Perjalanan Malang-Ambarawa-Jakarta-Semarang-Malang untuk Lebaran Trip (bagian akhir)

Kembali ke Malang via Semarang. Lebaran H2, 6 Juni 2019.

Bawen-Ambarawa-Salatiga, area bermain favorit kalau lagi jalan-jalan ke Semarang. Perjalanan ‘main-main’ ini sangat tentu saja sangat terbantu dengan adanya tol Trans Jawa seksi Semarang-Salatiga, dari GT Krapyak atau GT Gayamsari dari Semarang hingga sampai ke GT Bawen, misalnya, hanya butuh kurang dari 60 menit saja, plus pemandangan cantik perbukitan dan lembah di kanan dan kiri jalan.

Muka bahagia saya, dan muka sedih Dirta-Deryl

Hari Lebaran ke-2, hari Kamis 6 Juni 2019 kami beranjak dari Bekasi, tepat pukul 09.00 WIB. Biasanya kalau orang pulang kembali ke rumah, ke kampung halamannya, pasti akan merasa senang dan sangat bahagia. Namun hal itu tidak terjadi pada kedua keponakan saya, Deryl dan Dirta,  yang malah masygul dan menangis tersedu-sedu saat mobil kami beranjak keluar dari gerbang rumah Bekasi. “Masih pengen di Jakarta…”, ujar Deryl di tengah-tengah tangisnya. Saya mencoba merasakan apa yang dirasakannya, kenapa ia menangis sedemikian. Ia dan adiknya sangat enjoy dan terkesan dengan Jakarta dan seisinya, lewat tol dalam kota, tol Cikampek dengan konstruksi jalan layang dan jalur MRT layang, tol JORR, tol Becakayu, dan tol lainnya yang saat  jalan-jalan kami. Dan sepertinya, 4 hari jalan-jalan di Jakarta buat mereka terasa demikian singkat.

Jalur contra flow di Tol Cikampek (H2 Lebaran)

Perjalanan kami ke arah Jawa Tengah hari itu tentunya masih dalam masa mudik Lebaran, dan bisa ditebak traffic di sepanjang Tol Cikampek dari Bekasi Timur hingga menjelang eks GT Cikarang Utama padat oleh volume kendaraan. Bisa dibayangkan dong, kalau proyek jalan layang tol dan proyek MRT masih berjalan, menutup 1-2 jalur seperti biasanya, pasti padat berkepanjangan-tak berkesudahan jalur mudik ini. Untungnya mereka menghentikan sementara pengerjaan proyek ini dari H-10 hingga H+10 Lebaran. Setelah eks GT Cikarang Utama, saya lihat traffic cenderung lebih lancar, karena jalur ke arah Jawa Tengah dibagi dua. Jalur utama dan jalur contra flow. Dan beruntung, saya ambil lajur paling kanan di barisan eks gerbang-gerbang tol tersebut, dan langsung mendapatkan jalur lawan arah yang sangat lancar. Sesekali saya menoleh ke lajur utama, yang seringkali terlihat tersendat dan cenderung macet.

Kota Semarang, dan mendadak bertemu kerabat.

Sebenarnya perjalanan cukup lancar, namun seperti biasa, kami sering berhenti di rest area yang ada untuk beristirahat dan sekedar menikmati suasana bersama para pemudik lainnya. Dan kami sempat keluar di GT Pejagan, untuk secara random mencari rumah makan, untuk makan siang yang terlambat. Makan sore lebih tepat sepertinya, karena waktu sudah menunjukkan pukul 16.40 WIB. Namun sayangnya saya lupa mengambil foto lokasi makan kami, Rumah Makan H. Roni, yang terletak di Jalan Lombok, Kemurang Kulon. Rumah makan ini punya menu utama sate, gule, tengkleng, tongseng, dan makanan berbasis daging kambing lainnya. Selain itu, buat mereka yang tidak bisa menyantap daging kambing, masih ada pilihan menu dengan daging ayam, bebek, dan ikan. Dan bisa ditebak, hanya saya yang bisa menyantap menu daging kambing. Jadilah saya pesan tongseng kambing. Pengen yang berkuah, agak pedas kombinasi cabe dan merica. Saya baru merasakan tongseng kambing yang dimasak tidak dengan kuah gulai kambing yang biasa saya makan. Kuahnya plain saja, kalau saya tebak-tebak, cara masaknya hampir sama dengan masak tongseng, hanya saja kuahnya dari air saja yang membantu mengencerkan kentalnya kecap manis yang digunakan bersama dengan potongan daging kambing, tomat merah dan hijau, dan sedikit irisan kol.

Selepas makan sore yang kini bisa dikategorikan sebagai makan malam, kami pun beranjak masuk tol Trans Jawa kembali lewat gerbang tol yang sama, langsung menuju Kota Semarang dengan tujuan salah satu hotel atau penginapan. Namun untuk menemukan penginapan lewat online booking, kami mengalami kesulitan. Hampir semua kamar yang budget-nya ramah di kantong kami, penuh. Termasuk penginapan yang sempat kami tinggal di Ambarawa, seberang Gua Maria Kerep. Wow, begitu banyakkah orang berlibur ke Semarang hingga semua kamar dengan budget menengah penuh? Sebenarnya kami bisa saja go show, alias mendatangi langsung hotel atau penginapan manapun yang masih buka. Alih-alih terus melanjutkan mencari penginapan, ibu saya mengeluarkan ide yang brilian. Saya ingat kalau beliau  pernah bercerita kalau kami punya kerabat dekat dari kakek saya, ayah dari ibu saya di Semarang. Tepatnya di daerah Simongan, tepat di belakang Klenteng Sam Poo Kong. Jadilah, lewat telepon, ibu saya bicara langsung dengan sepupunya, dan mengabarkan kalau kami hendak ke Semarang. Seketika itu, kami ditawarkan untuk mampir dan menginap di rumahnya. Pas! 🙂

Ada satu hal yang sangat saya sayangkan. Kami lupa berfoto bersama sebelum berangkat di keesokan harinya, dan saya pun lupa memfoto rumah tempat kami tinggali. Namun untungnya timeline Google Maps masih menyimpan alamatnya dengan tepat. Rumah Oom Totok, tuan rumah yang sangat baik, kira-kira dua tahun yang lalu selesai direnovasi, terletak di Jalan Gedongsongo Dalam. Hanya 5 menit saja dari Klenteng Sam Poo Kong. Saya pun baru tahu keesokan harinya kalau sebagian dari warga sekitar masih punya hubungan saudara. Kebanyakan sepupu atau tante dari ibu saya, yang datang dari garis keturunan kakek saya. Wah, seru juga punya saudara banyak di Semarang, kota favorit saya nomor dua (setelah Malang, kota kelahiran saya). Matur nuwun, oom Totok dan keluarga yang sudah menyambut kami, menyiapkan menu makan malam dan menu sarapan yang sangat lezat, dan tempat menginap yang sangat nyaman.

Klenteng Sam Poo Kong, Semarang
Klenteng Sam Poo Kong, Semarang
Klenteng Sam Poo Kong, Semarang

Setelah berpamitan, kami serentak menuju ke Klenteng Sam Poo Kong. Tempat ini juga termasuk lokasi yang punya kenangan baik di memori ibu saya. Beliau mengisahkan kurang lebih 60 tahun yang lalu, saat pertama kali masuk ke kompleks klenteng ini, beliau masih digandeng, dan digendong oleh ayahnya, kakek saya. Dan tentunya tempat ibadah umat beragama Kong Hu Cu ini telah berubah banyak. Sudah banyak bangunan bagus di sana sini, termasuk ada area khusus untuk para pedagang makanan, minuman (F&B), dan pakaian. Di salah satu sudut area F&B, ada booth dengan tenda warna kuning dan biru, warna yang sangat akrab dengan saya, selama 14 tahun terakhir ini. Warna khas Campina Ice Cream. Kebetulan juga, salah satu rekan saya, Wendy Hantoro, kepala penjualan di area Semarang dan sekitarnya bisa hadir hari ini di booth penjualan yang buka selama masa libur Lebaran ini, menemui kami semua, dan bagi-bagi es krim gratis. Ah, asiknya!

Klenteng Sam Poo Kong, Semarang

Kota Semarang, masih jadi salah satu kota favorit saya. Tidak pernah bosan rasanya berkunjung ke kota ini, dan kota-kota sekitarnya tentunya. A whole package! Masing-masing kota menawarkan hal yang unik yang tidak dimiliki kota lain. Semarang punya segalanya, Bawen punya kebun kopi Banaran, Ambarawa punya Rawa Pening, Museum Palagan, Museum Kereta Api, sementar Salatiga punya daya tarik tersendiri. Kunjungan kami singkat saja di Kota Semarang ini. Dan selepas mengantarkan ibu saya ke Rumah Makan Selera Bu Fat, di daerah Kerobokan, untuk membeli-bungkus mangut ikan manyung yang khas, kami pun langsung bertolak kembali ke tol Trans Jawa, masuk lewat GT Krapyak. Matur nuwun, Semarang! Sampai ketemu lagi kapan-kapan 🙂

Tol Trans Jawa, exit Bawen

Oh iya, sebelum lanjut pulang ke Malang, kami menyempatkan diri sebentar main ke Ambarawa lagi, karena di kunjungan kami yang pertama saat perjalanan Malang-Jakarta, adik saya tidak ikut, masih harus masuk kerja dan upacara. Jadilah lagi-lagi kami keluar di gerbang tol Bawen kembali, melewati Terminal Bawen, belok kiri dan… Wow, macet! Tidak seperti saat kami temui di tanggal 2 Juni yang lalu yang cenderung sepi-sepi saja. Salah satu spot wisata baru yang dituju oleh sebagian besar wisatawan adalah Eling Bening, a sightseeing tourism spot yang menyuguhkan pemandangan cantik Kota Ambarawa dan Danau Rawa Pening dari atas bukit, dengan perahu naga warna putih yang menjadi signature-nya.

Satu lokasi wisata tujuan utama kami selain Gua Maria Kerep, yang gagal kami kunjungi karena jalan ke lokasi sangat padat, sejak perempatan lampu merah setelah Terminal Bawen. Jadilah kami semua mengantarkan adik saya sekeluarga melihat Gua Maria Kerep, berdoa sejenak disitu, dan menikmati pemandangan indah di taman doa. Saya, bapak, dan ibu saya memutuskan untuk berwisata kuliner saja. Menikmati nasi pecel lauk saren sapi dan ayam, sate ayam, sate keong, dan segarnya es teh manis di Kerep yang cerah cenderung panas di hari itu.  Saren memang tidak pernah salah. Tidak terhitung berapa potong saren sapi dan saren ayam, dan sate keong yang masuk ke perut saya. Hahahahahaha… Next time, Eling Bening, Dusun Semilir, dan Saloka Theme Park wajib masuk bucket list #SemarangTrip dan #AmbarawaTrip saya 🙂

Udah ah, balik ke Malang yuk!

Mulusnya jalanan di Tol Trans Jawa kembali menjadi teman kami. Lancar di sepanjang perjalanan, dengan hampir semua rest area penuh dengan para pemudik yang beristirahat.  Dan setelah tiga kali rehat di rest area Tol Solo -Salatiga, rest area Tol Ngawi-Kertosono, dan rest area Surabaya-Mojokerto, sampailah kami di kota Malang, keluar di GT Singosari, pukul 16.45 WIB. Disambut kemacetan arah masuk kota Malang, sejak dari depan PT. Bentoel hingga lampu merah Blimbing, depan Masjid Sabilillah. Jalur kemacetan yang legendaris saat hendak masuk ke kota Malang.

Ada rasa capek menyembul di sela-sela rasa lega karena sudah diberikan keselamatan di perjalanan bersama keluarga yang sangat menyenangkan. Dan seperti perjalanan-perjalanan lainnya, yang patut dinikmati bukan hanya saat kita sampai di tempat tujuan, namun juga wajib menikmati saat-saat di perjalanan. Apa yang kita temui, apa yang kita rasakan, dan sebagainya. Saya hampir selalu mendapatkan ide baru saat saya menempuh perjalanan panjang. Pemikiran yang kadang tiba-tiba saja muncul di tengah sunyi perjalanan, di belakang kemudi. Perjalanan yang benar-benar panjang, karena besok, hari Minggu tanggal 9 Juni 2019, saya akan kembali bertolak ke Jakarta. Bersamaan dengan para pemudik yang kembali ke realita. 🙂

Terminal Arjosari Malang

Perjalanan Malang-Ambarawa-Jakarta-Semarang-Malang untuk Lebaran Trip ini ditutup dengan sebuah kebodohan. Kebodohan saya, tentunya. Tiket bus malam untuk pulang ke Jakarta sudah saya screenshot, untuk  saya tunjukkan ke awak bus saat check in. Dan parahnya, saya tidak membaca kalau ternyata bus yang saya tumpangi adalah Bus Kramat Djati, sementara di benak saya, saya masih berpikir kalau bus malam yang membawa saya adalah Bus Pahala Kencana, yang membawa saya pulang ke Malang tanggal 30 Mei 2019 yang lalu. Ini parah, super bodor deh pokoknya! Bus Pahala Kencana jurusan Jakarta pun terlambat datang, terjebak kemacetan di arah masuk ke Kota Malang, dan arah masuk terminal Arjosari khususnya. Kemacetan di arah keluar dan terutama arah masuk ke Malang sedang lucu-lucunya siang itu.

Terminal Arjosari – bus Kramat Djati yang seharusnya saya tumpangi (warna merah) di kejauhan

Bus Kramat Djati jurusan Jakarta sudah siap berangkat, sementara saya belum menyadari, sampai saya sempat minum es teh manis dan makan snack di salah satu warung makan di sudut Terminal Arjosari, sambil menunggu bus Pahala Kencana yang tidak kunjung datang. Saya baru sadar saat awak bus berhasil menelpon saya, setelah tiga kali tidak terangkat, dan dengan paniknya saya tutup telpon, cek lagi tiket bus yang sudah saya screenshot, dan benar! Saya naik bus Kramat Djati! Panik!

“Busnya masih dekat kok mas, masih di Taspen. Mas naik ojek aja, saya bilangin ke sopirnya buat tunggu mas ya!”, ujar mas awak bus Kramat Djati dengan muka setengah jengkel ke saya. Well, it’s my bad. I deserved it. “Ok, mas! Suwun ya!”, ujar saya berlalu, lalu bergegas berlari menuju pangkalan ojek. Ojek yang saya dapat pun segera melaju kencang, nyelap nyelip di sisi mobil dan bus yang berhenti, dan tak lama sampailah saya di sisi bus malam Kramat Djati yang seharusnya saya tumpangi tersebut. “Wis, sampeyan bayar piro ae mas, wong cedhek ae, lho”, ujar si abang ojek dalam bahasa Jawa Malangan yang kurang lebih berarti; “Kamu bayar berapa saja mas, orang cuma dekat ini.” Saya serahkan uang pecahan Rp10.000,- untuk jasanya mengantarkan saya. Lega! Saat saya masuk, awak bus dengan pandangan jengkel (yes, again I totally deserved the look) menyerahkan amplop berisi kupon makan malam, dengan nama dan nomor telepon saya di atasnya.

Hehehe.. Kalau nggak ada cerita begini kan kurang seru ya? Dan saya lupa satu detail. Terminal Arjosari sudah berbenah, sudah direnovasi, sudah ditambah fasilitas yang menyerupai terminal bus di kota-kota besar lainnya. Untuk menuju tempat pemberangkatan bus, para penumpang wajib naik ke tangga untuk sampai di platform, yang kemudian membaginya ke beberapa pintu. Jadi tidak lagi berjalan menyeberang lintasan bus yang bisa membahayakan keselamatan penumpang. Pintu keberangkatan dalam kota dan antar kota. Sudah keren rupanya terminal kebanggaan warga Malang ini! So, it’s a wrap! Selesai sudah perjalanan saya dari Jakarta-Malang-Ambarawa-Jakarta-Semarang-Malang-Jakarta ini untuk Lebaran Trip, dari tanggal 30 Mei hingga 9 Juni 2019. Puas? Banget! Terima kasih sudah berkenan membaca dari bagian pertama, kedua, ketiga, keempat, hingga bagian kelima ini.

Referensi:

  1. 27 Tempat Wisata Di Ambarawa Semarang Yang Lagi Ngehits Dan Populer 2019. Link artikel: https://wisatalengkap.com/tempat-wisata-ambarawa-semarang-yag-ngehits-dan-populer/2/. Diakses pada: Selasa, 2 Juli 2019 pukul 12.11 WIB.
  2. Harga Tiket Masuk Wisata Eling Bening Ambarawa Juni 2019. Link artikel: http://www.wisatakaka.com/harga-tiket-masuk-wisata-eling-bening-ambarawa/ Diakses pada: Kamis, 4 Juli 2019 pukul 08.42 WIB.
  3. Tiga Kubah Besar Bikin Penasaran Pengunjung Dusun Semilir Bawen, Kabupaten Semarang. Link artikel: https://jateng.tribunnews.com/2019/06/06/tiga-kubah-besar-bikin-penasaran-pengunjung-dusun-semilir-bawen-kabupaten-karanganyar Diakses pada: Kamis, 4 Juli 2019 pukul 08.42 WIB.
  4. Saloka Theme Park di Semarang Telah Dibuka, Cek Rutenya Untuk Bisa Menuju ke Sana. Link artikel: https://travel.tribunnews.com/2018/12/18/saloka-theme-park-di-semarang-telah-dibuka-cek-rutenya-untuk-bisa-menuju-ke-sana?page=all Diakses pada: Kamis, 4 Juli 2019 pukul 08.42 WIB.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s