRAB, sudah dilakukan sejak tahun 2015, dimulai dari layanan pesan antar makanan mereka.
Kenapa perlu waktu bertahun-tahun?
Saya pahami alasan ini belum terlalu lama. Untuk legacy company, yang perlu dilakukan adalah menggunakan segala resources yang ada untuk tetap survive, sustain, dan profitable selama mungkin. Ratusan tahun jika perlu, menghidupi ratusan hingga ribuan karyawan yang menganggapnya sebagai rumah kedua. Untuk legacy company, untuk melakukan hal-hal baru, terutama untuk hal-hal yang berlum pernah dicoba sebelumnya, perlu ambil langkah cukup perlahan, menghitung segala resiko vs. peluang pertumbuhan yang mungkin didapatkan. Ditambah, untuk local legacy company, mungkin butuh waktu lebih cepat untuk approval sebuah rencana. Untuk regional atau bahkan global, mungkin butuh waktu lebih lama dan tidak sefleksibel local company, yang untuk approval sebuah project atau activation plan apapun hanya sebatas cubicle ke ruangan direktur pemasaran saja, misalnya.
Sementara untuk start up company, fokusnya adalah get big fast. Candaan dari teman-teman saya di industri ini, “Bikin planning-nya malam ini, minggu depan kudu sudah launch aplikasi-nya, minggu depannya lagi sudah dapat ratusan ribu downlads dan ribuan active users”. Bisa sangat cepat pertumbuhannya, jika layanan yang diberikan sanggup mengatasi permasalahan masyarakat luas, plus dorongan untuk create awareness yang besar. Bila legacy company goal-nya adalah bertahan dalam persaingan selama mungkin, start up bertujuan meningkatkan valuasi berlipat-lipat dalam waktu singkat. Jadi, buat saya yang di tahun 2021 sudah berkarya 16 tahun di legacy company ini, saya merasa sudah cukup baik memanfaatkan waktu yang ada. I knew the industry quite a lot!
Patience and passion are the keys.
Ada 7 elemen di slide saya; Social Media, Frozen Food Retailer, E-commerce, Delivery Fleet, E-hailing Partners, Prominent E-commerce Partners, dan Contact Center hadir untuk saling berhubungan dan saling memperkuat satu sama lain. Mari kita bahas satu per satu.
Social Media
Dari salah satu buku referensi utama saya saat menyelesaikan tesis, dan sebagai salah satu referensi mengajar Digital Marketing Terpadu di FISIP Universitas Indonesia, Understanding Digital Marketing dari Damian Ryan dan Calvin Jones (2009), saya temukan bahwa social media hanya salah satu elemen penting saja dari 8 elemen digital marketing yang ada (Website, SEO, Online PR, PPC Advertising, Social Networks/Social Media, E-mail Marketing, E-CRM, dan Affiliate Marketing). Dan tujuan utama dari aktivitas digital marketing ini adalah menciptakan traffic sebanyak-banyaknya ke website, baik itu corporate website atau e-commerce website yang dikelola oleh brand.

Social media, sebagai salah satu elemen digital marketing juga punya peran yang sangat penting, karena lewat aneka social media platforms, brand bisa berinteraksi dua arah langsung dengan konsumennya. Di setiap unggahan bisa diselipkan tautan/link, yang bisa membawa pengalaman online konsumennya masuk ke salah satu halaman dari website si brand. Lewat poin social media ini, saya ingin kenalkan istilah content marketing. Yaitu cara penyampaian pesan merek secara subtle, disampaikan dalam sebuah cerita (story telling) yang ditujukan ke targeted audience.
Dari 5A Customer Path (diperkenalkan Markplus Inc. tahun 2014), yang juga diperkenalkan dalam istilah yang berbeda oleh Dentsu Group; AISAS (Awareness-Interest-Search-Action-Share) yang bisa kita lihat di bawah, content marketing adalah strategi yang dilakukan oleh brand diantara 2 fase, yaitu Appeal dan Ask. Appeal atau Interest adalah tahapan dimana calon konsumen mulai tertarik dengan brand dan produknya, dan Ask atau Search adalah fase dimana mereka mulai mencari tahu lebih jauh terkait produk yang ingin dibeli, via mesin pencari, langsung di marketplace favorit, atau social media. Content marketing menjadi strategi yang dilakukan oleh brand di antara dua fase ini, untuk menimbulkan rasa penasaran lebih jauh. Konten dari brand, atau konten dari konsumen yang dikenal dengan sebutan user generated content (UGC) berupa social media post, comment, share, review, testimoni, dan rating dapat menjadi referensi untuk membuat keputusan pembelian atau tidak sama sekali.

Kenapa pesan merek harus subtle? Karena penyampaian pesan merek secara hard selling sudah sangat biasa, dan konsumen sendiripun sudah terpapar dengan ribuan pesan merek setiap harinya. It’s consumer time, it’s our time. No longer brand time. Brand kini hanya punya waktu sekian detik saja untuk mendapatkan perhatian konsumen, dan menanamkan pesannya kuat-kuat di benak mereka. Karenanya, pesan harus di-customize untuk disampaikan ke selected target user saja, dalam bentuk cerita. Karena kini yang dicari engagement yang bisa mengarah ke acquisition. Bukan lagi mencari awareness atau exposure semata.
Frozen Food Retailer
Salah satu faktor kunci suksesnya omni channel strategy untuk consumer goods-frozen food category ini adalah banyak delivery point dan pick up point, terutama di kota-kota kecil, yang jauh dari depo atau gudang frozen. Untuk menambah gudang frozen kecil (concise) di kota-kota kecil tentunya sangat memakan biaya (fixed and operational cost).
Salah satu solusi yang terbaik adalah melakukan kolaborasi dengan frozen food retailer yang sudah punya ribuan outlet yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia, yang punya visi omnichannel sama. Kolaborasi ini memungkinkan transaksi terjadi bukan hanya di dalam toko saja, dari offline channel saja, namun transaksi juga bisa terjadi di luar toko, lewat jalur online dari platform manapun, untuk kemudian produk diambil (pick-up) sendiri oleh konsumen, oleh driver ojol yang diutus untuk mengambil produk pesanan yang dibayar oleh konsumen yang memesan dari rumahnya, dengan biaya kirim per kilometer. Secara sederhana, konsep ini dinamakan delivery hub channel.

Stok yang ada di outlet diperlakukan sebagai ‘gudang kecil’, dimana lokasi terdekat dengan stok produk milik brand dapat diketahui secara real time. Konsumen yang ingin membeli produk dari brand tersebut bisa langsung temukan toko terdekat dengan product ready stock, sekaligus memperkirakan berapa biaya GO-SEND atau GRAB EXPRESS jika ingin pick up. Dari sisi fungsi outlet, ada peran tambahan disamping sebagai selling point. Yaitu delivery point (jika crew toko di jam-jam tertentu bisa mengantar produk pesanan secara cuma-cuma dalam jarak tertentu), pick up point (ambil sendiri, atau via driver ojol), dan order point (konsumen pesan-transaksi di toko, untuk dihantarkan oleh brand/supplier langsung ke rumah, misalnya untuk pesanan dalam jumlah besar untuk pesta, dan sebagainya).
E-commerce Website
Perlu tidaknya brand membuka layanan e-commerce website sangat tergantung pada kebutuhan brand itu sendiri. Kalau membuka Official Store di sejumlah marketplace sudah dianggap cukup, maka tidak perlu membuka online store sendiri, sehingga fokus brand bisa lebih diarahkan ke pengelolaan dan pemenuhan pesanan konsumen yang masuk. Via e-commerce sendiri ataupun lewat marketplace, tetap brand harus menjaga ekspektasi dan pikiran bahagia dari konsumen. Misalnya untuk konsumen es krim, produk yang sangat dekat dengan keceriaan, kebersamaan, enjoyment, dan reward untuk diri sendiri dan keluarga-teman dekat ini, dalam memesan tentunya akan terbayang suasana ceria yang tercipta saat makan es krim bersama-sama. Brand harus menjaga pikiran bahagia ini semenjak konsumen pesan, hingga saat es krim sampai di tangan. Ketepatan waktu dan kualitas menjadi key factors.

Lalu, kenapa Campina harus membuka e-commerce sendiri? Apakah dengan hadir di marketplace belum cukup? Hype e-commerce/marketplace baru muncul di Indonesia kira-kira di tahun 2016-2017, sementara Campina sudah mengelola e-commerce website-nya sendiri sejak tahun 2013, setelah sebelumnya sempat belajar mengelola Official Store di (mendiang) Multiply.com. Website e-commerce yang dikelola secara inhouse ini sudah beroperasi dengan sangat baik, namun melihat hype marketplace di Indonesia, dengan segudang benefit yang ditawarkan ke merchant-nya (dan user-nya), tawaran untuk bergabung pun tidak bisa ditolak. Toh, masing-masing marketplace punya penggemar tersendiri, dan tidak sedikit yang fanatik.
Jadi, bicara tentang brand dan product exposure, keputusan untuk hadir di marketplace terkemuka sangat tepat. Karena Campina bisa menjangkau user yang berbeda-beda dari tiap marketplace yang dihadiri. Goal yang dicapai adalah edukasi agar lebih banyak khalayak ramai tahu bahwa produk es krim ini bisa dipesan via online lewat platform, dan dihantarkan langsung ke alamat tanpa khawatir mencair.
Delivery Fleet
Sejak mengelola layanan pesan antar es krim tahun 2006, brand es krim ini sudah mengelola armada penghantar es krimnya. Awalnya untuk menghantarkan pesanan ice cream cake (produk yang sayang sekali berhenti diproduksi), kemudian meluas ke produk-produk es krim lainnya. Para delivery man ini masih ada hingga saat ini, ditengah-tengah munculnya pilihan kemudahan dalam menghantarkan pesanan on demand via layanan pesan antar yang on demand juga (e-hailing). Hanya pesanan reguler yang dihantarkan oleh delivery man, artinya pesanan di keesokan hari dan seterusnya. Khusus untui instant delivery, Campina menggunakan jasa GO-SEND, yang layanannya sudah terintegrasi di e-commerce website-nya.
E-hailing Partners
Kerjasama antara Campina dengan GO-JEK dimulai dari layanan pesan antar makanan GO-FOOD di tahun 2015, kemudian diteruskan dengan layanan pesan antar GO-SEND, yang ‘dijahit’ dalam sistem e-commerce website sebagai salah satu opsi pengiriman untuk 1-2 jam sampai. Kerjasama dengan e-hailing partners lainnya, GRAB, sudah terjalin sejak 2016, lewat layanan GRAB FOOD. Di awal kerjasama memang tidak terlalu menggembirakan, terkait keterbatasan jarak kirim GRAB FOOD yang hanya 5 km (karena baru fokus di makanan siap saji, menjaga kualitas makanan tetap hangat atau dingin/beku). Namun seiring berjalannya waktu, dengan layanan GRAB FOOD mampu mengirim produk makanan dalam jarak lebih jauh, performa Campina di GRAB FOOD pun membaik.

Apakah adanya e-hailing partner ini akan menggeser peran delivery fleet yang dikelola perusahaan? We’ll see.
Prominent E-commerce Partners
Di masa pandemi, di tahun 2020 yang lalu, penjualan Official Store Campina di e-commerce atau marketplace partner menunjukkan grafik sangat positif. Tumbuh 9 kali lipat di penjualan dan tumbuh 10 kali lipat dari jumlah transaksi penjualan! Luar biasa bukan?
Angka ini cukup mengejutkan, karena seperti mengalami penjualan dalam masa festive season (Natal-Tahun Baru dan Ramadhan-Idul Fitri), namun berlangsung setiap minggu dan bulannya. Secara internal, cukup menyesuaikan saja kebutuhan dan support dari internal team untuk mengakomodasi trend yang naik pesat ini. Blessing in disguise, boleh dibilang demikian.

Konsumen yang banyak menghabiskan waktunya di rumah selama masa new normal, tetap ingin menghadirkan keceriaan di rumah bersama keluarga. Es krim hadir untuk menceriakan suasana, untuk memanjakan diri, sebagai reward atas kerja keras seharian di rumah. Untuk ayah yang seharian conference meeting, anak-anak yang seharian bersekolah dari rumah, dan tentunya ibu yang juga seharian mengurusi semua kebutuhan keluarga, atau juga bekerja dari rumah.

Dari pengalaman ini, memiliki e-commerce website sendiri dan mengelola Official Store di marketplace terkemuka memberikan benefit luar biasa untuk Campina, salah satunya dalam menjangkau langsung penggemar es krim, untuk mendapatkan varian yang diinginkan, tanpa harus keluar rumah.
Contact Center
Bila di digital marketing elemen website berperan sebagai hub, sebagai figur sentral dimana semua konten dari brand disimpan dan disampaikan lewat ketujuh elemen yang lain, maka demikian juga peran dari contact center Campina. Mereka bertugas mengelola, menerima dan menyampaikan informasi dari internal dan eksternal company.

Kecenderungan konsumen sekarang yang semakin didominasi anak-anak muda, menyebabkan frekuensi kontak ke nomor WhatsApp semakin meningkat pesat. Karena faktor ini, Campina pun semakin serius mengembangkan channel ini, lewat nomor WhatsApp resmi 0811 229 300. Bukan saja untuk bertukar informasi, pemesanan es krim untuk 1-2 jam sampai pun bisa dilayani. Pengembangan ini berangkat dari banyaknya permintaan pelanggan sendiri. Sehingga bisa diambil kesimpulan, anak-anak muda cenderung lebih suka mengetik pesan WhatsApp dibanding telepon (silent generation), sementara generasi yang lebih tua lebih suka menghubungi nomor telepon 0807 100 7576 untuk menghubungi contact center ini, untuk keperluan apapun.

Lalu, apa kaitannya content marketing sebagai strategi yang dilakukan oleh brand dalam 5A Customer Path dengan omnichannel marketing? Simak di unggahan ketiga. Terima kasih sudah membaca.
2 Comments Add yours