Collaboration-Creativity-Communication di Perusahaan Consumer Goods (Logistik)

Saat berkunjung ke salah satu meseum, yang sayangnya saya lupa museum apa dan lokasinya dimana, ada diorama yang menggambarkan barisan tentara dengan mesin-mesin perang dan truk pengangkut tengah menuju suatu lokasi. Mungkin medan perang baru. Tertulis begini; “Logistik memang tidak bisa memenangkan perang, tapi tanpa logistik perang tidak bisa dimenangkan.” Saya tidak bisa membayangkan jika sejumlah pasukan yang tengah bertempur, entah mempertahankan suatu wilayah atau hendak merebut suatu wilayah, tidak didukung oleh tim logistik yang mumpuni. Yang terus memasok senjata, bahan peledak, peluru, obat-obatan,  air, bahan makanan, dan semua hal untuk menunjang kemenangan perang tersebut. Prajurit yang lelah bertempur berhari-hari harus mendapatkan dukungan yang luar biasa, baik secara psikis maupun fisik.

Dari gambar diatas, logistik menjadi hal yang sangat mendasar untuk semuanya, termasuk di bisnis di masa kini.  Termasuk di dalamnya industri consumer goods. Memang kalau dipandang sekilas, logistik (dan ditambah lagi dengan partner-nya, distribusi) sebatas memindahkan produk dari pabrik ke gudang-gudang kantor cabang, kemudian dari gudang-gudang kantor cabang tersebut, produk mengalir ke pedagang perantara (pedagang grosir dan pedagang besar), sebelum dibawa ke pedagang pengecer, hingga nantinya sampai di tangan konsumen. Dari sisi gudang pun, divisi logistik punya peran besar. Menjaga stok produk yang masuk pertama, keluar lebih dahulu. Hal ini dikenal dengan istilah FIFO-first in first out. mengapa harus demikian? Agar tidak terjadi produk tersimpan terlalu lama, hingga kadaluarsa di gudang sendiri.  Pun demikian juga dengan menjaga produk yang masuk jumlahnya seimbang dengan nanti pada saat keluar, artinya tidak ada produk yang hilang. Dan, yang terpenting, menjaga kualitas produk apapun yang disimpan dalam gudang tetap dalam kondisi terbaik. Bottom line, kemungkinan produk hilang atau produk rusak dalam penyimpanan maupun saat dalam transportasi dari titik A ke titik B selalu ada, namun tim logistik dan distribusi bertugas untuk meminimalisir hal tersebut.

Bila kita mengacu pada pola distribusi produk di industri consumer goods diatas, ada empat macam pola distribusi dimana semakin ke kanan semakin banyak pihak yang terlibat, demikian juga semakin banyak biaya dan sumber daya lainnya yang dibutuhkan. Untuk saluran distribusi level 3, dari produsen cukup mengirimkan produk ke wholesaler (pedagang grosir), dan pedagang grosir yang akan mengirimkan produk ke saluran selanjutnya, yaitu ke pedagang-pedagang besar (atau sebaliknya, pedagang besar yang mengambil ke pedagang grosir), demikian seterusnya hingga sampai ke tangan konsumen. Biasanya, tipe distribusi ini berlaku untuk dry groceries, alias produk makanan kering, yang tidak perlu treatment khusus karena tidak sensitif terhadap suhu. Disimpan dalam kemasan karton, dan bisa ditumpuk di semua tempat. Misalnya: biskuit, sirup, snack, susu bubuk, dan lain-lain. Jika berbicara tentang harga, tentunya harga yang diberikan oleh produsen ke pedagang grosir ke pengecer sangat berbeda. Perbedaan harga di situ mengcover biaya-biaya yang timbul, misalnya biaya gudang, biaya tenaga kerja, dan biaya transportasi.

Nah, beralih langsung ke level 0 (agar terasa perbedaan ekstrimnya), produk dikirimkan langsung ke pengguna akhir (end consumer). Artinya rantai distribusi cukup melibatkan dua pihak saja, yaitu produsen dan konsumen. Hal ini  dipakai oleh produsen consumer goods yang menjalankan bisnis dengan sistem layanan pesan antar. Kita akan bahas lebih dalam di paragraf-paragraf selanjutnya tentang pola distribusi level 0 ini. Jika beralih ke level 1, ada satu lagi pihak yang terlibat, yaitu pengecer (retailer). Produsen mengirimkan produk ke pengecer, sebagai satu-satunya perantara sebelum produk langsung dibeli konsumen. Untuk modern market, banyak mengacu pada tipe distribusi level 1 ini. Retailer masing-masing key account (jaringan toko modern dengan kebijakan terpusat) pun sudah melengkapi diri dengan pergudangan di beberapa  titik, lengkap dengan armada distribusi yang siap mengantar produk ke masing-masing toko di jejaringnya. Sebut saja Indomaret, yang punya gudang distribusi (distribution center) di banyak kota di dalam dan luar Pulau Jawa, dimana armada distribusi kita lihat sering mengirimkan produk dalam kotak-kotak langsung ke gerai-gerai Indomaret. Produk consumer goods yang tidak terlalu sensitif dengan suhu, misalnya: susu UHT, susu kental manis, susu bayi dalam kemasan, dan mie instan, yang tergolong dalam kategori barang non kirim langsung (Non BKL), dikirimkan langsung ke gudang-gudang distribution center/DC.  Alasannya, untuk mengirimkan langsung ke masing-masing gerai akan membutuhkan resources yang lebih besar. Bayangkan bila masing-masing produsen consumer goods mengelola armada distribusi di setiap daerah, pasti biaya yang timbul juga akan sangat besar. Mengirimkan produk dari gudang-gudang pabrik ke gudang DC tentunya lebih ekonomis.

Bagaimana dengan produk es krim? Es krim yang sangat sensitif terhadap suhu distribusinya menggunakan level 0 dan 1. Penjelasannya sebagai berikut:

  • Level 0:
    • Produsen mengirimkan langsung produk dari gudang-gudangnya di kantor-kantor cabangnya masing-masing ke konsumen lewat layanan pesan antar yang dikelola sendiri, ataupun lewat jasa pihak ketiga, driver layanan e-hailing yang sudah bekerjasama (GO-JEK atau GRAB).
    • Rantai pasokan yang akrab disebut cold chain sangat pendek, dari tangan pertama ke tangan kedua. Karenanya, tidak diperlukan banyak sumber daya dan aset. Cukup armada pengiriman, yaitu sepeda motor, agar lebih mobile dan lincah, apalagi pengiriman dilakukan di kota-kota besar.
  • Level 1:  
    • Produsen mengirimkan langsung es krim ke masing-masing toko di channel-channel penjualan yang ada, modern markettraditional marketspecialty storeagent, dimana aset freezer dari produsen sudah terpasang.
    • Di area sekitar dan dalam freezer, produsen bisa melakukan aktivitas branding, dengan memasang POS (point of sales) materials (material promo; sticker, wobbler, price list board/papan harga, dan inner display). Tujuannya agar tampilan freezer menjadi menarik, mengundang pengunjung toko untuk mampir dan melongok ke dalam freezer.
Aset freezer Campina, Indomaret Lenteng Agung-Jaksel
    • Karena ada penitipan aset freezer di dalam toko, artinya ada biaya listrik dan biaya sewa tempat dari kantor pusat key account yang sudah disepakati bersama di awal-awal tahun, sejak perjanjian jual beli tahunan (trading term) ditandatangani. Ini biaya yang tidak terhindarkan apabila menjual produk di toko-toko ritel modern.
Aset freezer Campina, Indomaret Lenteng Agung-Jaksel
    • Biaya logistik dan distribusi lainnya tentunya muncul dari aktivitas pengiriman produk sesuai surat pesanan (purchase order) ke toko, dengan mobil berpendingin untuk menjaga kualitas dan kesegaran produk.
Campina Delivery Van-Hula Hula branded
    • Sebelum tahun 2012, alat pendingin portable yang dipasang di delivery van ini mengambil tenaga dari mesin diesel. Akibatnya, selama proses pengiriman, mesin tidak boleh dimatikan, atau akibatnya es krim akan mencair. Kini, alat pendingin portable menggunakan daya ‘baterai’ yang dapat diisi ulang seperti halnya baterai smartphone. Dengan adanya teknologi ini, biaya BBM Dexlite (solar) lebih bisa ditekan, dan karenanya lebih ramah lingkungan.
    • Es krim masuk ke tipe barang kirim langsung (BKL), artinya produsen tidak perlu mengirimkan produknya ke gudang distribution center (DC), melainkan langsung ke toko, langsung ke freezer-freezer yang sudah dipasang.
    • Sangat berat dan merepotkan untuk key account seperti Indomaret dan sejenisnya membuka jalur distribusi produk untuk kategori perishable-dairy frozen (produk makanan beku berbahan dasar susu) di DC-nya, karena mereka harus membangun fasilitas gudang berpendingin, dan tentunya armada dengan sistem pendingin. Too costly! Dan kalaupun dibebankan biayanya ke supplier, supplier pasti akan memilih untuk mengirimkannya sendiri. Disamping karena beban biaya yang lebih besar, perihal kirim mengirim produk makanan beku ini sudah menjadi specialty si supplier.
    • Untuk traditional trade maupun specialty store tanpa kebijakan terpusat (non-key account) cenderung lebih sederhana pola bisnisnya. Tidak ada perjanjian jual beli khusus (trading term), sewa space dan sewa listrik untuk freezer, dan biaya-biaya lainnya seperti halnya di modern market.

Gambaran diatas hanya sedikit saja dari pola bisnis es krim di Indonesia. Semua merek es krim, sebagaimana merek-merek produk consumer goods lainnya pasti membutuhkan:

  1. Availability, atau ketersediaan produk yang kontinyu di masing-masing outlet/gerai/toko.
  2. Visibility, atau produk dan touchpoint merek lainnya terlihat jelas oleh konsumen, bahkan dari luar toko.

Karenanya semua merek consumer goods akan berlomba-lomba dalam visibility di masing-masing toko dimana produknya tersedia, bagaimana brand touchpoint terlihat jelas oleh konsumen, bahkan sebelum mereka masuk ke dalam toko. Freezer idealnya terpasang di depan toko, atau di lokasi yang mudah terlihat atau ditemukan konsumen.  Untuk availability punya unsur tambahan, tidak hanya terjaga ketersediaannya, namun juga tertata rapi di rak (khusus untuk produk dry groceries) dan tertata rapi di dalam freezer. Bunga es tipis, body freezer bersih dari sticker apapun, kaca freezer rajin dilap agar senantiasa bersih dan produk terlihat jelas, dan semua informasi yang harus konsumen ketahui (harga produk, promo yang sedang berjalan, produk baru yang baru diluncurkan, consumer promo program yang sedang berjalan) terpampang jelas.

Sekarang, kita akan lebih jauh membahas tentang logistik di perusahaan consumer goods dari sisi Collaboration-Creativity-Communication  dengan point Tipe Distribusi Level 0, alias fokus ke layanan pesan antar yang sudah dibahas di unggahan sebelumnya.

Perusahaan consumer goods yang fokus di kategori frozen dairy food (makanan beku berbahan dasar susu) seperti Campina akan sangat senang kalau tipe distribusi di salah satu channel yang berkembang pesat menggunakan level 0, alias hanya ada produsen dan konsumen saja. Dengan hanya menggunakan pola distribusi yang paling sederhana ini, konsumen berinteraksi langsung dengan merek, meskipun lewat suara call center agent, lewat laman e-commerce website , lewat aplikasi yang memungkinkan konsumen memesan es krim dan ice cream cake dari manapun dan kapanpun. Tidak ada perantara lainnya, artinya harga yang ditetapkan adalah harga produsen. Tidak ada lagi penambahan harga jika melewati pedagang grosir, pedagang besar, dan pedagang ritel. Dengan kata lain, margin cukup besar untuk perusahaan ambil.

Pun demikian juga dengan aset. Pola distribusi level 0 tidak perlu aset yang ditanam di toko, artinya berkurang pula biaya pembelian aset, demikian juga biaya yang mengikutinya; biaya sewa lahan dan biaya listrik untuk freezer. Tidak diperlukan pula armada distribusi delivery van khusus dengan alat pendingin. Dan akhirnya, berkurang pula peran manusia yang terlibat, karena tidak diperlukan nya peran salesman, merchandiser, sopir dan asisten sopir. Sekali lagi, karena biaya relatif rendah, margin untuk penjualan tiap item produk di layanan pesan antar relatif tebal. Biaya yang timbul dari layanan ini hanya: upah delivery man untuk tiap titik antar, biaya packing (dry ice, dan perlengkapan packing lainnya). Biaya packing pasti akan selalu ada, namun biaya dedicated delivery man bisa diganti dengan delivery man on demand, yaitu driver GO-JEK atau GRAB, yang datang ke kantor perwakilan saat ada pesanan datang. Tim logistik tinggal packing sedemikian rupa pesanan pelanggan tersebut, dan driver tinggal ambil saja. Biaya kirim lewat layanan e-hailing akan ditanggung oleh konsumen, yang dihitung berdasarkan jarak per kilometer, dan dibayar langsung ke perusahaan dengan sistem transfer antar bank atau cara pembayaran lainnya.

Driver perusahaan e-hailing pun bisa datang ke kantor perwakilan dengan dua macam cara:

  1. Dipanggil oleh tim call center, artinya driver di-assign atau dipanggil untuk datang mengambil pesanan di kantor perwakilan tertentu.
  2. Ditentukan oleh konsumen sendiri, dimana konsumen bisa langsung memilih opsi pengiriman instant delivery (satu jam sampai-tergantung jarak), yang disediakan oleh perusahaan yang mengelola e-commerce website, yang sudah bekerjasama dengan layanan perusahaan e-hailing (GO-SEND atau GRAB Express).

Itu tadi pembahasan tentang kolaborasi dan kreativitas dalam menjual es krim dan ice cream cake dari sisi logistik. Untuk komunikasi, kemudahan untuk mendapatkan produk es krim dan ice cream cake Campina, yang dimulai dari pencarian informasi, menemukan e-commerce website untuk melihat produk sekaligus melakukan transaksi pembayaran dengan berbagai pilihan metode pembayaran, hingga produk yang diinginkan sampai di tangan, harus dikomunikasikan dengan baik. Jika kemudahan ini adalah suatu manfaat, maka disamping keuntungan yang hanya bisa konsumen dapatkan dari satu perusahaan saja (competitive advantage), wajib diketahui oleh orang banyak. Sehingga aktivitas peningkatan awareness menjadi hal krusial yang harus terus menerus dilakukan. Kenapa? Kembali ke prinsip, bisnis hanya bisa tumbuh kalau ada pelanggan baru. New customers must keep on coming!

Selain menyampaikan kebaikan, di perihal komunikasi perusahaan juga harus bisa menangkap semua informasi terkait merek, layanan, dan produknya dengan baik. Kita semua beruntung kita berada di zaman yang serba digital, dimana keluhan konsumen tidak perlu dituliskan di sepucuk surat dan dikirimkan ke kotak pos, atau tidak perlu lagi naik ke suara pembaca sebuah koran nasional. Konsumen tinggal ‘colek’ merek yang ia ingin ajak ngobrol, lewat media sosial atau contact point lainnya. Pengelola merek harus sepenuhnya menyadari bahwa mereka tidak lagi bisa bersembunyi dari pelanggan. Egaliter, dan transparansi membuat proses bisnis harus berjalan dengan jujur dan terbuka. Sekali terjadi hal negatif, maka beritanya bisa dengan cepat menyebar. Pesan dari pelanggan harus bisa dikelola dengan baik, dan dipilih mana yang masuk kategori urgent, semi urgent, atau non-urgent (keluhan dari level biasa hingga yang luar biasa).

Sebagai penutup, kita akan bicara tentang competitiveness, tentang bagaimana peran logistik ini bisa meningkatkan daya saing perusahaan di era digital ini? Kita akan lihat dari sisi internal dan eksternal.

Internal:

  • Kualitas-ketersediaan (availability)-keterlihatan (visibility) adalah segalanya.
  • Mau beriklan secara massive, pakai jargon selangit, pakai youtuber dan selebgram papan atas buat memperluas jangkauan tapi kalau kualitas produk di freezer tidak bagus, tatanan produk tidak rapi, produk yang laku di lokasi sekitar toko sering kosong, maka semua hal tersebut percuma.
  • Pengelolaan cold chain dalam rantai pasokan yang prima bisa menjaga kepercayaan pelanggan terhadap produk dan merek yang kita kelola dan cintai bersama.
  • Untuk pola distribusi level 0, jika pertumbuhan penjualan sudah tinggi akibat lebih banyak orang yang mengetahui keberadaan layanan pesan antar yang sanggup mengantarkan pesanan es krim dan ice cream cake tanpa khawatir cair, maka biaya distribusi bisa dipangkas sedemikian rupa, khususnya di layanan pesan antar.
  • Dan jika perusahaan bisa fokus di layanan pesan antar, maka besaran capital expenditure (capex) untuk membeli aset freezer akan jauh berkurang, dan demikian juga dengan biaya lain yang mengikuti.
  • Dengan berkurangnya aset freezer, maka yang harus dilakukan selanjutnya adalah membuka sebanyak mungkin kantor-kantor cabang kecil, yang terletak di tengah kota-dekat dengan perkantoran dan pemukiman/perumahan.
  • Hal ini akan mempermudah dan memperpendek jarak pengiriman lewat layanan pesan antar, baik oleh armada yang dikelola perusahaan sendiri, maupun armada on demand dari pihak luar. Benchmark: gerai-gerai PHD & Dominos Pizza.
  • Critical point-nya adalah meningkatkan awareness secara terus menerus akan keberadaan dan manfaat dari channel layanan pesan antar ini, demikian juga dengan repetitive buying dari konsumen yang sudah pernah belanja sebelumnya.
  • Kepuasan pelanggan yang sudah pernah berbelanja pun harus dikelola dengan baik, karena positive share of voice ini dapat menimbulkan trust buat calon konsumen yang hendak belanja Campina (the power of review and testimonials)

Eksternal:

  • Setelah poin-poin diatas dapat dipenuhi/diwujudkan, maka dibandingkan perusahaan es krim lainnya, perusahaan tersebut akan punya competitive advantage, ini sesuatu hal yang luar biasa.
  • Competitive advantage ini yang membedakan kemampuan perusahaan melayani kebutuhan serta keinginan pelanggan:
    • Kapan es krim dan/ice cream cake akan dikirim?
    • Dikirim kemana? Ke kantor atau ke rumah? Atau lokasi lain sesuai permintaan konsumen?
    • Pesan lewat channel komunikasi online/offline? (mobile apps, owned e-commerce site, other external e-commerce sites, e-hailing with food ordering services, telepon/SMS/Whatsapp call center agent, dll)
    • Dengan metode pembayaran apa? (transfer bank, kartu kredit, e-moneye-wallet, offline payment, dll)
    • Dikirimkan dengan metode pengiriman apa? Next day or more delivery atau instant delivery?
  • Kemampuan perusahaan untuk cut logistic dan distribution cost dengan menggunakan pola distribusi level (internal factor), akan dibarengi dengan kemampuan perusahaan untuk lincah berkolaborasi dengan layanan-layanan di luar sana, yang mampu mempermudah perusahaan melayani kebutuhan dan keinginan pelanggan (external factor).

Sekian bahasan tentang logistik di serial blog Collaboration-Creativity-Communication di Perusahaan Consumer Goods, di bagian kedua. Kita lanjutkan lagi ke bagian ketiga, tentang pemasaran digital. Terima kasih!

One Comment Add yours

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s