Selepas kunjungan ke Kampung Warna-Warni Jodipan, untuk membandingkannya dengan Kampung Pelangi Kalisari, Semarang (IMHO, Kampung Jodipan punya lebih banyak point of interests dibanding Kampung Kalisari), kami beranjak pulang dengan agenda berikutnya: Pantai Ngliyep di Desa Kedungsalam, Kecamatan Donomulyo, Kabupaten Malang. Kira-kira 65 km dari tempat tinggal saya, kira-kira 3 jam perjalanan. Jauh memang! 🙂
Seingat saya, sebelumnya saya baru satu kali mengunjungi pantai cantik ini. Itupun saat saya sedang KKB (Kuliah Kerja Bisnis) di Kelurahan Pagak, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang sekitar 15 tahun yang lalu. Dan artinya, selain bernostalgia di Kedai Chinese Food Jalan Dempo kemarin malam, saya juga akan melewati kembali (baca: napak tilas) jalur saya berangkat pulang pergi naik motor untuk KKB dulu, saat masih duduk di semester 5 Fakultas Ekonomi Unibraw-Malang. Saya masih ingat dengan harga makanan yang jauh lebih murah dibanding di Kota Malang. Pernah saya makan salah satu warung makan di Pasar Desa Pagak, nasi lauk pauk dan es teh manis dihargai hanya Rp2.000,- saat itu. Jika makan di warung makan biasa di Kota Malang, mungkin sudah dihargai Rp3.000,- s/d Rp3.500,-
Nah, kembali ke pokok bahasan Pantai Ngliyep..
Beda dengan pantai-pantai yang pernah saya kunjungi di gugusan pantai selatan di Kabupaten Malang lainnya, Pantai Ngliyep cenderung merupakan pantai solitaire, mungkin hanya ditemani oleh Pantai Pasir Panjang saja di gugusan yang sama. Sementara di gugusan pantai selatan lainnya, sudah dihubungkan oleh Jalur Pantai Selatan (Pansela), atau jalan raya baru yang menghubungkan kota-kota di pesisir pantai Pulau Jawa, dari Propinsi Banten hingga Propinsi Jawa Timur. Saya sudah membayangkan nanti, selain jalur Pantura (Pantai Utara) dan jalur tol Trans Jawa, saya bisa pulang ke Malang dengan melalui Jalur Pansela, yang akan selalu terekspos dengan pantai-pantai cantik! Gugusan pantai di sebelah yang bisa dinikmati dengan 1 kali jalan antara lain: Pantai Balekambang, Pantai Sendang Biru, dan diantara kedua pantai utama itu masih ada belasan pantai yang lain. Diantaranya: Pantai Banyu Meneng, Pantai Goa Cina, Pantai Batu Bengkung, Pantai Bajul Mati, dan masih banyak lagi.

Kami berangkat dari rumah pukul 11.30 WIB setelah menyempatkan makan siang. Sebenarnya agak terlambat kalau ingin ke pantai, tapi ya sudahlah. Ayo berpetualang!

Jalur ke Pantai Ngliyep lebih berbukit-bukit dibandingkan jalur ke Pantai Balekambang di gugusan pantai sebelah. Sempat melewati jalur kelak-kelok dan masuk hutan sebelum masuk Desa Pagak, dari Desa Gampingan, selepas Bendungan Sengguruh. Butuh penyesuaian buat saya, karena ini kali pertama saya lewat medan terjal dan berkelok-kelok seperti ini dengan mobil transmisi otomatis. Saat melewati Desa Pagak, saya lihat kondisi dan situasinya tidak banyak berubah dibanding 15 tahun yang lalu. Hanya gerai-gerai Indomaret dan Alfamart nampak beberapa di kanan kiri jalan. Hmm… Apakah pembangunan di kawasan ini memang berjalan agak lambat dibandingkan area yang lain?


Sampai di Pantai Ngliyep pukul 15.10 WIB. Matahari masih terik, namun masih menyengat panasnya. Biaya masuk per orang dewasa (anak kecil tidak dihitung) ke pantai ini: Rp16.500,- belum termasuk biaya parkir kendaraan, Rp10.000,-/mobil yang akan ditarik saat masuk area parkir.
Anggota keluarga yang lain, nampaknya mereka sudah tidak sabar untuk membuka baju dan langsung main air. Saya dan istri coba explore Pantai Ngliyep ini, lihat apakah ada spot-spot menarik untuk.. Ehm, foto! 🙂

Pantai Ngliyep dan Pantai Pasir Panjang ini bersebelahan. Pantai Ngliyep lebih serius digarap, terlihat dengan adanya beberapa instalasi ayunan, baik yang menjorok masuk ke dalam air maupun yang masih ada di tepi pantai. Juga dibuatkan giant signage besar berwarna merah dimana saya sempat berfoto di depannya (meskipun jalan masuk ke arah giant signage cukup terjal dan sedikit berbahaya), dan pihak swasta yang membuka warung makan, penginapan (Rp100.000,- s.d Rp250.000,-/malam) dan toilet bersih air tawar.
Cukup foto-fotonya, mari main air!



Menjelang petang, kami bergegas beranjak pulang dari Pantai Ngliyep dan menempuh kembali perjalanan sejauh 65 km dengan jalan berkelok-kelok tadi. Agenda jalan-jalan sudah selesai? Belum, saudara-saudara! Selepas makan malam yang terlambat (akibatnya asam lambung saya naik) di Warung NAYAMUL (dibaca terbalik, maksudnya LUMAYAN a.k.a not bad) Kepanjen, keponakan-keponakan masih mengajak main ke Stadion Kanjuruhan, Kepanjen. Bukan, bukan untuk main bola bersama para pemain AREMA Malang, tapi mengajak main becak-becak dan kereta-kereta dengan lampu LED terang warna-warni, yang digenjot sendiri. Kereta, becak dengan lampu LED warna-warni ini juga dapat kita temukan di Alun-Alun Kidul Yogyakarta, dan Plaza Simpang Lima Semarang.
PS: sebenarnya kami sempat berubah haluan, bermain air di Sumber Maron, Desa Karangsuko, Pagelaran, Kabupaten Malang yang lebih dekat. Namun setelah melihat parkiran mobil yang teramat penuh (diantaranya bus-bus besar), kami langsung mengurungkan niat. Dengan banyaknya motor, mobil, dan bus yang parkir, bagaimana rupa kolam renang alami dari sumber air tersebut? 😀 (“Pasti seperti dawet”, ibuk saya bilang).
Sumber :
- Ini Perkembangan Pembangunan Jalan Pantai Selatan Jawa. Link: http://properti.kompas.com/read/2016/10/02/223000221/ini.perkembangan.pembangunan.jalan.pantai.selatan.jawa | Diakses pada: Jumat, 5 Januari 2018 pukul 14.32 WIB.
- Wisata Sumer Maron Gondanglegi Malang, Jalan Menuju Lokasi + Harga Tiket Masuk. Link: https://www.jejakpiknik.com/sumber-maron/ | Diakses pada: Jumat, 5 Januari 2018 pukul 15.43 WIB
One Comment Add yours