Di tulisan ketiga dari serial blog post Collaboration-Creativity-Communication di Perusahaan Consumer Goods ini, akan membahas khusus tentang pemasaran digital. Suatu bentuk pemasaran yang menggunakan media digital sebagai wadah pengelola merek menyampaikan pesannya kepada audience, dan audience punya power untuk memilih mendengarkan atau tidak, dan memilih memberikan umpan balik atas pesan yang diterima, tanpa ada batasan, tanpa ada tingkatan. Disebut juga dengan egaliter. Namun tentunya, titik berat pemasaran digital bukan terletak di canggihnya digital tools yang dipergunakan, tapi lebih ke bagaimana menciptakan interaksi antara dua pihak tersebut. Salah satu kegiatan utama dalam pemasaran digital adalah penyampaian konten yang dibuat oleh pihak content creator, bisa perorangan, atau merek, dengan subtle atau softly spoken. Kalau tidak mau disebut soft selling, karena langsung kontradiktif dengan hard selling yang straight to the point. Kegiatan ini biasa dikenal juga dengan content marketing, menyampaikan pesan secara halus, dengan cerita.
Jadi kalau ada jargon “a good marketer is a good story teller” tentu ada benarnya. Pesan merek kini di infused ke dalam cerita, dimana audience-nya seolah tidak merasa kalau ia terus menerus menerima pesan dari pengelola merek seiring ia menyimak cerita yang dibuat. Pengelola merek kini suka menggunakan media youtube video untuk menyampaikan pesannya. Audience yang kini semakin visual semakin termanjakan indera penglihatan dan pendengarannya, dengan sajian video cerita. Contoh kegiatan content marketing yang buat saya perfect adalah SORE dari Tropicana Slim, yang dibuat untuk memperkenalkan produk Tropicana Slim Stevia. Web series (cerita seri yang diunggah ke media Youtube Channel) sanggup meraih sukses besar. Bukan saja di penciptaan awareness akan produk Tropicana Slim Stevia di audience/calon konsumen yang baru, anak-anak muda, namun juga penjualan produk Tropicana Slim Stevia ini. Pesan merek yang disampaikan secara subtle adalah: mulai mengambil langkah-langkah untuk hidup sehat sejak di usia muda. Dan itu success story mereka di tahun 2017, dan tahun 2019 mereka kembali membuat hit dengan web series JANJI. Want to know more? 🙂
Dan jika ditilik dari sisi teori, pemasaran digital sendiri menurut Damian Ryan (2009) ada beberapa komponen, diantaranya: website, search engine optimization (SEO), online PR, social networks (social media), email marketing (newsletter), dan customer relationship management (CRM). Berikut ini penjelasan singkat dari masing-masing komponen pemasaran digital:
- Website; center of gravity, tempat dimana semua konten yang dibuat disimpan, dan tempat atau laman dimana semua click through menuju.
- Search Engine Optimization, aktivitas mengoptimasi hasil temuan suatu konten atau sebuah website di halaman pencarian sebuah mesin pencari, hingga ada di halaman pertama di urutan teratas.
- Online PR, kegiatan hubungan masyarakat yang dilakukan oleh pengelola merek lewat produksi konten, dengan menggunakan media digital untuk penyebarannya.
- Social Networks, disebut juga media sosial, istilah yang yang menjelaskan kegiatan pengintegrasian teknologi, interaksi sosial, dan susunan kata-kata, gambar, suara, dan video.
- Email Marketing, sebuah bentuk permission based marketing, yaitu kegiatan penyampaian pesan secara langsung lewat akun email audience, dimana penerima idealnya sudah menyetujui akan menerima pesan dari pengelola merek.
- CRM, atau customer retention management. Usaha menangkap dan membuat keterkaitan dengan konsumen yang sudah ada, dengan mengelola informasi yang diberikannya sebagai bagian dari big data, untuk memberikan pelayanan yang lebih baik dan customized.
Dari sisi pengelola merek di industri FMCG, setidaknya harus punya komponen pemasaran digital nomor 1 dan 4 sebagai basic package. Website berperan sebagai hub, meskipun untuk perusahaan yang baru mengadopsi komunikasi lewat media digital, satelitnya (media pembagi konten) yang baru ada satu, yaitu social networks. Seperti dijelaskan secara singkat di poin-poin komponen, website berperan sebagai hub dan rumah untuk konten-konten yang dibuat oleh perusahaan. Semua konten yang dibagikan di kelima komponen pemasaran digital lainnya seharusnya berasal dari dan bisa diakses di website perusahaan. Klik yang tercipta selalu mengarah pada website. Akhirnya, traffic atau arus masuk ke website secara organik bisa diciptakan.

Jika website yang dimiliki oleh perusahaan hanya corporate website, maka website tersebut cenderung berperan sebagai penyedia informasi apapun tentang perusahaan; visi dan misi, apa yang sudah dilakukan perusahaan di bidang CSR (corporate social responsibility) misalnya, artikel/blog resmi, laporan keuangan tahunan (jika sudah berstatus terbuka), lowongan kerja/karir, kunjungan ke factory, dan lain-lainnya. Dan muatan dari media sosialnya adalah unggahan atau konten dari halaman artikel atau produk di website. Sehingga setelah di-klik tautannya, audience akan dibawa masuk ke halaman produk, halaman informasi, dan lain-lainnya.
Nah, bicara tentang traffic, sekarang saya ajak anda untuk memahami apa itu quality traffic, dimana yang memisahkan quality traffic dengan traffic biasa adalah apa yang dilakukan oleh audience selanjutnya. Untuk mengetahui traffic mana yang punya quality adalah dengan mengukurnya, melacak nya. Misalnya seorang audience melihat unggahan berbayar sebuah merek di media sosial Instagram (dimana ia belum follow atau bahkan mengetahui sebelumnya), dan ia langsung suka dengan unggahannya, karena produk atau layanan yang ditawarkan saat itu sesuai dengan apa yang ia inginkan dan bahkan ia butuhkan. Segera ia beralih ke halaman bio (halaman profil) merek tersebut di Instagram (karena kita tidak bisa klik tautan di unggahan feed), dimana tautan ke website dipasang. Setelah klik dan ia masuk ke landing page (bisa halaman yang didesain khusus untuk dilihat pertama kali setelah masuk, dan bisa halaman lainnya yang didesain untuk dituju), ada kemungkinan ia akan mencari informasi akan produk dan layanan yang ia butuhkan.

Letak perbedaanya adalah, jika website tersebut bisa melayani pembelian langsung secara online. Atau dengan kata lain, perusahaan tersebut sudah punya e-commerce website sendiri. Traffic yang masuk bisa langsung di-convert menjadi akuisisi, namun sebelumnya audience, kini disebut visitor yang melihat unggahan berbayar tersebut bisa mendaftarkan diri dulu, alias sign up untuk menjadi member. Untuk proses sign up sendiri ada satu step yang penting untuk di-highlight, yaitu saat visitor memilih untuk berkenan menerima pesan-pesan dari pengelola website, dengan cara tick pilihan bersedia. Ini yang dinamakan permission based marketing, dimana pengelola website hanya bisa mengirimkan update (promo, produk/layanan baru, dsb) jika dan hanya jika visitor bersedia. Dan sebaliknya, pengelola website secara etis tidak diperkenankan memaksakan pesannya ke visitor/member yang memilih untuk tidak menerima update apapun. Dan penjelasan ini terkait dengan komponen pemasaran digital nomor lima, yaitu email marketing/newsletter. Quality traffic tentunya tidak berhenti di aktivitas browsing visitor di laman website yang dituju, namun visitor melakukan lebih, yaitu sign up menjadi member website (mendaftarkan nama, tanggal/bulan lahir, alamat email, dan data-data lainnya), dan lebih jauh visitor melakukan purchase atau acquisition, kalau dilihat dari sisi pengelola website. Dan satu hal, proses dimana audience terpapar pesan, suka karena dirinya relate dengan isi pesan, klik tautan yang dibawa pesan dan masuk ke halaman e-commerce website, memesan produk/layanan yang diinginkan, dan menyelesaikan transaksi, hingga memilih metode pengiriman pesanan (regular, same day, atau express) terjadi di satu layar yang sama.

Kalau dilihat dari penjabaran saya diatas, tujuan aktivitas pemasaran digital dibagi menjadi tiga bagian; leads/awareness creation, engagement creation, dan purchase/acquisition. Pengelola merek bisa melakukan salah satu, salah dua, atau ketiga-tiganya secara langsung. Untuk produk baru, biasanya yang dilakukan adalah leads/awareness creation saja, lewat owned maupun paid channels. Tujuannya memang hanya membuat yang belum tahu menjadi tahu (awareness), dan tertarik untuk membeli (leads creation). Kalau tujuan aktivitas pemasaran digital lainnya adalah engagement creation, pengelola merek bisa meminta audience untuk melakukan sesuatu yang relate ke produk atau layanan. Misalnya, mengunduh suatu file untuk dipasang di avatar akun media sosial mereka, mengunduh konten yang bisa dipakai untuk unggahan mereka di media sosial, dan lain-lain. Sehingga, jika tujuannya adalah acquisition, maka pengelola merek mengundang visitor untuk mendaftar sebagai member (sign up) dan membeli (purchase). Lebih jauh lagi, pengelola merek yang juga pengelola website memberikan perlakuan khusus agar visitor (customer) mau datang lagi, membeli lagi, dan membagikan pengalamannya di media sosial (evangelist).

Lalu, bagaimana dengan pemasaran digital yang dilakukan oleh Campina Ice Cream, perusahaan yang tanggal 22 Juli yang lalu genap berusia 47 tahun, ditilik dari tiga kacamata; collaboration-creativity-communication? Kita lanjutkan di unggahan blog Collaboration-Creativity-Communication di Perusahaan Consumer Goods (Pemasaran Digital-Bagian 2). Terima kasih sudah berkenan membaca! 🙂
Referensi:
- Ryan, D and Calvin Jones (2009) Digital Marketing : Marketing Strategies for Engaging Digital Generation (London, Kogan Page Limited).
2 Comments Add yours