Jadi Dosen Pembimbing-Penguji Tugas Akhir? Capek, tapi Senang!

Saya mulai dipercaya sebagai dosen pembimbing mahasiswa untuk menyelesaikan tugas akhirnya di tahun kedua saya mengampu mata kuliah Pemasaran Digital Terpadu, mulai tahun 2015. Saat itu, saya memegang empat orang mahasiswa-mahasiswi untuk mengerjakan tugas akhirnya dalam bentuk jurnal/paper. Dimulai dengan sesuatu yang simple dulu, jurnal atau kita sebut saja dengan paper. Kenapa saya sebut simple? Karena gatekeeper tugas akhirnya hanya saya saja sebagai dosen pembimbing, dengan tingkat kerumitan ada satu level di bawah TKA (Tugas Karya Akhir) dan beberapa level di bawah skripsi.

Buat mahasiswa yang ingin menyusun paper sebagai tugas akhirnya ibarat menulis review dengan dasar teori atau ilmiah. Penggunaan teori-teori (biasanya teori komunikasi, manajemen, dan pemasaran) sebagai dasar penulisan yang membedakan tulisan paper dengan tulisan biasa. Ibaratnya (lagi), menulis paper seperti menulis review. Bayangkan anda memasuki sebuah restoran, anda memperhatikan suasananya, tata lampunya, kesigapan para pelayan, kepala pelayan, captain order-nya, keramahan receptionist yang menyambut di depan, kecepatan masakan dipersiapkan sejak dipesan hingga siap disajikan, kualitas makanan dan minuman yang disajikan, harga, irama musik yang mengalun, kebersihan ruangan restoran, dan beberapa aspek lainnya. Sepulang makan di restoran tersebut, anda menulis review tentang pengalaman anda makan dan minum disitu, dan disandingkan dengan teori-teori yang mendukung review anda. Kurang lebih seperti itu.

Nah, kalau TKA bagaimana? Apa bedanya dengan jurnal/paper?

Untuk intensitas, TKA lebih tinggi dibandingkan dengan jurnal/paper. Untuk mahasiswa-mahasiswi yang menyusun TKA, harus membuat proposal penelitian dahulu, dan proposal penelitian ini harus diseminarkan. Panelis saat sidang proposal ada 2 orang, yaitu ketua sidang dan dosen pembimbingnya. Yang disajikan adalah apa yang hendak diteliti oleh mahasiswa/mahasiswi, yaitu brand atau bidang usaha yang menarik untuk diteliti. Mereka harus masuk ke dalam brand tersebut, melakukan observasi, melihat apa-apa saja yang menjadi kekurangannya, yang sesuai dengan disiplin ilmu yang sudah mereka kuasai, lewat mata kuliah-mata kuliah yang pernah mereka tempuh. Mencoba menemukan solusi untuk setiap permasalahan yang ditemukan. Dan action plan-nya adalah membuat-merancang  suatu campaign, mulai dari mencari big ideas hingga perancangan budgeting. Disinilah peran dosen pembimbing dibutuhkan. Dan IMHO, akan lebih baik jika dosen pembimbing nya adalah dosen praktisi, yang profesinya dekat dengan hal ini. Dengan adanya dosen praktisi (bukan akademisi), proses penyusunan campaign dari big ideas hingga budgeting dapat terkawal dengan baik, karena akan dibandingkan dengan kondisi aktualnya.

Dian Ilmi Amaliyah, mahasiswi bimbingan skripsi saya yang pertama (foto diambil setelah sidang skripsi)

Tahun 2018 yang lalu, saya ditugaskan untuk membimbing lima orang mahasiswa, yang keempatnya pernah ikut kelas Pemasaran Digital Terpadu di tahun sebelumnya; Dayintani Kirana (Dinta), Nadita Putri Hapsari (Nadita), Triana Dewi (Triana), dan Donatella Rara (Donatella). Satu orang lagi datang dari prodi Kehumasan (public relation), Nadira Bella Rachmanti (Dirbel). Namun sayang, di tengah jalan Donatella Rara memutuskan untuk menunda proses penulisan TKA-nya karena satu dan lain hal. Sehingga saya hanya fokus ke empat mahasiswi saja, yang seluruhnya menyusun TKA dengan topik pemasaran digital.

Dinta menyusun TKA tentang warung kopi kekinian-third wave coffee, Kopi Cabbana di Karang Tengah-Jakarta Selatan. Dirbel menulis tentang es krim vegan-homemade, Icekim di Jakarta Utara. Nadita meneliti tentang cheese stick snack, Tokezi. Dan Triana membahas bisnis keluarganya sendiri, produsen makanan beku siap saji, Ayam Kane di Cibinong-Bogor.  Seingat saya, Donatella juga membahas tentang warung kopi, dengan nama yang hampir sama dengan yang diteliti Dinta, Kopi Kabana Coffee & Kitchen di Yogyakarta. Masing-masing punya karakter tersendiri, dan tentunya pemikiran tersendiri akan bahasan TKA-nya.

Mahasiswi-mahasiswi TKA 2018 (Dirbel, Triana, Nadita, dan Dinta) di sebuah diskusi di Kantin BALSEM d/h TAKOR FISIP UI

Kadang kami berdiskusi sampai agak larut malam, tentunya setelah saya selesai mengajar di hari Senin atau Selasa. Kantin Balsem FISIP Universitas Indonesia yang dahulu disebut Kantin Takor (disebut Takor/Taman Korea karena pembangunannya dahulu dibantu oleh dana CSR perusahaan elektronik asal Korea Selatan, YONGMA), menjadi tempat favorit kami berkumpul. Mereka berempat sangat serius dan fokus dalam diskusinya. Bagusnya adalah, semenjak saya dipercaya membimbing mahasiswa-mahasiswi ini, entah itu TKA atau paper, tidak pernah saya temukan mahasiswa-mahasiswi yang manja, ingin selalu dituntun, banyak bertanya hal-hal yang mendetail, yang sebenarnya bisa mereka temukan  via kegiatan mencari informasi. All is well, terlebih tahun ini.

Nadira Bella, saat sidang outline TKA (9 Agustus 2018)
Nadita Putri Hapsari, saat sidang proposal TKA (30 Juli 2018)
Donatella. Dayintani Kirana, dan Triana Dewi di sidang outline TKA mereka (30 Juli 2018)

Keempat mahasiswi bimbingan  saya menjalani sidang proposal TKA-nya masing-masing di tanggal 30 Juli 2018, sedangkan Nadira Bella menjalaninya di tanggal 9 Agustus 2018, dikarenakan mahasiswi prodi Hubungan Masyarakat/PR ini belum kembali dari studinya di Korea Selatan. Everything is in order, semuanya lancar mempresentasikan proposal TKA-nya. Yang unik adalah saat ketiga mahasiswi bimbingan saya menjalani sidang proposal secara bersama-sama. Mbak Donna Asteria, S.Sos., M.Hum selaku ketua sidang memutuskan untuk membarengkan saja sidangnya, untuk menghemat waktu. Selain karena alasan tersebut, dua orang mahasiswi, Donatella dan Dinta, sama-sama membahas kedai kopi third wave.

Mahasiswi-mahasiswi TKA 2018 (Dirbel, Triana, Nadita, dan Dinta) sebelum deadline pengumpulan TKA

Tanggal 1 Desember 2018 adalah tanggal terakhir dimana kami berkumpul bersama, tepat sebelum deadline pengumpulan draft TKA. Saya anggap TKA mereka sudah selesai saat itu, karena hanya tinggal mengerjakan perbaikan-perbaikan kecil sekaligus menyusun bahan presentasi untuk sidang TKA nanti. Hal yang melegakan mereka adalah, saat saya menandatangani cover luar TKA mereka, dengan tanggal di hari tersebut dengan signage OK! Saya sengaja mengajukan ke Departemen Komunikasi  FISIP Universitas Indonesia untuk menggelar sidang TKA yang relate dengan saya, baik sebagai penguji ataupun pembimbing, di awal bulan Januari 2019.

Alasannya apa lagi selain untuk berlibur ke Kota Malang, merayakan Natal bersama dengan keluarga besar 😀 (anyway, baca ceritanya di unggahan-unggahan blog dengan tag #ChristmasHomeComingTrip2018 ya)

And finally, there’s come a day!

Mbak Serli Amalia dari  Departemen Komunikasi  FISIP Universitas Indonesia mengirim pesan via Whatsapp ke saya di tanggal 28 Desember 2018, berisi jadwal sidang akhir TKA keempat mahasiswi bimbingan saya, ditambah satu jadwal sebagai dosen penguji untuk Dhika Pertiwi Hasan, mahasiswi Periklanan yang dulu sempat mengikuti kelas Pemasaran Digital saya. Dhika mengangkat brand Rumah Ndesa, studio foto tematik di daerah Cibubur sebagai topik TKA-nya, dilihat dari kacamata pemasaran digital.

Ada bermacam reaksi dari mahasiswi saya setelah mengetahui bahwa mereka akan maju sidang akhir di tanggal 3 Januari 2019. Campur aduk! Hahahaha.. 😀 Salah satu diantaranya, Dayintani Kirana, yang mengaku membalas pesan Whatsapp saya dengan jari gemetar. So very nervous knowing that her final test will come in a very short time 🙂

Dayintani Kirana, saat selesai presentasi ide-idenya untuk Kopi Cabbana (3 Januari 2018)
Triana Dewi, saat mempresentasikan strategi komunikasi digitalnya untuk brand Ayam Kane di sidang TKA (3 Januari 2018)
Nadira Bella, dengan ide-ide cemerlangnya untuk es krim Icekim di sidang TKA (3 Januari 2019)
Nadita Putri Hapsari and Tokezi snacks, while defending her Tugas Karya Akhir (3 Januari 2018)

Sebenarnya cukup melelahkan menguji dan menjadi dosen pembimbing untuk lima sesi sidang TKA secara beruntun dalam satu hari yang sama. But it worth it. Ujar saya sebagai salah satu ucapan syukur ke sang pencipta selepas semua sidang selesai: “Tuhan, saya capek tapi saya senang!” Serius, saya merasakan kebahagiaan tersendiri saat melihat ketua sidang (hari itu saya bersama Dra. Ken Reciana Sanyoto, MA dan Dra. Rosy Tri Pagiwati, MA) menyampaikan recap di akhir sesi sidang TKA, sekaligus mengumumkan apakah mahasiswa-mahasiswi yang maju sidang hari itu lulus atau tidak. Dan hari itu saya team up dengan Mbak Vida A. Parady, MA, Mas M. Benny Irawan dan Mas Erwin Panigoro sebagai dosen-dosen penguji. Orang-orang hebat di bidangnya masing-masing.

Hal yang juga saya anggap menarik adalah saat ketua sidang mempersilahkan mahasiswa-mahasiswi untuk keluar ruangan sidang sejenak untuk mendiskusikan kelulusan, sekaligus menentukan ingin memberi nilai berapa. Dan kemudian melihat rona bahagia dan lega dari masing-masing mahasiswa-mahasiswi yang ada di hadapan saya, dosen penguji/pembimbing, dan ketua sidang, setelah mengetahui bahwa dirinya sudah lulus dari ujian terberat di perkuliahannya. Those efforts, researches, sleepless nights, countless discussions, are paid off! Relieved!

All is well. All passed their final task, with good grades! (3 Januari 2018)

Oh iya, masing-masing mahasiswa-mahasiswi yang maju sidang TKA atau skripsi pasti membawa team support. Team support ini terdiri dari teman-teman dekatnya, dan bahkan keluarganya yang menyempatkan diri untuk datang ke kampus di hari sakral tersebut. Dan hal ini sudah seperti budaya atau kebiasaan, team support atau boleh dibilang juga sebagai team hore, sudah mempersiapkan selebrasi di luar ruang sidang.

Balon warna-warni, boneka, hand bouquet, selempang bertuliskan nama dan gelar Sarjana Sosial (S.Sos), dan pernak-pernik lainnya sudah siap menyambut sang calon sarjana. Dan dimulailah selebrasi tersebut, dimulai dengan saat sang calon sarjana yang baru saja dinyatakan lulus keluar ruangan. Masing-masing team hore sudah siap dengan smartphone di tangan, sudah siap di mode merekam untuk Instagram Stories-nya. Momen yang hanya terjadi sekali dalam seumur hidup mereka. Momen yang pasti masuk di Instagram feed mereka, dan mungkin juga di  highlight Instagram Stories mereka.

2 Comments Add yours

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s