Kira-kira sudah dua tahun lamanya tidak menginjakkan kaki di Kota Yogyakarta. Adalah keinginan mendalam dari ibu mertua saya, untuk kembali mengunjungi kota kelahirannya, kota dimana beliau dibesarkan, kota dimana beliau bertemu dengan belahan jiwanya. Jadi saat istri saya tiba-tiba berkata, “Bisa nggak, kalau kita jalan ke Yogyakarta tanggal 7-10 Maret besok?” ujar istri saya. “Ya asalkan semua biaya kamu yang tanggung, aku sih bisa-bisa aja”, balas saya sembari tersenyum sedikit ‘culas’. “Ok, deal!”, balasnya riang.

Lumayan nih, jalan-jalan irit ke Yogyakarta. Meskipun nanti bakal merasa pegal-pegal di badan, karena saya bertugas menyetir mobil sendirian dari Bekasi ke Yogyakarta. Dan setelah beres mengurus ijin cuti di tanggal 8 Maret 2019 (hari Jumat), meluncur lah kami berempat dari Bekasi pukul 05.30 WIB. Kami berangkat agak siang, tidak seperti biasanya sebelum era Tol Trans Jawa yang mengharuskan kami jalan pukul 01.00 WIB, adanya Tol Trans Jawa ini membuat perjalanan lebih cepat, sehingga kami rasa cukup untuk berangkat agak siang di tanggal 7 Maret 2019 (libur Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1941).

Setelah mampir makan siang di Kota Semarang, di resto andalan, Warung Makan Selera Bu Fat, dengan menu andalan Mangut Kepala Manyung, dan aneka menu masakan lainnya, kami berlanjut menuju Kota Yogyakarta. Kami keluar sebentar dan masuk kembali di GT Krapyak Semarang, isi tangki bensin mobil dan tangki perut kami masing-masing.



Alhasil, dengan 1 porsi Kepala Ikan Manyung ukuran besar, 2 ekor ikan lele goreng, 1 porsi sayur lodeh, 4 gorengan ukuran jumbo (tahu, bakwan/bala-bala, tempe mendoan), 4 porsi nasi, 1 mangkok kuah mangut pedas, dan 4 gelas es teh manis, cukup membuat perut kami kekenyangan (dan mata kami berair karena pedas dan nikmatnya) sampai makan malam tiba nanti. Happy tummy for sure!
Selepas keluar GT Krapyak-Semarang, jalanan yang sangat mulus kami temui sepanjang Tol Semarang-Salatiga, dengan pemandangan indahnya di kiri dan kanan jalan, hingga kami keluar di GT Colomadu, Solo. Namun jarak antara GT Colomadu hingga masuk gerbang Kota Yogyakarta jika dibandingkan dengan jarak tempuh dari GT Palimanan ke GT Krapyak sungguh jauh berbeda. Namun jarak tempuhnya jauh lebih lama antara GT Colomadu ke Yogyakarta. Selain lalin yang cukup padat, banyaknya pertigaan-perempatan, atau bahkan jalanan lurus dengan traffic light sepanjang jalan membuat perjalanan kami tempuh selama tiga jam saja. Lumayan bikin capek sebenarnya. Ah, coba Gubernur D.I.Y berkenan mengizinkan proyek pembangunan jalan tol Solo-Yogyakarta, waktu tempuh masuk ke Yogyakarta tentu lebih singkat.
Akhirnya, sampai juga di Kota Yogyakarta! Tentu saja dengan kondisi tubuh yang cukup penat. Buat saya yang menyetir non-stop dari Bekasi, tentunya sangat berasa, termasuk kantuk yang mulai masuk. Alhasil setelah tidur sejenak dan terbangun pukul 21.00 WIB, badan saya terasa sangat segar. Seperti baterai smartphone yang baru di-charge full setelah dipakai seharian. Dan tiba-tiba timbul ide, “Ngopi dan nongkrong malam-malam enak nih!” kata saya dalam hati.

Dan pikiran saya langsung tertuju ke warung kopi kekinian yang menjadi objek penelitian mahasiswi saya, KopiKabana di daerah Sagan. Di jalanan yang banyak dipadati oleh mahasiswa. Donatella Rara, mahasiswi yang saya bimbing penyusunan TKA (tugas karya akhir) di semester ini khusus membahas aktivitas komunikasi di media digital, di warung kopi kekinian yang didirikan bersama dengan saudara-saudaranya. “Kalau ngopi berdua kurang enak ya?”, kata saya dalam hati. Karena saya punya keponakan yang kuliah di Kota Yogya, di Universitas Kristen Duta Wacana, dan ternyata tinggal (baca: kost) tidak jauh dari situ, saya ajaklah si keponakan ini, Laurentia Yulia Cristi namanya. Dan dia tidak datang sendiri, dia ajak pacarnya (mudah-mudahan lanjut terus ya), Willy. Maksud hati sudah tidak mau ngopi, namun karena di warung kopi dan akan sangat tidak pantas untuk tidak ngopi di warung kopi, pesanlah saya es kopi susu Kabana. Enak juga! Mereka berdua, Lauren dan Willy, yang notabene anak-anak kost yang semula malu-malu untuk pesan, saya pesankan signature drink dari KopiKabana, yang saya lupa namanya. Tampilannya cukup cantik, es kopi susu dengan es krim vanilla diatasnya.

Hal yang saya dan istri saya coba lakukan adalah, berusaha tidak membuat obrolan kami berempat seperti wawancara orang tua dengan calon anak/keponakannya. Because that would be awkward! Dan itu susah ternyata, insting sudah jalan dengan sendirinya. Yang saya yakin mengarah pada maksud yang baik, dimana kami (dan demikian juga dengan orang tua Lauren), menitipkan Lauren ke Willy selama dia berkuliah di kota Yogyakarta ini. Sempat ingin saya sampaikan langsung ke Willy saat mereka berpamitan dan kami beranjak pulang ke rumah keluarga kami di Ngampilan, Blok Patuk (bukan Patuk Wonosari, tapi Patuk sentra industri bakpia), “Saya nitip Lauren ya!”, tapi itu tidak jadi saya ucapkan, dan saya pun yakin Willy tahu maksud saya, dan dia anak muda yang baik.
Sekian cerita saya di Kota Yogyakarta bagian 1, lanjut nanti ke bagian 2 ya! 🙂