Baiklah, poin pertama yang saya bahas di serial blog ini adalah layanan pesan antar (home delivery). Let’s start with the question: “Mengapa konsumen kini cenderung suka dengan layanan pesan antar?”
- Apakah karena mereka tidak perlu repot-repot keluar rumah/kantor? Karena lebih praktis?
- Apakah karena perusahaan yang membuka layanan pesan antar memberikan extra value dibandingkan yang datang langsung ke tempat (dine in)? Ini bisa diartikan harga yang lebih murah, lebih banyak promo, dll/
- Apakah karena sifat produk sendiri yang sangat perishable (mudah rusak, sensitif ke suhu)?
Di perusahaan tempat saya bekerja, bisnis layanan pesan antar ini ada sejak tahun 2006, diprakarsai dan dirancang oleh teman seangkatan saya, David Nurman Hakim. Jadi, rekan saya David ini banyak memperoleh pengalaman saat dia bekerja di salah satu merek restoran makanan cepat saji. Dia belajar banyak, sampai diikutkan training oleh perusahaannya saat itu ke Singapura. Di circa tahun 2005 itu, saya melihat rekan saya ini sudah keren banget. Masih muda tapi pengalamannya sudah cukup banyak. Dan kehadiran layanan pesan antar ini ada karena adanya produk ice cream cake. Salah satu produk premium yang dimiliki oleh Campina, yang kerap disebut juga dengan tart es krim. Ice cream cake ini adalah perpaduan dua atau lebih rasa es krim, yang dibuat seperti lapisan dengan selai atau slice roti tipis diantaranya. Kemudian setelah membeku sempurna, diberikan hiasan di luar.

Buat produsen es krim yang memproduksi varian ini, tentu saja akan menangguk keuntungan cukup besar. Sebab, es krim dengan volume, 1,4 liter atau 2,4 liter dijual seharga ratusan ribu rupiah. Bandingkan saja dengan harga yang diperuntukkan ke es krim kemasan tubs/take home/pint volume 700ml. Mungkin saat tulisan ini dibuat sudah dijual rata-rata Rp30.000,-/pc. Bisa dibandingkan kan, value-nya untuk perusahaan? Namun bagaimanapun juga produk premium yang dibuat dengan bahan-bahan terbaik memang harus dihargai lebih tinggi agar kesan premiumnya tetap ada, bukan produk pasaran apalagi produk komoditi. Ice cream cake dihargai tiga ratus ribu rupiah sebuah harga yang cukup tinggi untuk ukuran rata-rata orang Indonesia, jika hanya dihabiskan untuk es krim saja. Dan nature konsumen pesan ice cream cake ini bukan untuk dikonsumsi sendiri, namun untuk dijadikan hadiah, bingkisan, parcel untuk orang lain. Occasion-nya adalah untuk merayakan momen-momen istimewa; ulang tahun, promosi jabatan di pekerjaan, dan hari-hari istimewa lainnya.
Jika untuk merayakan sesuatu, artinya bisnis layanan pesan antar ini adalah bisnis moment. Jangan sampai pesanan dihantarkan setelah momen lewat, maknanya sudah berubah. Dan sekali lagi, karena bisnis layanan pesan antar ini tentang momen, maka sekali harus menjaga ekspektasi si pemesan. Bayangkan kalau ada seorang ibu yang menghubungi call center, memesan ice cream cake untuk ulang tahun anaknya. Yang ada di benaknya saat itu adalah pikiran-pikiran bahagia. Ia sudah membayangkan bagaimana mimik muka sang anak dan teman-temannya saat mengetahui bahwa yang disajikan untuk pesta ulang tahun ini bukan cake atau kue tart biasa, tapi tart yang terbuat dari es krim! Team layanan pesan antar harus pandai-pandai menangkap momen ini. Jangan sampai terlewat, misalnya pesta dimulai di hari Minggu pukul 15.00 WIB, namun ice cream cake yang dinanti-nanti baru datang pukul 16.00 WIB, disaat pesta sudah hampir selesai, tidak ada acara tiup lilin dan potong kue. Sedihnya bukan main!

Ekspektasi dan pikiran bahagia konsumen harus dijaga, tidak peduli ia hanya pesan untuk dimakan bersama-sama dengan teman-temannya, atau untuk merayakan momen khusus yang sangat istimewa. Pikiran dan perasaan bahagia saat menghubungi call center layanan pesan antar, dan bahagia saat menerima pesanannya, yang dihantarkan oleh delivery man dengan sangat ramah, dan pesanannya pun sampai dalam kondisi fresh dan tepat waktu. A perfection! Produk ice cream cake ini pun tidak dijual bebas. Hanya disediakan untuk dipesan dan dikirim via layanan pesan antar? Kenapa demikian? Karena terkait dengan ekspektasi dan harga yang tinggi tadi.
Bayangkan saja bisa produk ice cream cake dijual di supermarket/hypermarket dengan harga ratusan ribu, dibeli dan kemudian dibawa pulang ke rumah tanpa adanya dry ice atau cool pad untuk menjaganya tetap dalam kualitas terbaiknya, yang disimpan dalam kemasan khusus yang terbuat dari bahan styrofoam. Di perjalanan yang lama karena jarak toko ke rumah yang jauh (dan bisa terhambat kemacetan juga), perlahan ice cream cake-nya mencair, mulai dari hiasan di bagian luarnya dulu. Sekali lagi, bisa dibayangkan kekecewaan pelanggan yang sudah menghabiskan ratusan ribu Rupiah untuk membeli ice cream cake ini, setelah melihat ice cream cake-nya sudah tidak secantik saat dibeli beberapa jam yang lalu. Lain hanya dengan es krim yang tidak perlu sisi presentasi begitu dibuka kemasannya. Ice cream cake masih punya nilai presentasi. Ada kesan ‘wow’ saat kemasan dibuka dan hendak dipotong untuk pertama kalinya. So, home delivery is all about moment and keeping the expectation.
Perkembangan bisnis layanan pesan antar sebenarnya cukup lambat di awal-awal masa berdiri. Memang pada saat itu, perusahan sudah cukup fokus. Sudah punya armada delivery man, call center agent, petugas administrasi, seorang koordinator yang memegang urusan pengembangan bisnis tersebut, dan sudah punya nomor khusus untuk dihubungi konsumen. Namun pertumbuhannya sangat lambat. Saya mencoba meneliti saat itu, kenapa bisnis yang punya masa depan cerah ini menunjukkan performa yang dibawah ekspektasi? Dan hipotesis saya saat itu adalah karena kurangnya pengguna baru yang datang. Alias low in awareness, belum banyak yang tahu kalau Campina menyediakan ice cream cake (dan produk bulk 5 liter), punya layanan pesan antar di kota-kota besar di Pulau Jawa dan luar Pulau Jawa, dan sudah berpengalaman di bidang ini sejak tahun 2006. Memang sudah ada pelanggan lama yang ada, yang pernah memesan sebelumnya. Pelanggan setia ini tetap harus dikelola dengan baik bagaimanapun juga. Namun tanpa adanya calon pelanggan baru yang datang, bisnis tidak akan dapat tumbuh. Akan cenderung jalan di tempat saja, dari tahun ke tahun.
Keadaan ini terus menerus terjadi sampai tahun 2013. Bayangkan, dari tahun 2006 sampai tahun 2012, tidak ada hal yang baru, hanya melakukan hal-hal yang sama secara rutin saja. Mengapa kok di tahun 2013 bisa ada perubahan? Mari kita coba bedah satu per satu.
Communication:
Kondisi mulai berubah saat divisi Marketing Communication (Marcomm) menghubungkan lini bisnis ini dengan digital media, secara in house dan organic. In house maksudnya dikelola oleh internal perusahaan sendiri, dan organic artinya belum diperkuat dengan iklan atau usaha berbayar lainnya di media digital. Ternyata usaha ini perlahan menunjukkan hasil. Mulai dari banyaknya penelepon yang menyatakan tahu nomor telepon call center Campina dari hasil pencarian Google, dan dari unggahan-unggahan Campina di media sosial. Memang dari pertengahan tahun 2012, team Marcomm rajin membuat dan mengunggah konten, berupa tulisan/artikel di blog, unggahan foto plus caption di media sosial, dan beberapa hal lainnya. Google mengindeks kata-kata kunci relevan di artikel-artikel blog resmi Campina, yang membawa calon konsumen langsung ke nomor call center, yang memang selalu dicantumkan dalam tiap unggahan blog dan sesekali di unggahan media sosial.
Dan semua ini mencapai puncaknya saat diumumkannya rencana kalau Campina meluncurkan e-commerce website sendiri, yang dihadirkan untuk mempermudah konsumen mendapatkan produk kita dimanapun juga, untuk dikirimkan ke kota-kota besar di Pulau Jawa. Contoh ekstrimnya, seorang mahasiswa yang sedang kuliah di luar negeri bisa memesan ice cream cake untuk dikirimkan ke rumahnya di Surabaya, untuk merayakan hari ulang tahun ibundanya. Semakin mudah buat tim Marcomm Campina membuat konten, karena kini mereka punya rumah untuk segala konten. Backlink dibuat untuk langsung mengacu ke e-commerce website tersebut, memungkinkan konsumen terpapar pesan, tertarik, masuk ke e-commerce website, browsing konten di dalam halaman-halaman web, menemukan pilihannya, mengkonfirmasi pesanan dan alamat kirim, dan melakukan pembayaran di satu layar smartphone/PC mereka.
Dan berangkat dari pemikiran owned media-paid media-earned media di bagian pembuka serial blog ini, Campina pun mengambil langkah untuk menginvestasikan sebagian budget marketing-nya untuk kegiatan paid media. Mulai dari beriklan di Google Adwords, beriklan di Google Display Network, dan beriklan di platform media sosial, untuk mendapatkan reach dan impression lebih banyak. Dari aktivitas ini, lebih banyak pengguna media sosial dan internet pada umumnya yang tahu tentang keberadaan merek, produk, dan layanan dari Campina yang terhubung dengan lini bisnis layanan pesan antar.
Collaboration:
Kalau bisa berkolaborasi dengan pihak yang bisa menyediakan jasanya, mengapa kita harus repot-repot menyediakannya sendiri. Mungkin demikian kira-kira dasar pemikirannya. Jadi mulailah dilakukan kolaborasi dengan penyedia layanan e-hailing terkemuka di Indonesia, GO-JEK dan GRAB dalam hal penyediaan makanan untuk dipesan secara online dan dihantarkan lewat fleet mereka sendiri dalam waktu 1-2 jam saja.

Kolaborasi pun juga dilakukan dengan perusahaan e-commerce terkemuka di Indonesia; Lazada, Tokopedia, Shopee, JD.id, klikIndomaret, Alfacart, dan Blibli.com, yang menumbuhkan kerjasama yang saling menguntungkan. Dari sisi perusahaan e-commerce, mereka happy punya kategori produk yang luas dan dalam, dimana konsumen mereka bisa memesan produk es krim dan ice cream cake untuk dikirimkan ke rumah/kantor mereka. Dari sisi Campina, pastinya menguntungkan juga selain dari sisi penjualan. Lewat program komunikasi perusahaan e-commerce tersebut, lewat woro-woro mereka di media sosialnya, katalog-email marketing, para pengguna e-commerce tersebut, jadi tahu tentang merek Campina Ice Cream yang menyediakan layanan pesan antar es krim dan ice cream cake tanpa rasa khawatir cair dalam perjalanan. Sama-sama menguntungkan.

Creativity:
Masuk di dunia digital, terutama di dunia e-commerce ini buat saya seperti masuk ke hutan belantara baru, yang belum pernah dijamah orang sebelumnya. Banyak ketidaktahuan, banyak keraguan apakah kegiatan yang akan dan sedang kami lakukan ini akan berhasil atau tidak, sebab belum ada pengalaman sebelumnya. Pengalaman atau success story yang layak untuk dijadikan bench mark. Jadinya banyak aktivitas atau campaign yang bersifat coba-coba, dan terus mencoba hingga menemukan formula yang pas. Just throw everything to the wall, and see which sticks in. Meskipun saat formula yang dirasa pas sudah ditemukan, kemudian sudah tidak sesuai lagi karena tren konsumen di pasar digital sudah berubah. Kita harus selalu mengeluarkan ide-ide baru yang disesuaikan dengan sifat pembelian konsumen ke es krim atau ice cream cake tentunya, yang sebagian besar menyatakan bahwa mereka membeli untuk merayakan sesuatu. Mulai dari yang sesederhana baru saja jadian (pacaran) sampai ulang tahun atau promosi kenaikan jabatan. Think outside the box, but execute inside the box, lebih tepatnya.
Sekian tulisan saya tentang Collaboration-Creativity-Communication di Perusahaan Consumer Goods, edisi Layanan Pesan Antar ini, akan berlanjut ke unggahan selanjutnya, tentang Logistik. Terima kasih sudah berkenan membaca.
3 Comments Add yours