[Christmas Home Coming Story] Bagian 1-Dari Bekasi ke Malang, Lewat Kota Semarang

Kok pakai mampir di Kota Semarang segala? Kenapa gak langsung saja ‘bablas’ ke Malang seperti perjalanan pulang kampung sebelumnya? Bukannya energi saat pulang biasanya berlimpah, sehingga rasa capek seakan-akan hanya datang hinggap sebentar saja? Iya, kami (saya dan istri) mampir semalam di kota Semarang karena ingin lebih santai di perjalanan pulang kampung kali ini. Ditambah ingin jalan-jalan sebentar melepas penat, ditemani oleh seorang teman lama yang kini tinggal di kota ini. Lebih tepatnya, ditugaskan di kota Semarang.

Tol Cikampek Palimanan, pukul 05.55 WIB

Dan ternyata pilihan untuk mengambil waktu beristirahat semalam di kota Semarang adalah pilihan yang tepat (disamping sudah mempersiapkan budget khusus untuk #SemarangTrip ‘colongan’ tersebut), karena saat berangkat dari Bekasi tanggal 21 Desember pukul 00.25 WIB, kami melintasi ‘ganasnya’ kemacetan di tol Cikampek sejak KM19 hingga KM 57 (menjelang simpang Cipularang-Cikampek) selama kurang lebih 3 jam saja. Selepas rest area KM 57, perjalanan sangat lancar hingga keluar di Tol Brebes Timur.

Saya, kartu Tap Cash BNI andalan, dan istri yang sedang terlelap menjelang GT Palimanan pukul 06.26 WIB

Oiya, sepanjang perjalanan dari Bekasi hingga kembali ke Bekasi lagi, untuk semua pembayaran tol yang kini cashless, saya menggunakan kartu Tap Cash dari BNI. Hanya di beberapa gerbang tol (GT) saja saya mengalami hambatan (kartu tidak terbaca), terlebih untuk jalan tol dengan sistem tertutup (tap kartu di GT awal dan tap kartu yang sama di GT akhir untuk pembayaran). Diantaranya di ruas tol Palimanan hingga tol Cikampek (berangkat dan pulang), tol Warugunung di ruas tol Surabaya-Kertosono, kartu tersebut bermasalah. Sehingga saya sempat bayar cash di GT Warugunung dan tap di mesin EDC di GT Cikarang Utama saat kembali ke Bekasi.

Well anyway, it’s still OK for me if there’s only a few error along the way in using this cards. We’re in a big progress nevertheless. Perjalanan selepas exit tol Brebes Timur hingga kota Kendal cukup lancar. Kami menyempatkan diri untuk sarapan di warung pinggir jalan di area Kota Tegal. Lagi-lagi kami ambil warung dengan random saja, setelah tahun lalu kami makan di sebuah warung pinggir jalan di Kota Kendal. Kenapa saya tiba-tiba tertarik untuk mampir? Karena ada tertulis menu Mangut Kepala Manyung (menu favorit saya) di warung tersebut. Dan sayangnya, saya tidak sempat mengambil foto warungnya, tapi pastinya saya tidak lupa letaknya. Selain menu andalan tersebut, masih ada menu lainnya; Dengkil Kambing (kaki kambing masak bacem/kecap), dan Cumi Hitam (menu favorit saya juga) yang baru saja matang. Saya batal mengambil lauk Mangut Kepala Manyung (akhirnya diambil istri saya bersama dengan oseng babat sapi), alih-alih saya ambil 1 porsi Cumi Hitam dan sayur tumis labu siam yang  lebih menggoda. Untuk makan kenyang berdua, kami cukup merogoh kocek Rp30,000,- (sudah termasuk 2 gelas teh tawar hangat dan kerupuk).

Tugu Adipura di Kota Semarang, Jawa Tengah pukul 13.54 WIB

Sudah cukup kemacetan yang kami alami sepanjang perjalanan masuk ke Kota Semarang? Belum! Selepas Terminal Mangkang hingga persimpangan jalan masuk ke tol Semarang-Bawen-Salatiga, kembali kemacetan akibat volume kendaraan yang didominasi truk-truk besar kembali kami temui. Dan dari Terminal Mangkang hingga masuk ke Kota Semarang kami tempuh dalam waktu 1 jam. Lumayan menambah penat, but still enjoyable! Sebelum check in, kami sempatkan makan siang di Warung Selera Bu Fat, di daerah Kerobokan, yang menyediakan menu Mangut Kepala Manyung-nya yang sudah terkenal. Ada harga ada rasa kalau saya bilang tentang warung makan ini. Harga yang agak premium yang harus kita bayar sebanding dengan rasa dan kualitas masakan yang kita dapatkan. Rasa dan aroma khas kuah mangut-nya membuat saya terus datang lagi dan lagi ke tempat ini.

Interior Faustine Hotel Semarang, kamar 112

Saatnya istirahat sejenak sebelum lanjut berkeliling Kota Semarang! Hotel yang disarankan rekan kami adalah Faustine Hotel, yang lokasinya cukup dekat dengan Masjid Agung Semarang, dan ternyata sangat dekat ke GT Tol Gayamsari. Wah, tidak salah memilih hotel ternyata! Kami pesan kamar hotel dengan mudah lewat aplikasi Traveloka di perjalanan saat masih di Kota Pekalongan. Harga yang kami dapatkan cukup ringan di kantong, Rp265.000,-/malam, exclude breakfast.

Saatnya petualangan keliling Kota Semarang dimulai!

Kampung Pelangi Kalisari, Semarang

Destinasi pertama adalah Kampung Pelangi Kalisari! Sebenarnya di bulan April 2017 yang lalu saat #birthdaytrip saya, kami sering lewat perkampungan yang menempati area perbukitan ini (sehingga saya bilang mirip favella di Brazil-area pemukiman masyarakat menengah kebawah), yang ada di belakang deretan kios bunga di sepanjang Jalan DR. Sutomo IV No.89, Randusari, Semarang Selatan, tepat di belakang Katedral Semarang. Lokasi kampung wisata ini cukup dekat dengan Lawang Sewu dan tentunya simpang Tugu Muda.

Kampung Pelangi Kalisari, Semarang

Ide mewarnai tembok, atap, hingga jalanan di perkampungan ini sudah familiar sebelumnya, saya lihat dari berbagai berita via internet maupun televisi, yaitu Kampung Warna Warni Jodipan, Malang. Namun sebelum saya melihat dan masuk ke Kampung Warna Warni Jodipan tersebut, saya ingin mendatangi kampung ini, sebagai bahan perbandingan nanti.

Kampung Pelangi Kalisari, Semarang
Kampung Pelangi Kalisari, Semarang
Kampung Pelangi Kalisari, Semarang

Sekilas saya lihat, dari awal masuk hingga ke dalam Kampung Pelangi ini, warna-warni diimplementasikan warga di hampir sebagian besar rumah (tembok, kusen, atap/genteng), dan juga hingga jalanan kampung. Termasuk juga beberapa instalasi berupa payung warna-warni yang digantung di atas kepala. Berfungsi meneduhkan, juga menambah efek warna di hasil jepretan foto kita. Hasilnya? Bagus banget!

Kampung ini bisa menyandang gelar sebagai kampung wisata, akibat banyaknya turis-turis baik lokal dan mancanegara yang datang untuk melihat, dan tentunya berfoto bersama, atau istilahnya selfie/swafoto dengan latar belakang warna-warni perkampungan.  Karena kontur menanjak layaknya perbukitan, kami tidak sampai masuk ke dalam (baca: atas), karena pasti butuh waktu dan energi ekstra untuk mendakinya. Kami putuskan sebentar saja di Kampung Pelangi Kalisari ini, untuk melanjutkan jalan-jalan kami ke kawasan Kota Lama.

Kawasan Kota Lama, Semarang

Kami berhenti dan parkir tepat di seberang Warung Kopi Spiegel, dekat Gereja Blenduk, icon kawasan ini. Dari saat terakhir kami datangi, pemerintah kota Semarang banyak membenahi kawasan ini, dengan penambahan instalasi lampu-lampu hias dan bola-bola dengan motif batik (yang bisa juga kita jumpai di sepanjang Jalan Asia Afrika, Bandung), yang mampu mempercantik sudut kota ini, terutama di saat malam tiba.

Kawasan Kota Lama, Semarang
Kawasan Kota Lama, Semarang
Kawasan Kota Lama, Semarang
Kawasan Kota Lama, Semarang

Dan tak lengkap rasanya bila mampir ke Kota Semarang jika tidak mencoba makanan khas-nya, Loenpia! Makanan peranakan budaya Cina-Jawa ini hadir dalam beberapa pilihan, setelah pada awalnya disajikan dengan isian potongan rebung, tauge, telor, dan bumbu-bumbu lainnya sebelum digulung dalam kulit tipis. Disajikan basah (tanpa digoreng) maupun digoreng matang hingga kecoklatan, semuanya terserah selera masing-masing.

Loenpia Mbak Lien, Jalan Pemuda Semarang

Kalau saya, saya lebih suka versi digoreng dengan condiment lengkap; cacahan halus bawang putih, saus tauco dalam kanji kental berwarna kecoklatan, cabe rawit hijau, acar mentimun, dan yang tidak boleh ketinggalan, daun bawang mentah untuk menambah kayanya cita rasa loenpia! Dan untuk kali kedua, kami menikmati kuliner khas kota ini di Loenpia Mbak Lien, yang tepatnya terletak di Jl. Pemuda Gang Grajen No.1, Bangunharjo, Pandansari, Semarang Tengah. Sayangnya, di kedai Loenpia Mbak Lien ini tidak menyediakan loenpia isi rebung dan telor. Namun rebung tadi diganti dengan macam-macam isian yang tak kalah menarik. Smoked beef, seafood, dan masih banyak lagi. Kedai Loenpia Mbak Lien ini ada di dalam gang, dimana di depan gang ada gerobak khas warna biru dimana loenpia diracik dan digoreng sebelum disajikan langsung ke pelanggannya, atau sebatas pesan untuk dibungkus-bawa pulang.

Loenpia Mbak Lien, Jalan Pemuda Semarang

Kami akhiri perjalanan keliling Kota Semarang ini lebih cepat, karena kami harus ambil waktu istirahat cukup panjang sebelum melanjutkan perjalanan ke Kota Malang, tujuan utama kami. Selepas pulang ke hotel, Mas Wendy Hantoro, rekan kami yang tinggal dan bertugas di kota ini, yang dari setadi sore mengantarkan kami berkeliling kota pun pamit undur diri.

Saatnya beristirahat! Kita lanjutkan cerita perjalanan dari Kota Semarang ke Kota Malang di tulisan selanjutnya 🙂

8 Comments Add yours

  1. Yusri Mathla'ul Anwar says:

    asyik jalan-jalannya ya

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s