It’s Christmas!
But I got no time to be lazy. Got lots food eaten. Now, it’s time to run!
Bergegas pagi itu, saya dan istri (tanpa keponakan-keponakan jahil saya, karena mengikuti misa anak pukul 08.00 WIB di gereja yang sama dimana kami misa kemarin malam) menuju lapangan Rampal untuk (lagi-lagi) ambil jatah lari. Saya berencana ambil jatah 10 kilometer hari itu. Karena banyaknya asupan kalori yang masuk, terlebih dari arisan keluarga kemarin. Yuk!
Lintasan lari ini sungguh istimewa. Pemandangannya terutama. Dari kejauhan, tampak Gunung Arjuno yang membiru, dan udara yang masih sangat segar dan sejuk membuat semangat saya untuk lari semakin tinggi. Yang asyik juga dari lokasi ini, banyak penjual makanan dan minuman murah meriah berjejer di sepanjang trek lari besar. Menjadikan saya yang asyik lari malah ‘cuci mata’ melihat-lihat ada hidangan apa saja yang ditawarkan. Sampai lari di putaran ke-5, saya melihat istri saya sudah duduk di kedai Lumpia Semarang sambil minum teh botol dingin. Sepertinya jalan cepat 3 putaran sudah membuatnya lapar. Hahahahaha.. 😀
Lari 10 kilometer? Done! Waktunya jalan-jalan sekarang. Kalau di hari pertama kami jalan-jalan di sekitar Alun-Alun Tugu dan Pasar Ikan Splendid, hari ini kami berencana mengunjungi salah satu spot yang sekarang sangat terkenal di Kota Malang; Kampung Warna-Warni Jodipan. Ide perkampungan yang di-cat warna warni ini sudah familiar, seperti di Kampung Kali Code Yogyakarta, dan yang pernah saya kunjungi, Kampung Pelangi Kalisari di Semarang, Jawa Tengah.
So here it is!



Salah satu dari bagian kampung ini disebut Kampung 3D (3 dimensi) Kesatrian, karena warga sekitar membuat instalasi-instalasi tambahan berupa bidang datar (tembok dan lantai kampung) yang dicat dengan efek 3 dimensi. Sehingga pengunjung yang memang ingin mengambil foto-fotonya di lokasi tersebut makin bersemangat setelah tahu ada lokasi foto 3 dimensi tersebut.
Masuk yuk!

Saat saya masuk lewat jalan utama dari arah Stasiun Kotabaru, saya dan istri menemukan hal yang unik. Yaitu di setiap pintu masuk kampung, ada warga yang bertugas menarik biaya masuk sebesar Rp2.500,- untuk tiap pengunjung. Lalu, bagaimana caranya mereka membedakan antara warga sekitar dengan pengunjung? Ya kurang lebih mereka hafal muka lah! Karena penduduk satu kampung biasanya guyub, dan saling mengenal satu sama lain. Demikian juga dengan tamu yang hendak berkunjung ke rumah salah satu warga, mereka tinggal bilang saja mau ke rumah siapa di gang berapa agar tidak dipungut biaya. Nah, biaya Rp2.500,- tadi akan diganti dengan kerajinan tangan buatan warga sekitar berupa gantungan kunci dari kain yang lucu-lucu. Jadi dari awal sudah menebak bahwa ada sense of business yang ‘jalan’ di tempat ini. Pengrajin yang merupakan warga sekitar membuat dan menjual masing-masing gantungan kunci dari kain tersebut dengan harga khusus ke warga yang mengelola wisata di kampung ini.
Ayo masuk lebih dalam!
Saat kami masuk, sudah banyak turis lokal maupun manca negara yang sudah asyik berfoto di spot-spot menarik di kampung ini. Juga saya perhatikan, roda ekonomi juga bergerak kencang, ditandai dengan ibu-ibu yang membuka warung gorengan dan kopi di berebagai sudut kampung, rumah-rumah yang disulap seperti minimarket lengkap dengan chiller minuman dingin, dan juga warga yang membuka warung makan. Jadi buat pengunjung yang masuk ke kampung ini tidak perlu khawatir kalau kelaparan dan kehausan, karena warga sekitar cukup peka dan punya sense bisnis/usaha untuk menyediakannya dengan harga yang terjangkau.


Lebih dalam kami masuk, lebihi banyak lagi hal-hal menarik yang kami temui. Diantaranya adalah jembatan kaca, yang dibuat sebagai salah satu program CSR sebuah perusahaan cat. Seperti yang terlihat di foto, pengunjung yang datang pasti mencari spot ini untuk dijadikan tempat berfoto. Termasuk kami berdua yang berfoto dengan jembatan kaca itu dari atas, dan di atas bagian kaca di lantai jembatan tersebut. Dari kaca di bawah telapak kaki kami, terlihat jelas Sungai Brantas yang mengalir di bawah kami. Lalu, bagaimana pemandangan dari atas jembatan kaca? Nih!



Di ujung jembatan, setelah kami sampai di bawah, kami menjumpai lagi ibu-ibu yang merupakan petugas wisata, menarik biaya retribusi sebesar Rp2.000,- untuk tiap pengunjung yang naik jembatan kaca. Dana Rp2.000,- tersebut menurut mereka akan dipakai untuk perawatan gambar/cat, dan kebersihan, dan dikembalikan ke pengunjung dalam bentuk stiker. Kreatif!

Dan tidak hanya jembatan kaca yang jadi pusat perhatian pengunjung, banyak sudut-sudut di dalam kampung yang jadi objek foto yang menarik. Selain perusahaan cat yang mensponsori pembangunan jembatan kaca tersebut, beberapa perusahaan juga menginisiasi pembangunan fasilitas umum seperti toilet umum, yang kemudian dapat dipergunakan oleh para pengunjung, dari dana CSR-nya.
Tidak hanya perusahaan/korporasi yang berlomba menancapkan mereknya ke benak pengunjung area wisata lewat kegiatan branding/CRS-nya, tiap warga pun berlomba menghias, menjadikan dinding rumahnya sebagai point of interest buat tiap pengunjung yang datang. Tidak hanya cat, mereka juga berinisiatif membuat hiasan-hiasan yang digantung, yang lagi-lagi punya stopping power yang kuat, seolah mengajak tiap pengunjung untuk berhenti dan selfie barang sejenak 🙂



Kami keluar dari kampung wisata ini tepat di dekat Boldi, alias lokasi para pedagang barang-barang bekas yang banyak menjual beraneka macam barang. Sesampai di jembatan diatas kampung, kami temukan belasan wisatawan asyik ber-selfie dan mengambil foto kampung wisata dari atas. Dan tidak kalah dengan mereka, kami pun mengambil bagian. Maafkan kenarsisan kami ya!

Di seberang kampung warna-warni ini, ada kampung baru yang diberikan warna juga, namun tidak warna-warni, hanya warna biru muda dan biru tua saja. Kampung wisata baru ini disebut juga Kampung Biru Arema. Namun sepertinya, kampung wisata yang masih baru ini belum menemukan formula yang pas, untuk membedakan dengan kuat sekaligus menarik minat pengunjung untuk turun. Mungkin tahun depan, saat kami datang ke sini lagi, kami sudah menemukan kampung ini ramai pengunjung, dengan menjual keunikannya 🙂

Sekian dulu kunjungan kami dari Kota Malang bagian Lapangan Rampal dan Kampung Warna-Warni Jodipan, hari ini masih ada agenda jalan-jalan ke Pantai Ngliyep. Ikuti terus perjalanan #ChristmasHomeComingTrip kami!
2 Comments Add yours