[Malang Trip] Malang-Cirebon Yang Ditempuh Dalam Delapan Jam Saja

“Hah, Malang sampai Cirebon hanya 8 jam saja? Naik kereta atau mobil?”, tanya teman saya agak kaget saat melihat unggahan saya di IG Stories, tentang perjalanan saya kembali ke Bekasi di akhir tahun 2018 yang lalu. “Naik mobil lah, lewat Tol Trans Jawa yang baru”, jawab saya. Tentu saja perjalanan 8 jam dari Kota Malang hingga Cirebon itu tidak saya tempuh non-stop. Masih ada toilet break, lunch break, dan rangkaian break-break lainnya di rest area yang ada di sepanjang perjalanan.

Dan berat rasanya meninggalkan Kota Malang, setelah sekian lama tinggal di kota kelahiran saya ini untuk merayakan Natal bersama-sama dengan keluarga. Saya sampai di Kota Malang tanggal 22 Desember, dan memutuskan untuk bertolak kembali ke Kota Bekasi  di tanggal 30 Desember, untuk mampir semalam di Kota Cirebon, dan kembali lagi ke Jakarta tanggal 31 Desember 2018, tepat di malam tahun baru. Meskipun sudah 8 hari liburan di Kota Malang, masih kurang saja rasanya.

Memasuki GT Pandaan, pukul 07.49 WIB

Jalan tol alternatif Malang-Gempol masih tutup untuk arah ke Surabaya, namun sudah dibuka mulai pukul 07.00 WIB. Alhasil kami melintas jalur biasa sampai Perumahan Taman Dayu, lalu belok kanan masuk ke Gerbang Tol Pandaan, tepat pukul 07.49 WIB. Cuaca cukup berawan saat kami melintas, membuat teduh perjalanan kami. Seperti biasa, ibu saya sudah membawakan bekal makan untuk kami nikmati nanti siang. Prediksi saya, kami akan tiba di sekitaran provinsi Jawa Tengah saat jam makan siang tiba. Nasi, 2 macam lauk, dan sayur kami bawa, dan you know what, ‘bontot’ atau bawa bekal makanan membuat perjalanan kami semakin irit, hemat biaya.

GT Warugunung, pukul 08.30 WIB

Kami keluar di Gerbang Tol Warugunung menuju Tol Solo-Mojokerto pukul 08.30 WIB. Jalanan tol yang mulus dan cenderung sepi di pagi itu membuat saya gatal untuk menginjak pedal gas, agar cepat sampai. Namun bagaimanapun juga, keselamatan adalah nomor 1, sehingga saya harus banyak menahan diri untuk tidak menggeber kendaraan Toyota Avanza Veloz saya, cukup di rata-rata 100-120 KM/jam saja sepanjang perjalanan. Dan perjalanan lewat jalan tol in membuat kendaraan sangat irit, bahkan untuk mobil bertransmisi automatic seperti yang saya pakai mudik tahun ini.

Melintasi Tol Bawen-Semarang, pukul 11.28 WIB

Bagian terbaik dari Tol Trans Jawa ini adalah jalan tol Semarang-Bawen-Salatiga. Pemandangan di kanan dan kiri jalan sungguh cantik, membuat kami yang melintasi gatal untuk berhenti sejenak dan mengabadikan pemandangan indah tersebut. Di beberapa ruas terlihat bahwa gugusan perbukitan di papas/di belah untuk dijadikan jalan tol, dan diperkeras dengan semen dengan lubang-lubang air, agar tidak terjadi longsor.

Rest Area To Semarang KM 429

Pukul 11.47 WIB, kami sudah sampai di rest area darurat di KM 429 Tol Semarang. Saatnya makan siang! Setelah bergantian ke toilet, saya dan istri segera mempersiapkan makan siang kami, yang sudah dipersiapkan ibu saya dari Kota Malang. A lunch that served with lots and lots of love! Rest area ini masih tergolong rest area darurat, karena hanya ada lapak-lapak untuk duduk-duduk dan istirahat, tempat penjual makanan dan minuman a la kadarnya, dan toilet semi-portable. Lain dengan rest area yang ada di seberangnya, yang sudah lengkap dengan pusat jajanan, dan SPBU, hingga kedai kopi internasional pun sudah hadir.

GT Kalikangkung, pukul 12.31 WIB

Sudah seharusnya kami merasa mengantuk setelah menyantap makan siang lezat tadi, tapi entah kenapa semangat masih terus menyala (padahal ini perjalanan kembali ke Jakarta, bukan perjalanan pulang kampung ke arah Malang), yang seharusnya hanya menyisakan residu-residu energi saja. Kami melewati Gerbang Tol Kalikangkung, yang merupakan pintu masuk ke Jalan Tol Semarang Batang, pukul 12.31 WIB. Artinya, sebentar lagi kami akan masuk ke batas provinsi Jawa Barat.

Rest Area Darurat Tol Semarang-Batang KM 361

Bensin di tangki mobil tinggal 2 strip, dan kalau menurut perhitungan saya, tidak akan cukup sampai di Cirebon, sampai SPBU terdekat. Oleh karena itu, tepat di Rest Area Tol Semarang-Batang KM 361 saya memutuskan untuk berhenti sejenak, antre isi BBM Pertalite di SPBU darurat. Ingin tahu seperti apa SPBU darurat? Sederhana saja, hanya berupa truk tangki BBM, satu tenda pengisian jerigen, dan beberapa  crew  Pertamina saja. Di SPBU darurat KM 361 ini terlihat 2 orang anggota kepolisian yang ikut membantu menjaga antrian, agar tetap rapi dan nyaman untuk para pengguna rest area, meskipun untuk mereka yang tidak mengisi bahan bakar minyak.

 

Rest Area Darurat Tol Semarang-Batang KM 361

Di SPBU darurat ini, hanya disediakan 2 macam BBM, yaitu Dex (solar) dan Pertamax. Masing-masing BBM dijual dalam jerigen 10 liter, khusus untuk Pertamax dibanderol Rp 104.000,- per jerigen. Saya beli 20 liter, dalam 2 jerigen, Rp 208.000,-Tanpa struk tentunya, dan hanya melayani pembelian dengan uang cash.

Dan, akhirnya, sampai juga kami di Gerbang Tol Kanci-Astanajapura, masuk ke Kota Cirebon pukul 15.23 WIB. Artinya, perjalanan dari GT Pandaan hingga GT Astanajapura ini kami tempuh dalam waktu kurang dari delapan jam saja. Buat saya ini cukup cepat. Tujuan kami mampir ke Kota Cirebon ini selain untuk beristirahat, juga untuk menjenguk putra pertama dari kedua rekan saya, Lingga Dwi Oktaviana Putra dan Tria Saraswati, yang keduanya sempat beberapa waktu berkarya di perusahaan tempat saya bekerja sekarang, dan keduanya harus resign. Pertama Lingga, yang harus mengalah karena menikah dengan teman sekantornya, sementara Tria harus ikut resign karena ingin hidup di Bandung, bersama dengan keluarga kecilnya. Ditambah sudah hamil besar saat itu, sehingga bagaimanapun juga harus berkumpul dengan keluarga terdekatnya, mengingat Tria sendirian saja di Jakarta, dalam kondisi hamil tua.

Gyandra Adrian Baraditya, the first encounter 🙂

Tujuan lain? Kuliner dan belanja batik di Trusmi lah! Apa lagi?

Kuliner pertama yang kami coba langsung di tempatnya adalah Empal Gentong H. Apud, Jalan Tuparev-Cirebon. Sebenarnya ada 2 tempat, saat kami mendatangi tempat pertama, para tukang parkir sudah heboh memberitahukan kalau semua makanan sudah habis, ludes! “Ke pusat aja pak, gak jauh kok”, seru salah satu penjaga parkir. Dan setelah sampai ke cabang pusat, kondisinya nyaris sama. Nyaris ludes, hanya tinggal empal gentong dan empal asem saja, itu pun tinggal daging sapi saja. Jeroan dan kikil sapi sudah ludes, demikian pun dengan sate ayam, sapi, dan kambingnya.

Empal Gentol dan Empal Asem Pusat H. Apud

Khusus untuk empal gentong, tak ubahnya seperti gulai daging dengan kuah bersantan. Warna kuning dominan saya prediksi datang dari kunyit, dengan taburan daun bawang dan bawang goreng melimpah dan potongan-potongan daging yang cukup banyak di dalam mangkuk. Tidak disediakan sambal, hanya bubuk cabai saja, yang kalau diberikan cukup banyak di mangkuk kita, menghasilkan rasa pedas yang cukup menyengat. Sementara empal asem tak ubahnya seperti asem-asem daging yang sering saya nikmati di Semarang. Kuahnya bening tidak bersantan, dengan potongan daging dan tomat yang cukup melimpah juga. Karena sudah malam dan kami merasa cukup kenyang, kami pun hanya makan empal gentong dan empal asem ini tanpa nasi, ditemani teh tawar untuk masing-masing. Buat saya sih, kedua makanan ini tidak terlalu istimewa, cukup lah buat mengobati rasa penasaran, makan empal gentong (dan empal asem) langsung di tempat asalnya.

Empal Gentol dan Empal Asem Pusat H. Apud

Satu kuliner khas Cirebon yang paling menyita perhatian saya adalah Nasi Jamblang. Nasi khas Cirebon yang per porsinya sedikit ini (1 orang dewasa biasanya habis 1-2 porsi nasi putih), disajikan diatas daun jati, dengan aneka lauk pauk yang bebas untuk dipilih. Ada dua tempat makan nasi jamblang, yaitu Nasi Jamblang Ibu Nur dan Nasi Jamblang Mang Dul. Sebenarnya masih ada 1 tempat makan lagi, yaitu Nasi Jamblang Pelabuhan. Namun kami hanya berhasil mengunjungi 2 tempat saja, Nasi jamblang Ibu Nur di pagi hari, dan Nasi Jamblang Mang Dul di siang hari, tepat sebelum kami bertolak kembali ke Jakarta.

Nasi Jamblang Ibu Nur, Jl. Cangkring 2 No.34, Kejaksan, Kota Cirebon

Khusus untuk Nasi Jamblang merek Ibu Nur ini sungguh sensasional. Sedari pagi hari, antrean orang makan sudah mengular bahkan sesekali sampai di luar rumah makan. Untuk varian lauk pauk, di Nasi Jamblang Ibu Nur sangat variatif. Mulai dari balakutak hitam, semur-semuran (lidah, limpa, dan lain-lain), pepes-pepesan, dan lauk pauk goreng, dan tumis. Saya sendiri tidak mampu melepaskan diri dari pesona balakutak hitam, yang dimasak dengan saus tiram. Ukurannya yang lumayan besar membuat saya merasa cukup mengambil 1 porsi, 1 potong perkedel kentang dan semur limpa sapi sebagai teman makan.

Nasi Jamblang Ibu Nur, Jl. Cangkring 2 No.34, Kejaksan, Kota Cirebon

Rupanya harga balakutak saus tiram cukup mahal, dihargai Rp 25.000,- per potongnya. Rasa balakutak masakan Ibu Nur cenderung pedas, tanpa sambal cabai merah pun, cukup memberikan sensasi rasa pedas namun tidak berlebihan. 2 porsi nasi, 1 potong balakutak, 1 potong perkedel, 1 porsi semur limpa sapi, dan 1 porsi sambal cukup mengobati rasa ingin tahu saya tentang seperti apa itu makan di kedai nasi jamblang di tempat asalnya.

Nasi Jamblang Ibu Nur, Jl. Cangkring 2 No.34, Kejaksan, Kota Cirebon (GO-FOOD ready)

Selain menyediakan nasi jamblang dengan aneka lauk pauknya, Kedai Ibu Nur ini juga lengkap menyediakan masakan khas Cirebon lainnya. Sebut saja sate sapi-ayam-kambing, dan empal gentong dan empal asem pun tak luput dari perhatian. Para pengunjung yang ingin makan masakan berkuah bisa memesan empal gentong dan empal asem di kedai yang sangat ramai ini. Oh iya, satu lagi! Menu tahu gejrot yang bisa dipesan tingkat kepedasannya pun juga tersedia disini.

Nasi Jamblang Ibu Nur, Jl. Cangkring 2 No.34, Kejaksan, Kota Cirebon

Nah, kalau Nasi Jamblang versi Mang Dul sebenarnya hampir sama, hanya saja pilihan lauk pauknya lebih sedikit, dan harganya relatif lebih murah dibandingkan punya Ibu Nur. Rasanya tidak jauh beda, hanya saja balakutak hitam a la Mang Dul tidak ada rasa pedas sama sekali, hanya rasa asin khas tinta cumi yang mendominasi. Enak juga! Untuk makan siang saya, 1 potong balakutak dan 2 potong perkedel kentang, dengan es teh manis, dibanderol Rp 21.000,- saja. Setelah mengambil lauknya sendiri-sendiri (seperti halnya di Ibu Nur), kita tinggal melapor ke bapak-bapak yang ada di dekat meja prasmanan, dan beliau akan langsung menghitung nasi dan lauk pauk yang kita ambil, sebelum kita santap.  Sama dengan di kedai Nasi Jamblang Ibu Nur, kedai Mang Dul juga menyediakan empal gentong, empal asem, dan aneka sate.

Nasi Jamblang Mang Dul, Jalan Doktor Cipto Mangunkusumo No.8, Pekiringan, Kesambi, Kota Cirebon

Lengkap sudah perjalanan kami di Kota Cirebon, setelah kami makan siang yang super nikmat, kami pun beranjak ke Pusat batik Trusmi, yang jaraknya cukup dekat dengan Empal Gentong H. Apud Pusat, dan Gerbang Tol Plumbon, salah satu pintu masuk ke Kota Cirebon. Dan sekedar warning, kalau ke Batik Trusmi, bersiap-siaplah untuk ‘kalap’, belanja batik, baik yang sudah jadi maupun dalam bentuk bahan. Kenapa? Karena saya  pun kalap, saya belanja 3 potong kain batik, 2 potong batik tulis motif mega mendung, dan 1 potong motif sekar jagat. Dan demikian juga dengan istri saya, yang keluar kasir Batik Trusmi dengan 4 potong kain batik. Cirebon sungguh luar biasa!

GT Palimanan, pukul 14.25 WIB

Selepas Hotel C Cirebon (tempat menginap kami semalam di Cirebon), Empal Gentong, Batik Trusmi, duet Nasi Jamblang Ibu Nur dan Mang Dul, kami pun berpamitan dengan Kota Cirebon. Meninggalkan kota kecil di jalur pantai utara Pulau Jawa ini tepat pukul 13.57 WIB, bertepatan dengan kami mengisi BBM Pertalite di SPBU Tengah Tani, Jalan Tuparev-Kota Cirebon.

Dan pukul 17.14 WIB, kami pun memasuki kembali Kota Bekasi, disambut hujan gerimis semenjak dari Jalan Tol Cikampek, yang cenderung sepi karena truk-truk besar masih dilarang lewat, dan proyek Jalan Layang Tol dan Kereta Api Cepat ditunda selama  libur Natal dan Tahun Baru ini. Terima kasih sudah membaca rangkaian #ChristmasHomeComingTrip2018 ini, perjalanan kami berangkat dan kembali ke Kota Bekasi. Entah tahun depan kami akan ambil pit stop di kota mana, keluar sejenak dari Tol Trans Jawa, untuk rehat di salah satu kota dan menikmati segala pesonanya.

 

One Comment Add yours

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s