Sepertinya tidak ada habisnya ngobrol tentang pesona wisata Kota Malang (termasuk Kabupaten Malang) dan tentunya Kota Wisata Batu. Padahal di kesempatan #HomeComingTrip kali ini saya hanya berkunjung ke lokasi-lokasi biasa saja, bukan ke lokasi-lokasi premium seperti The Secret Zoo (Jatim Park 2), Jatim Park 1, Museum Bagong, Museum Angkut, Kusuma Agro Wisata, BESS Water Park and Resort, Taman Safari (eh, itu di Pasuruan yak? :)) But anyway, Kota Malang dan sekitarnya masih punya potensi wisata yang luar biasa. Luar biasa banyaknya. Dan dengan kreativitas dan modal yang tidak banyak (asal tahu bagaimana ekskalasi dan distribusi konten lewat media sosial), jadilah lokasi wisata yang semula biasa-biasa saja jadi luar biasa. Coba kita lihat Coba Rais. Dahulu, wana wisata (demikian disebut karena terletak di hutan) ini sangat biasa, hanya air terjun semata. Namun dengan kejelian dan business sense, ditambah knowledge digital marketing, Coban Rais berhasil disulap menjadi lokasi wisata primadona di Jalur Lingar Barat (Jalibar) Malang-Batu.

Coba lewat sini saat menjelang siang di akhir pekan, deretan mobil pasti terlihat terparkir di sisi kiri jalan, akibat lahan parkir tidak lagi mencukupi. Demikian juga dengan lalu-lalang para pemuda desa setempat yang membawa pengunjung langsung ke area air terjun dengan sepeda motor. Belum termasuk warga sekitar yang berjualan makanan-minuman dan menyewakan jasa lainnya kepada para pengunjungnya. Sharing economy? Probably! Karena akibat naiknya potensi satu tempat wisata, sanggup menghidupi satu atau lebih desa.
But no, kami tidak ke Coban Rais hari itu. Selain memang tidak ada rencana kesitu, saat kami melintas, lahan parkir sudah penuh sehingga parkiran mobil dan bus berjejer di kiri jalan, ojek sudah lalu lalang mengantar pengunjung, dan pengunjung yang jalan kaki dengan langkah tergesa ke arah pintu masuk Coban Rais pun banyak terlihat. Ramai lah pastinya. Ceritanya hari itu kami bersilaturahmi ke salah satu teman adik perempuan saya, dimana ayahnya punya rumah cantik yang dikelilingi kebun apel, jeruk, bunga mawar, bunga aster, dan sejumlah tanaman hias lainnya. Indah, dingin, asri. Luar biasa!



Bukan itu saja, keramahtamahan warga sekitar, termasuk petani dan pekerja kebun juga luar biasa. Jika ada kebun yang sedang panen, entah itu apel, jeruk, buah naga, atau bahkan bunga, sang pemilik rumah tanpa meminta pasti akan mendapatkan kiriman hasil panen. Namun si pemilik rumah pun juga tak kalah murah hati, ia selalu memberikan hasil panen yang diberikan kepadanya hari itu ke tamu yang berkunjung ke rumahnya, seperti yang terjadi saat kami bertamu ke rumahnya.
Dan sepertinya, seperti inilah cara saya menghabiskan masa tua saya nanti. Punya rumah semacam villa di pegunungan yang hijau dan asri, dengan kabut yang sesekali muncul di pagi dan sore hari, suara serangga khas pegunungan yang mulai berbunyi bersahutan menjelang petang tiba, dan pepohonan rindang di sekitar rumah. Dengan lingkungan seperti ini, bisa dipastikan lingkungan sekitar juga masih ramah, guyub dan bersahabat. Dan tidak lupa akses internet super cepat dimana saya tetap bisa memantau apa yang terjadi di luar sana, pergerakan pasar saham, dan sebagainya. Hidup dalam masa pensiun dengan passive income melimpah, dan tetap berkarya sebagai praktisi ahli yang dibayar hanya dengan bicara, mengutarakan pendapat dalam sesi-sesi konsultasi, dan memberikan pengetahuan-pengalaman. Impian saya. Sedap!
On to the next location!

Setelah melahap jamuan makan siang yang disediakan karena kebaikan tuan rumah, kami menuju lokasi wisata utama hari itu, Cafe Tepi Sawah di Desa Wisata Pujon Kidul. Dari arah Bumiaji, kami menyusuri Jalan Bukit Berbunga, menurun menuju pusat Kota Batu kembali, menuju ke arah Pujon. Jalan berkelok dan menanjak ditemani pemandangan indah di sisi kanan dan tebing di kiri jalan menambah sensasi tersendiri. Jika anda hendak menuju ke Cafe Tepi Sawah ini, pastikan anda sudah melewati patung sapi perah di sebelah kiri jalan (menuju wana wisata air terjun Coban Rondo), setelah batas wilayah Kabupaten Malang dan Kota Wisata Batu. Lurus sedikit, bertemu pertigaan pertama di kiri jalan, langsung belok kiri. Kira-kira 3 km dari depan jalan, anda akan bertemu pertigaan lagi. Jika sedang ramai, anda akan mengantre masuk kawasan sejak pertigaan ini. Antrean tersebut dikarenakan buka tutup jalan menuju lokasi Cafe Tepi Sawah, dimana petugas yang merupakan warga desa sekitar mengatur kepadatan area parkir cafe. Jika sudah ada sejumlah mobil bergerak keluar (+/- 10 mobil), maka kami yang mengantre dari luar ini pun mulai dipersilahkan masuk. Disini, petugas mengatur sedemikian rupa jalur masuk dan keluar, sehingga mobil tidak akan berpapasan di jalur yang tidak terlalu lebar tersebut.
Lalu, ada apa di Cafe Tepi Sawah ini?
Dari arah luar, selepas area parkir mobil, kita akan menjumpai deretan kios-kios yang menjual aneka makanan dan souvenir, para penjaja yang menempati kios-kios ini sepertinya warga sekitar. Entah mereka sekaligus pemilik kios atau sebatas karyawan saja. Yang menarik, sebagian kios memasang tanda “Bisa Tukar Voucher Disini”, dimana yang dimaksud voucher adalah potongan tiket masuk Rp8.000,- tadi, yang dapat ditukarkan dengan barang apapun yang disediakan, dengan nilai Rp4.000,-/tiket (atau separuh harga tiket masuk). Not bad!
Ada beberapa area ini selain Cafe Tepi Sawah, antara lain zona Wild West, turun ke bawah kita akan menemukan area ATV (all terrain vehicle) yang dapat kita sewa dengan harga tertentu (saya sendiri tidak naik ATV saat kunjungan kemarin), dan beberapa area lain hingga ke ujung area. Memang area di Cafe Tepi Sawah ini luas sekali, dimana di latar belakang terhampar lahan persawahan dengan Gunung Arjuno di belakangnya. Indah!

Makanan yang ditawarkan sangat sederhana; bakso, nasi pecel, dan aneka jajanan ringan lainnya. Minuman yang disediakan pun juga sederhana, minuman serbuk dari sachet. Well, buat anda penggemar kopi a la cafe, jangan komplain kalau kopi anda tidak berasal dari mesin kopi yang biasa anda temui di warung kopi premium favorit anda. Kopi dan minuman lainnya disini berasal dari sachet. Tapi di tempat ini, lokasi dan pemandangan yang dijual, makanan dan minuman hanya pelengkap saja kalau saya bilang. Dari total pengunjung yang masuk, hanya terlihat sebagian kecil saja yang serius makan di area resto, maupun di saung-saung yang sudah disediakan. Sisanya? Foto-foto dan posting ke Instagram dan Path lah! Wait, Path? Masih ada yang pakai Path sampai saat ini? 😀



Seperti halnya Kampung Pelangi Kalisari di Kota Semarang, Kampung Warna Warni di Jodipan, Malang, area wisata ini membuat Desa Pujon Kidul (kidul = selatan) menyandang gelar sebagai desa wisata. Dan karena menyandang gelar sebagai desa wisata, sudah layaknya satu desa merasakan manfaat ekonomis dari keberadaan Cafe Tepi Sawah ini. Mulai dari warga desa yang bekerja sebagai pengatur lalu lintas dan parkir, menyerap dan menjual hasil bumi (sayuran dan buah-buahan segar), tenaga penjual di kios-kios, dan masih banyak lagi potensi ekonomi yang bisa diangkat.
Dan tidak terasa, besok adalah hari terakhir saya berjalan-jalan di Kota Malang dan Kota Batu, sebelum bertolak kembali ke Jakarta, lewat (baca: mampir) kota Yogyakarta. Simak terus perjalanan #ChrismastHomecomingStory selanjutnya!
Sumber:
- BUKIT BULU COBAN RAIS BATU MALANG. Link: https://www.noos.co.id/web/bukit-bulu-coban-rais-batu-malang-1368.html | Diakses pada: Jumat, 5 Januari 2018 pukul 16.25 WIB.
- LOKASI CAFE TEPI SAWAH PUJON KIDUL DAN HARGA MENU MAKANANNYA. Link: https://explorewisata.com/2017/01/lokasi-cafe-sawah-pujon-kidul-dan-harga.html | Diakses pada: Senin, 8 Januari 2018 pukul 12:28 WIB.
One Comment Add yours