[Christmas Homecoming Story] Bagian 4-Arisan Keluarga dan Misa Malam Natal

Simak perjalanan saya menuju dan selama hari pertama berada di Kota Malang disini dan disini.

Sudah jadi suatu tradisi sepertinya, kalau setiap Hari Natal tiba, saudara-saudara dari garis keluarga bapak (Keluarga Sadik dari Oro-Oro Dowo) datang berkumpul untuk sekedar arisan bersama, makan siang bersama, dan kemudian ngobrol ngalor ngidul. Kalau saya bilang kumpul-kumpul keluarga seperti ini masih diperlukan, salah satunya agar tidak putus hubungan persaudaraan. Agar setiap orang yang berada di garis keturunan bisa datang, saling bertemu, berbincang-bincang tentang apa yang terjadi di hidupnya masing-masing selama kurun waktu mereka tidak bertemu satu sama lain. Pasti banyak cerita tercurah. Masing-masing anggota keluarga ingin tahu apa yang terjadi dengan anggota keluarga yang lainnya selama kurun waktu tidak bertemu. Turut senang saat ada yang berbahagia, turut merasakan duka jika ada yang sedang tertimpa musibah. Dan biasanya bantuan akan datang dengan sendirinya, tidak melulu dalam bentuk dana, namun bisa dalam tepukan lembut di pundak dan doa pun terkadang sudah cukup untuk meringankan beban.

Keluarga Saya-Rumah Palmira Graha

I’m a family man. Or at least that’s what I’m trying to become. 

Pertemuan keluarga ini dimulai dengan sesi foto keluarga, dari keluarga inti saya; bapak, ibu, kedua adik dan pasangannya masing-masing, dan putra-putrinya. Dan pasangan yang pakai batik parang sarimbit warna biru di sebelah kanan (saya dan istri), yang sampai tulisan ini dibuat belum mengkontribusikan cucu. But we’re still trying. 🙂

Arisan Keluarga-Rumah Palmira Graha
Arisan Keluarga-Rumah Palmira Graha
Arisan Keluarga-Rumah Palmira Graha

Untuk arisan keluarga hari itu, ibu saya mempersiapkan nasi rawon, telor asin, mendol tempe kecing (salah satu olahan tempe yang dihaluskan, dibumbui sedemikian rupa, dibentuk bulat lonjong, dan disimpan dulu agar beraroma khas-semalaman, sebelum digoreng hingga matang kecoklatan), puding, dan jajanan pasar. Tak lupa es krim Hula Hula Pisang Cokelat dari saya, yang saya yakin akan diserbu oleh segenap keluarga yang datang, termasuk anak-anak.

Arisan Keluarga-Rumah Palmira Graha

Entah karena sudah lama vakum acara arisan keluarganya, arisan keluarga di tanggal 24 Desember 2017 itu saya ingat jadi pertemuan keluarga yang paling lama. Biasanya, tak lama setelah makan siang, satu per satu anggota keluarga berpamitan. Namun kali ini, bisa dibilang pertemuan keluarga baru selesai pukul 15.30 WIB, ditandai dengan anggota keluarga yang terakhir mohon diri. I guess it’s good for all of us. As a family.

And you know what, it’s Christmas eve! 

Gereja Katedral Ijen, Malang

Artinya, malam ini kami sekeluarga (saya, istri, bapak, dan ibuk) akan bersama menghadiri Misa Malam Natal di Gereja Santa Maria Bunda Karmel, atau disebut juga Gereja Katedral Ijen, Malang. Misa yang kami hadiri adalah misa terakhir, misa pukul 21.30 WIB. Karena ingin mengikuti misa dari dalam bangunan gereja, kami harus berangkat lebih awal.

Gereja Katedral Ijen, Malang

Dan.. Sesampai di gereja pukul 20.30 WIB, semua tempat duduk hampir terisi semuanya. Hanya tersisa satu dua bangku kosong saja, baik yang sudah diduduki dan di-tag oleh jemaat yang datang duluan, reserved untuk teman atau anggota keluarga lainnya. Ini yang sebenarnya kurang saya suka. Sebab sering terjadi, anggota keluarga yang datang baru 2 orang, namun sudah reserve satu bangku panjang untuk anggota keluarga lainnya yang belum datang, yang entah jam berapa datangnya.

Gereja Katedral Ijen, Malang

Seusai misa, sekitar pukul 23.30 WIB, kami berempat saling mengucapkan Hari Natal satu sama lain. We all felt the happiness inside our self knowing that it’s already Christmas. For us, Christmas in not just a religious celebration, it’s time for all family member to see each other, have a good time together, and personally felt the warmth inside each heart. Knowing that there will always someone there for you.

Let’s go find a place to have dinner then!

Saya ingat, kalau saya punya satu tempat makan favorit dari jaman menjelang akhir masa kuliah saya di Universitas Brawijaya Malang, sekitar tahun 2000 hinga 2002, di Jalan Dempo. Tempat makan itu berupa kedai Chinese Food kaki lima yang sangat sederhana, dengan harga yang sangat ringan di kantong. Sayangnya, saya lupa nama kedainya, dan lupa juga ambil fotonya. Menu favorit saya dari dahulu adalah nasi ayam (nasi digoreng tanpa kecap, kemudian disiram masakan a la capcay tapi tanpa wortel-hanya ayam, sawi, dan kol saja) atau nasi capcay (nasi goreng tanpa kecap manis, disiram dengan capcay). Saya ingat, dulu saya hanya perlu mengeluarkan tak lebih dari Rp7.000,- untuk sekali makan, dan itu sudah termasuk segelas teh manis hangat. Harga nasi capcay yang saya pesan ‘hanya’ Rp10.000,- saja, sementara nasi mawut, cap cay goreng, dan fuyung hay yang dipesan bapak, ibuk dan istri saya masing-masing dihargai ‘hanya’Rp13.000,- saja.

Dan rasanya pun masih sama! Terakhir saya makan di kedai Chinese Food kaki lima di Jalan Dempo sekitar tahun 2004, sebelum saya merantau ke Jakarta. Artinya, setelah 13 tahun merantau, baru kali ini saya datang lagi ke kedai yang bersejarah buat saya tersebut. Ada hal yang unik, saat kami berempat masuk kedai terlihat sangat sepi. Bahkan ibu pemilik kedai terlihat tertidur lelap. “Wah, kayaknya udah sepi nih warung. Udah nggak laku lagi apa ya?” batin saya saat hendak masuk ke kedai. Namun tak lama setelah kami memesan makanan, belasan anak muda masuk ke dalam kedai. Rupanya jemaat gereja tadi, yang kebetulan ikut misa di jam yang sama. Dan menyusul pasangan muda-mudi, keluar dari mobil sedan, yang menyusul masuk kemudian, tampak kelaparan. Dan seketika warung makan itu pun penuh! 🙂

Saya cerita ke bapak, ibu, dan istri saya, kalau dahulu saya sering banget makan disini bareng-bareng teman kuliah saya saat itu (Jacky, Riko, Wita, Anwar, Stefan, Subur, dan lain-lainnya) saat lapar malam-malam, sekedar tempat alternatif selain di kedai-kedai makan yang berjejer di Jalan Pulosari. Dan saya seperti melihat diri saya belasan tahun yang lalu, saat melihat anak-anak muda usia kuliah yang tengah makan dengan lahap di deretan bangku di belakang saya. “Dulu kamu pasti terlihat seperti itu, sekarang setelah berhasil balik makan disini lagi buat nostagia, ya kan?”, ujar bapak saya bijak. Memang, kalau dari segi rasa, masakan di kedai Chinese Food ini biasa saja (rules: ada harga ada rupa), tapi value dari memori saat menjelang akhir masa kuliah, menjelang akhir masa kerja pertama saya di KOMPAS Sirkulasi Daerah Malang yang membuat saya kembali lagi. Dan mungkin lagi.

 

Simak cerita kami jalan-jalan pagi ke Kampung Warna Warni Jodipan, dan bermain air di Pantai Ngliyep, besok!

 

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s