Digital Marketing dari Sudut Pandang Pekerja Industri Consumer Goods

Digital marketing kalau dilihat dari sudut pandang orang advertising agency akan sangat berbeda fokusnya dibandingkan sudut pandang orang FMCG (fast moving consumer goods), pun demikian juga sudut pandang tentang digital marketing dari sisi brand management-marketing communication, akan berbeda juga dengan sudut pandang orang sales and distribution. Fokus dari orang agency akan lebih cenderung ke impression, reach, dan engagement atas konten yang disebar. Fokus ini tidak jauh beda dengan fokus orang brand dan marcomm, bagaimana konten yang dibuat dengan sedemikian rupa dapat dilihat sebanyak mungkin audience dari targetting yang sudah disusun, yang pada akhirnya akan mengarah ke engagement dan sales leads tentunya. Setting target ini sangat bervariasi, tergantung tujuan dari campaign itu sendiri.

Sumber: http://www.facebook.com

Apakah tujuan digital campaign hanya sebatas impression saja? Tentu tidak. Misalnya sebuah brand mengeluarkan produk baru, dan brand tersebut ingin produk barunya dikenal oleh masyarakat luas dengan cepat. Dengan demikian, setting target audience dapat dibuat lebih longgar dari sisi usia, gender, tempat tinggal, dan interest-nya. Namun jika tujuannya lebih ke sales leads creation, targeting dapat dibuat lebih ketat.

Misalnya brand es krim terkemuka yang ingin memperkenalkan produk ice cream cake terbarunya dengan tujuan engagement creation dan sales leads creation, melakukan setting target audience untuk social ads di Facebook dan Instagram sebagai berikut:

  • Usia: 25-45 tahun (dianggap sudah mapan dan punya penghasilan layak sendiri)
  • Gender: male-female
  • Tempat tinggal: kota-kota besar (1st and 2nd tier city) di Pulau Jawa, dimana tersedia armada pengiriman khusus frozen food tersebut
  • Interest: dessert, ice cream, ice cream cake, birthday cake, chocolate, dan sebagainya.
Sumber: http://www.facebook.com/campina.eskrim

Tentunya dengan setting sedemikian rupa, impression yang didapat tidak akan setinggi targeting pertama, yang tujuannya create awareness saja. Namun jika goal-nya adalah create sales leads, harus dipastikan kalau targeting yang disusun sudah tepat. Konten dilihat oleh audience yang tepat, yang suka dengan dessert, es krim, ice cream cake, dan keywords sejenis. Dan audience datang dari demografi yang tepat pula, dari gender, usia, dan kota tempat domisili. Dan hasil akhirnya, 2 target dapat dicapai, impression dan engagement yang tinggi dari targeting yang sudah dibuat, dan juga penjualan varian ice cake lewat online channel pun memenuhi target yang sudah dibuat. Promo ice cream cake yang seharusnya dijalankan selama 24 jam penuh ini (dibuka pukul 00.01-24.00 WIB), harus ditutup pada pukul 17.00 WIB karena sudah jauh melampaui target penjualan..

Saya melihat ini, dalam konteks pengembangan digital marketing di suatu korporasi FMCG dalam 2 bagian, yaitu: otak dan perut. Berikut saya jelaskan:

  1. Perut. Bagian yang jika dipenuhi (atau setidaknya ada dalam target setting sebuah campaign) akan mengenyangkan semua pihak. Perut disini saya analogikan dengan penjualan yang didapat dari suatu digital campaign. Dan ‘ukuran perut’ ini lebih penting dibanding ‘ukuran otak’ untuk saat ini. Kenapa? Karena jika ukuran ini terpenuhi, tercipta penjualan dan pertumbuhan penjualan yang signifikan, everybody will surely be happy. Termasuk para stakeholder yang belum mengerti apa itu dan apa fungsi dari keberadaan digital marketing. Ekspresi umum dari mereka biasanya: “Ooo.. Bisa dipakai buat jualan toh, ini digital marketing yang selama ini kami ceritakan?” Sambil senyum-senyum tentunya 🙂
  2. Otak. Sekali ukuran perut dapat terpenuhi, akan lebih mudah menularkan minat untuk mempelajari digital marketing kepada mereka. Yang akan dimulai dengan pertanyaan semacam: “Bagaimana caranya bisa berjualan lewat facebook dan media sosial ini, mas?” Nah, begitu ketertarikan ini sudah ada, akan lebih mudah menjelaskan tentang istilah-istilah seperti; website, social media, affiliate marketing, e-mail marketing, sales leads, social ads, dan teman-temannya.

Secara singkat, jika pembaca blog ini merasakan dan mengalami apa yang saya alami dan rasakan sebagai pekerja di industri FMCG, dan kebetulan menggeluti dan mendalami digital marketing, selain menggunakan analogi ‘otak dan perut’ diatas dapat menjelaskan lebih mudah lewat gambar funnel di bawah ini:

Sumber: http://www.hinge.com
  • Top of the funnel: kegiatan di digital media yang dapat dilakukan di puncak funnel ini antara lain: membuat konten (image plus caption) dan unggah di media sosial, membuat konten dengan memperhatikan kata kunci dan menyebarkannya lewat artikel di website korporat atau blog resmi korporat. Tujuannya adalah create awareness dan engagement.
  • Middle of the funnel: dari kegiatan yang diatas, jika konten yang dihasilkan menarik dan sesuai dengan target audience, maka awareness dan engagement akan didapat. Tugas selanjutnya menciptakan ketertarikan terhadap produk yang ditawarkan. Dalam konteks e-commerce website, pengunjung sudah melakukan lebih dari satu kali kunjungan, dimana diasumsikan kunjungan pertama di-trigger dari konten yang diunggah di media sosial.  Di kunjungan kedua ini, pengunjung mulai bersedia untuk terjun lebih dalam, yaitu mendaftar sebagai member dari e-commerce tersebut. Dengan mendaftar, ia akan menyerahkan nama lengkap, alamat e-mail, alamat rumah (setidaknya alamat tujuan pengiriman-bisa menggunakan alamat kantor), dan mungkin juga nomor HP. Semua ini bisa dipanen dan dikelola untuk aktivitas di funnel yang lebih dalam.
  • Tip of the funnel: Di akhir perjalanan di funnel ini, yang bisa dilakukan oleh pengelola website e-commerce adalah membagikan update lewat e-mail marketing (atau bisa juga SMS blast, atau Whatsapp blast) ke para member website, untuk memberitahukan program promosi yang menarik, produk baru, dan informasi-informasi penting lainnya. It’s all about sales, sales, and sales!

Jadi jika ada yang bertanya, “Apa gunanya kamu main Facebook, ketak ketik di twitter, buat tulisan-tulisan panjang di blog, jeprat jepret lalu unggah di Instagram?” Teman-teman bisa jelaskan dan jawab dengan analogi funnel diatas 🙂

Ada satu peran yang fokus pada content creation, dimana konten yang hendak diunggah di media sosial suatu brand harus punya daya tarik tersendiri, punya shareworthiness. Sehingga harapannya tanpa didorong oleh social ads atau aktivitas search engine marketing yang tepat, konten dapat menjalar dengan sendirinya, lewat aktivitas share, comment, likes/favorite pengguna media sosial secara organik. Konten yang bisa mengaduk-ngaduk perasaan, menimbulkan rasa iba dan rasa emosional yang lain, cenderung lebih cepat bergulir. Orang-orang kreatif di agency atau didalam korporasi punya tugas penting dalam menciptakan konten yang appealing ini. Kreatif dalam menerjemahkan brief orang-orang brand, menjadi konten (image dan caption) yang bisa mengggugah minat target audience.

Cara penyampaian tentang digital marketing pun akan berbeda frame-nya apabila dibawakan oleh orang agency, yang pasti akan memanjakan mata dengan tampilan visual yang ‘wah’ dalam penyampaian pesan. Namun jika dibawakan oleh orang korporasi (dari industri FMCG misalnya), saya yakin akan lebih komprehensif. Tidak berhenti di engagement creation semata, namun juga sampai pada sales creation dan consumer retention. Dan hal ini yang akan saya bagikan ke mahasiswa/mahasiswi saya dari Peminatan Periklanan, Departemen Komunikasi FISIP-Universitas Indonesia di semester ganjil 2017, yang akan dimulai tanggal 28 Agustus 2017 ini. Saya yakin materi tentang komunikasi visual  dan verbal sudah mereka dapatkan dari dosen-dosen lainnya di semester ini maupun semester-semester sebelumnya.

Namun kalau dari saya, saya ingin mereka mendapatkan materi yang akan berguna selepas mereka lulus nanti. Terlepas apakah mereka akan memilih profesi sebagai orang agency, orang korporasi, entrepreneur, ataupun lanjut mengejar gelar S2.  Terlebih jika mereka memilih menjadi orang advertising agency atau digital agency, mereka (kebanyakan akan bertugas sebagai Account Executive, atau sebagai Creative jika sudah punya talenta di bidang design) pasti akan berhadapan dengan para calon klien atau klien lama dari agency mereka, yang mungkin kebanyakan datang dari industri consumer goods (bersifat B2C dan juga C2C) dan mungkin beberapa dari industri lain yang bersifat B2B. Dan saya ingin pastikan mereka cukup paham tentang dunia digital marketing dari sudut pandang industri consumer goods ini. Dari sudut pandang saya.

Ingin tahu materi tambahan untuk mahasiswa/i saya di semester ganjil ini? Coba cek tulisan saya sebelumnya 🙂

 

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s