So this writing is continuing what I’ve wrote like a year a go. Let’s have it!
Saya pernah menulis sebuah blog tentang keterbukaan pemikiran dalam perubahan digital beberapa waktu yang lalu. Yang saya rasa masih relevan dengan yang terjadi sekarang, yaitu betapa disruption (jika di-Bahasa Indonesia-kan jadi bermakna negatif, yaitu mengganggu) dari start up companies sungguh dekat dengan kita. Baik kita sebagai konsumen, sebagai pengelola merek, maupun sebagai pengelola operasional sebuah perusahaan. Memang ‘gangguan’ yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan muda ini sangat mengganggu. A disruptive disruption, don”t you agree?
Namun di lain sisi, perubahan dan gangguan inilah yang diinginkan sebagian besar konsumen kita, yang notabene adalah generasi yang lebih muda. Generasi yang saling terhubung satu sama lain lewat teknologi, yang terekspos (ingin tahu-mencari dan mendapatkan) informasi dengan sangat mudahnya, mereka yang ingin mendapatkan sesuatu yang mereka inginkan dengan cepat (bukan instant). Yang akhirnya mendorong dunia lama di sekitar mereka untuk berubah. Secara drastis.
Kenyataan yang membuat mereka (atau bahkan sebagian dari kita) kalang kabut dan terkaget-kaget. Kemarin masih ngobrolin tentang hal Á’ di strategic meeting, dan bersiap untuk meluncurkan campaign A. Lalu keesokan harinya-tidak lama berselang, konsumen tersebut sudah meramaikan hal ‘B’ dengan peer-nya. Sehingga campaign yang sudah dipersiapkan dalam waktu yang lama sudah obsolete.
Pihak yang terkaget-kaget itu pasti yang sudah lamban dalam melihat perubahan jaman, cenderung melihat dan terkaget-kaget, kemudian bingung mau melakukan apa. Dan mereka yang sudah terbiasa dengan pace yang cepat dalam bisnis, akan cenderung pasang mata dan telinga lebar-lebar, menangkap apa yang sedang menjadi kecenderungan saat ini sebagai sebuah peluang. Kecenderungan tersebut biasanya berawal dari sebuah permasalahan, yang lalu dicarikan solusinya. Dan solusi itu adalah ide bernilai jutaan US$. Mari kita coba tengok GO-JEK, yang berangkat dari permasalahan:
- tukang ojek pangkalan yang suka mainkan tarif sesuka hati (apalagi saat jalanan macet), belum lagi pelayannya yang suka seadanya
- repotnya mencari ojek saat dibutuhkan sementara sedang berada di dalam rumah, di dalam perumahan
- susahnya memastikan lokasi ojek yang kita pesan (untuk mengantarkan orang terdekat misalnya), sudah sampai tujuan atau belum.
- susahnya mencari taksi, dengan tarif tinggi dan pelayanan yang kadang kurang bagus
- repotnya mengirimkan paket, sementara sedang tidak bisa keluar rumah ke TIKI JNE, J&T dan express delivery service yang lain.
Dan Nadiem Makarim muncul dengan solusi brilian. Tidak mudah memang memulai sesuatu, harus tekun dan sabar, sebagai seorang entrepreneur. Permasalahan tersebut perlahan-lahan terselesaikan dengan layanan jasa yang ditawarkan GO-JEK, dan mengikuti di belakangnya puluhan bahkan ratusan solusi untuk permasalahan yang lain. Ingin pesan tiket tanpa antre dan tanpa meninggalkan tempat? Ada GO-TIX. Ingin cuci mobil namun tidak sempat keluar rumah dan malas untuk melakukannya sendiri? Ada GO-AUTO. Dan yang paling sering saya pakai: GO-SEND dan GO-FOOD, untuk sekedar mengirimkan paket (apapun) dalam kota, dan pesan makanan/minuman untuk diantarkan ke kantor atau ke rumah. Simple bukan?

Dan GO-JEK pun menawarkan loyalty program bernama GO-POINTS, yang secara sederhana ditujukan agar pengguna GO-JEK tidak beralih ke layanan e-hailing yang lain. Offering ini diperkuat dengan semakin banyaknya poin yang dapat dikumpulkan dengan semakin banyaknya penggunaan GO-PAY (e-wallet dari GO-JEK) untuk pembayaran transaksi. Jadi, pengguna GO-JEK yang ‘membeli’ currency GO-PAY, akan ‘terpaksa’menggunakan jasa apapun yang ada di aplikasi GO-JEK. Pintar!
Pengguna GO-JEK merasa termanjakan dengan banyaknya offering dari layanan e-hailing kesayangan mereka, GO-JEK bahagia karena tingkat pemakaian jasa di aplikasinya meningkat dan bisa dikontrol dengan baik, sebagai loyalty program-nya, dan para pengelola merek pun bahagia karena punya tools untuk branding di media yang setiap hari dibuka oleh jutaan user dan materi komunikasinya terpampang ke jutaan pasang mata pula. Layaknya beriklan saja, namun bisa dikontrol dengan benar engagement hingga akuisisinya.

Bisa dilihat di promo Campina Ice Cream dan GO-POINTS diatas. Jadi, di festive season Natal dan Tahun Baru ini, pengguna GO-JEK bisa membeli ice cream cake Campina seharga Rp300.000,- cukup setengah harga. Caranya? Tinggal tukar 1.500 poin GO-POINTS-nya dengan e-voucher code, lalu masukkan ke kolom yang disediakan di halaman konfirmasi pesanan di e-commerce website Campina, dan… Voila! Pelanggan Campina dan pengguna GO-JEK hanya perlu membayar Rp150.000,- saja untuk ice cream cake pilihannya, dikirimkan via layanan pesan antar Campina Delivery ke kota-kota besar di Pulau Jawa. Ingin tahu lebih jelas? Silahkan klik link ini.
So, it takes open mindedness in growing your business. Because the main key in growing your business is you have to gain more and more users. New users. You can not just depend on existing users. No.
Dimulai dengan cara yang sederhana, mau melihat dan mendengarkan apa yang diinginkan oleh konsumen di luar sana, lalu menyesuaikan dengan apa yang diinginkan konsumen dan menyelaraskan diri dengan perkembangan jaman. Jika konsumen ingin mendapatkan produk anda dalam waktu 1-3 jam saja, anda harus mengusahakan bagaimana caranya untuk memenuhi keinginan pelanggan tersebut. Bukan dengan ‘memaksa’ mereka untuk mengikuti kemauan anda, menunggu hingga keesokan harinya. Yang ada malah anda ditinggalkan konsumen loyal anda, untuk beralih ke merek lain yang bisa memberikan hal serupa. Dan tidak harus koq, mengeluarkan budget lebih untuk membuka lini layanan baru, misalnya: dedicated delivery man untuk layanan pesan antar, yang ujungnya akan membuat cost perusahaan anda membengkak hanya untuk memelihara dedicated delivery man yang tidak terjadwal dengan pasti kegiatannya. Tergantung pesanan yang masuk, atau on demand. Lalu bagaimana solusinya?
Anda bisa mengajak layanan e-hailing ataupun logistic atau express delivery service untuk berkolaborasi. Tinggal hitung-hitugan margin dari penjualan anda saja koq. Atau, anda bisa membuka official store/lapak di major e-commerce company di Indonesia, untuk membuka jendela dan pintu agar lebih mudah dan sering calon dan pelanggan menemukan merek-produk-layanan anda. Dan juga sekaligus mempermudah mereka untuk mendapatkan produk anda. How? Saat ini hampir semua e-commerce company sudah berkolaborasi dengan e-hailing service (GO-SEND by GO-JEK atau GRAB Express) lewat express dan same day delivery service. Dengan biaya ditanggung oleh pelanggan anda sendiri, yang membeli produk anda lewat official store di e-commerce tadi.
Apa bedanya same day delivery dan express delivery? Kan dikirim di hari yang sama?
Express delivery, barang anda diambil dan diantar oleh driver yang sama dalam waktu 1-3 jam. Same day delivery, barang anda di-pick up oleh 1 orang driver, dibawa ke satu lokasi pooling, lalu dikirimkan oleh driver yang berbeda ke alamat yang dituju dalam waktu maksimal 8 jam. Koq lebih lama? Karena 1 orang driver pengirim membawa lebih dari 5 paket untuk dikirimkan di hari yang sama. Kalau rutenya dekat-dekat sih tidak jadi masalah, 3 jam bisa terkirim semuanya. Kalau jauh-jauh? Misalnya di seputaran Jaksel saja butuh berapa lama? 🙂
Untuk barang yang sensitif (misalnya dengan suhu) seperti es krim, anda tidak punya pilihan lain selain express delivery. Dalam 1-3 jam produk anda harus sampai di tangan pelanggan. Kalau barang yang dikirimkan berupa baju atau gadget, mungkin bisa menunggu agak lama mengingat tidak membutuhkan perlakuan khusus.
In the end it’s not just being open minded to stay relevant, sustain, and profitable in this digital age, but also the quickness in making brave decisions. Once you’made late decision in embracing the changes, you’ll probably ended up just like toy retailer giant, Toys ‘R’ Us or another giant, NOKIA. Ever heard their story? 🙂