Saya menulis bagian kedua dari blog ini setelah pergantian tahun. Ya, ini adalah unggahan blog pertama saya di tahun 2021, bulan Januari. Perkuliahan hanya menyisakan 2 sesi lagi, sesi materi dimana saya menyajikan Sharing Economy dan Digital Economy sebagai wawasan tambahan untuk para mahasiswa-mahasiswi saya, dan satu lagi presentasi final untuk sebuah digital marketing project, yang menjadi bahan ujian akhir semester mereka.
Namun, sebelum menjelaskan digital marketing project mereka, yang dilakukan secara berkelompok, saya akan jelaskan apa-apa saja yang mereka dapatkan dari kelas Pemasaran Digital Terpadu di semester ini, yang sempat di awal perkuliahan membuat saya kembali ‘panas dingin’, mengulang kembali apa yang saya rasakan saat awal mengampu mata kuliah ini 6 tahun yang lalu, yang sudah saya tuangkan di tulisan pertama. Setelah UTS saya ganti dengan project pitching role play, membagi kelas menjadi 5 kelompok. 4 kelompok bermain peran sebagai digital agency, dan 1 kelompok mengambil peran sebagai brand/client. Kali ini di UAS project semuanya berperan sebagai digital agency. Lah, siapa yang jadi client? Itu yang harus mereka cari dan temukan, pemilik/pengelola brand apapun (kecil-menengah-besar), yang berhasil mereka yakinkan untuk menerima mereka. Menerima mereka sebagai pembelajar, yang ingin mempratekkan ilmu yang mereka dapatkan sebagai pengalaman. Dengan keterlibatan ini, saya harapkan mereka bisa mengingat apa yang sudah saya bagikan dan mereka dapatkan, karena mengalaminya langsung.


Sebelum membagikan materi Sharing Economy dan Digital Economy, selepas masa UTS, sebelumnya saya sudah membagikan materi E-commerce Operation, Digital Marketing Planning (2 sesi), Omni Channel Marketing (baru saya bagikan di semester ini), dan Social Media Management (2 sesi). Proses belajar mengajar tentunya saya rancang berjalan dua arah, termasuk juga transfer ilmu. Bukan saya saja yang membagikan ilmu dan pengalaman saya ke mereka, namun merekapun juga melakukan hal yang sama. Memberitahukan bagaimana mereka memanfaatkan digital platform yang ada, untuk beragai tujuan; berinteraksi dengan sesamanya, membagikan pengalaman hidup-masa muda mereka, dan bahkan expertise mereka. Saya jadi tahu bagaimana anak muda di awal usia 20 tahunan ini menggunakan Instagram, dan bahkan Tik Tok! A little bit late buat orang berusia 40 tahun seperti saya ini untuk belajar Tik Tok, namun lewat mereka, saya bisa mempelajari lebih cepat, terutama dari sudut pandang brand yang ingin lebih dalam berinteraksi dengan target audience-nya.
Mereka juga tidak mendapatkan materi dari saya saja, melainkan juga dari seorang ahli yang khusus saya undang ke kelas, secara virtual tentunya. Dan juga para alumni yang secara khusus juga saya hadirkan di kelas. Dari sini, rekan-rekan mahasiswa bisa mendapatkan wawasan, road map yang bisa mereka rancang sendiri sejak dalam masa kuliah. “Hidup itu lebih luas dari sekedar ruang kelas”, demikian Mas Kunto Aji berpesan dalam lagunya.
Seorang ahli yang saya hadirkan adalah Mas Nur Anasta Rahmat (Mas Anas), seorang ahli SEO, yang sudah saya kenal sejak lama. SEO buat saya adalah rimba yang sangat luas, yang hanya saya explore permukaannya saja. Saya sempat geleng-geleng kepala, betapa pemahaman saya tentang algoritma mesin pencari ini masih sangat dangkal, meskipun saya berperan di dunia digital marketing ini dari sisi art, bukan dari sisi machine, yang jika lebih dalam akan bisa mengarah ke coding dan web design.


Mas Anas mengajar kami semua (termasuk saya), tentang mesin pencari ini, yang beliau bagi menjadi 3 bagian; SEO (search engine optimization), SEM (search engine marketing), dan Google Analytics, dengan menyisipkan reverse engineering di sela-sela materi SEO. Keren pisan! Sebelum perkuliahan tamu dimulai, saya mengatakan: “Hari ini, kami semua mahasiswamu, mas Anas”, yang dibalas beliau dengan senyum simpul. Benar, di kedua hari itu, mungkin saya yang paling excited karena akan mendapatkan tambahan ilmu baru. Ilmu yang belum sempat saya dalami sebelumnya. Ingin bertanya banyak hal, namun saya harus tahu diri, bahwa yang harusnya banyak bertanya adalah anak-anak didik saya, bukan saya. Dimana kalau saya bertanya pasti pertanyaan-pertanyaan saya akan mengerucut pada hal-hal teknis tentang praktek SEO-SEM di perusahaan.
Kuliah tamu kedua, saya rancang untuk memberikan pengalaman hidup, dari rekan-rekan mereka yang sudah dahulu lulus dari Komunikasi FISIP UI. Alumni Gives Back, ceritanya. Kelas Senin mendapatkan pengalaman hidup dari #teamKezia, yang terdiri dari mahasiswa Komunikasi FISIP UI angkatan 2014; Kezia Hildetamar Simanjuntak, Izza Fikria, Satrio Adi Wicaksono, Elvansyah Fajri, dan Goldi Rumawas. Latar belakang profesi dan cara mereka berproses yang berbeda-beda, membuat sharing session sangat berwarna.


Karena sudah punya kesibukan masing-masing, tentunya jadwal kuliah tamu yang menghadirkan alumni Komunikasi FISIP UI ini juga bergeser dari satu tanggal ke tanggal yang lain. Termasuk dari angkatan yang ‘lebih tua’, angkatan 2012, yang juga saya undang untuk kembali ke kampus mereka secara virtual. FYI, angkatan 2012 ini adalah angkatan pertama yang bertemu dengan saya dalam konteks perkuliahan. Saya pertama mengajar di bulan September tahun 2014, di saat saya masih duduk di semester 3 master degree saya. Tentunya mereka juga tak kalah sibuknya, keempat diantara mereka bekerja sebagai seorang profesional di dunia marketing dan komunikasi, dan seorang diantara mereka adalah seorang musisi, yang di masa pandemi ini punya kesibukan yang unik. Team alumni yang bertemu dengan mahasiswa dari kelas Selasa di tanggal 8 Desember adalah #teamInez, terdiri dari: Inez Kusuma Dewandani, Fadli Fikriawan, Zanidia, Yaseinya Mira Dewi, dan Febianca Heridani.


Sama dengan Mas Anas, dari #teamKezia dan #team Inez, kami (saya dan para mahasiswa/i) pun belajar banyak, tentang pengalaman hidup. Tentang kesempatan-kesempatan langka yang kerap kali datang menyapa kita, namun kita lewatkan-tidak kita pedulikan karena satu dan lain hal, tidak berpikir berlebihan (overthinking), tidak banyak menciptakan what ifs dalam pikiran kita, yang akhirnya melahirkan beban-beban pikiran yang semestinya tidak ada. Untuk sesi ini, di perkuliahan semester ganjil di tahun 2019, tidak saya adakan karena satu dan lain hal. Terakhir saya adakan sesi Alumni Gives Back ini di tahun 2018, yang juga tak kalah seru. Salah satunya karenan diadakan secara tatap muka. Silahkan baca ceritanya disini.
Nah, kini tentang digital marketing project yang harus mereka kerjakan secara berkelompok ini, punya porsi persentase nilai cukup besar, yaitu 30% dari total 100% nilai mereka di perkuliahan ini. 30% lainnya diambil dari 4 kali small quizzes (soal dan jawaban dalam Google Forms), 30% dari penilaian group discussion-role play pitching, 10% lainnya dari keaktifan mereka di kelas.
Nah, kalau untuk digital marketing project ini sudah saya lakukan dalam tiga tahun terakhir, dimana tahun lalupun juga saya lakukan dan berjalan cukup seru! Ceritanya bisa disimak disini dan disini. Untuk semester ini, kelima team dalam satu kelas sudah diharuskan memilih satu brand untuk digarap, selang 1 minggu setelah saya lempar brief awal tentang UAS project ini. Dan meskipun mereka mengalami sedikit kesulitan dalam mencari, mendekati, dan menyatakan maksud dan tujuannya, as a learning digital agency, mereka masing-masing berhasil menemukan satu brand, yang kebanyakan UMKM dengan target audience dan target market anak-anak muda, untuk dibedah strategi komunikasinya di dunia digital, untuk dilakukan audit. Apakah yang mereka sudah lakukan itu sudah tepat dilihat dari kacamata target audience sebenarnya. Jika kurang tepat, artinya mereka menemukan permasalahan, mereka pun harus mencari solusi dari permasalahan tersebut. Seperti sebelumnya di sesi pitching role play, mereka akan menerima brief dari client mereka, berdiskusi-mewawancarai untuk menentukan problem apa yang bisa mereka bantu, tentunya dalam konteks komunikasi dengan menggunakan digital platforms, apapun itu.
Berikut kelima kelompok dari kelas Senin:





Dan berikut adalah salah satu team digital agency dari kelas Selasa:

Saya sendiri merasakan keseruan dalam memberikan feedback sekaligus menilai progress mingguan yang mereka kirimkan secara kontinyu lewat e-mail. Pun demikian, jika masih ada sisa waktu selepas saya membagikan materi, saya memberikan kesempatan ke kelompok digital agency yang mau berbagi progress, atau work in progress, istilahnya di kelas. Saya menagkap ada perasaan bangga di diri mereka, saat mereka dengan kelompoknya masing-masing mempresentasikan progress yang sudah mereka buat dengan brand yang diteliti, dengan penuh percaya diri. Ah, anak-anak ini memang keren pisan! Output dari UAS project ini adalah business proposal/deck, yang hopefuly bisa mendatangkan dampak nyata untuk brand yang diteliti.
Ingin tahu kelanjutannya? Simak di tulisan ketiga ya! 🙂
6 Comments Add yours