April, Bulan untuk Homecoming (Bagian 1-Road Trip)

Saya baru sadar kalau menyetir adalah hobi 🙂

Itu kenapa mungkin menyetir jarak jauh jadi sangat menyenangkan (meskipun pastinya juga melelahkan), karena sama halnya seperti hidup. Sekali kita sampai di tujuan, kita akan merasa puas. Puas karena apa yang kita inginkan tercapai. Puas juga, karena sepanjang perjalanan menuju tujuan tersebut, kita melihat dan mengalami banyak hal. Karena itu, jika kita hanya fokus ke tujuan saja, tanpa bisa menikmati ‘pemandangan di kiri kanan jalan’, kita akan melewatkan banyak hal, dan bahkan melewatkan makna perjalanan itu sendiri.

Bulan April ini terhitung sudah ada dua perjalanan luar kota yang saya lakukan. Yang pertama, ‘birthday trip‘ ke Semarang dan Ambarawa, yang ceritanya bisa dibaca disini. Yang kedua adalah ‘homecoming trip’ ke kota kelahiran saya, di Jawa Timur. Lalu apa saja pemandangan di ‘kanan kiri jalan’ yang bisa dinikmati dan bisa diceritakan?

Here we go, let the story begin!

Kemacetan cukup panjang di Tol Cikampek, pukul 20.52 WIB

Kamis, 28 April 2017 pukul 20.34 WIB saya mulai perjalanan setelah menjemput istri pulang kerja dan mengisi BBM di Rest Area Tol Cikampek KM 19. KM kendaraan saya saat itu: 138965. Ini adalah kali pertama saya lakukan perjalanan jauh tanpa istirahat dahulu seperti biasanya. Saya biasa tidur 5-6 jam dahulu sepulang kerja, sebelum memulai perjalanan pukul 01.00 atau pukul 02.00 WIB. Dan sudah bisa ditebak, stamina pasti tidak akan sebagus kalau saya ‘menabung’ tidur sebelumnya.  Saya sudah mencatatkan istirahat pertama di Rest Area KM 57 Tol Cikampek selama 30 menit , dan kemudian istirahat kedua di Rest Area KM 137 Tol Cipali, untuk kembali tidur selama 30 menit setelah makan malam.

Padahal kalau menyempatkan diri istirahat (tidur dahulu), saya baru ambil waktu istirahat agak panjang di Rest Area Palikanci, atau di SPBU-SPBU setelah exit Brebes.

Keluar di Brexit (Brebes Exit), pukul 02.53 WIB

Selepas keluar tol Brebes, perjalanan cukup lancar, dan dihiasi dengan 2 kali istirahat di SPBU random yang saya temukan di pinggir jalan. Saya benar-benar memanfaatkan waktu istirahat untuk mengisi ulang tenaga dan stamina mata. Tidur selama 30-40 menit mampu mengisi tenaga untuk melanjutkan 4-5 jam perjalanan. Namun kali ini, saya banyak mengambil waktu istirahat, hampir 2 jam sekali saya berhenti sebentar di SPBU untuk sekedar ke toilet dan meregangkan otot sebentar. Dan ternyata ini cukup efektif!

Sesampai di kota Kendal, sebelum masuk kota Semarang, saya mencoba hidangan khas wilayah Pantura di warung makan sederhana di pinggir jalan di pusat kota. Menu sarapan saya, nasi dengan lauk ikan pe’ (ikan pari) yang diolah bumbu mangut (pedas dan merangsang selera), sementara istri saya mencoba ikan manyung penyet sambel pedas. Sarapan sederhana di warung makan bersahaja tersebut tergolong murah meriah, makan berdua hanya mampu membuat saya merogoh Rp30.000,- dari kantong saya 🙂

Dan kali ini juga, saya mengambil rute pantai utara, artinya saya tidak mengambil rute Semarang-Bawen-Karanggede-Sragen-Ngawi-Mejayan-Nganjuk-Kediri-Pare-Batu-Malang yang biasa saya lalui. Alih-alih, saya benar-benar menyusuri jalanan di ujung utara Pulau Jawa. Dari Semarang, saya mengambil rute Demak-Kudus-Pati-Rembang-Tuban-Lamongan-Gresik-Surabaya-Malang. Memang sepanjang perjalanan terasa lebih cepat capek karena suhu yang luar biasa panas terik di luar. Namun meskipun panas, ada beberapa hal yang mengasyikkan:

  • Pemandangan laut/pantai di sisi kiri jalan (ini sangat menyenangkan istri saya)
  • Hidangan mangut kepala ikan manyung yang bertebaran di sepanjang perjalanan, dari kota Pati hingga kota Tuban
  • Hidangan khas yang sangat spesifik di masing-masing kota yang saya lewati, yang sayangnya jika tidak ingat lingkar pinggang pasti akan berhenti dan terus berburu kuliner lokal 😀
  • Jalur khusus di kiri jalan, yang sebenarnya untuk kendaraan yang lebih lambat (motor, sepeda, dll) di sepanjang jalur pantura, yang somehow dapat dipakai untuk mendahului truk-truk kontainer besar dari lajur kiri-jalur ini tidak ada di sepanjang jalur tengah-selatan.

Kota Pati. Kota yang terkenal dengan nasi gandulnya! Saat lewat kota ini, waktu tepat menunjukkan jam makan siang. Saya dan istri memutuskan untuk berhenti sejenak di kota ini untuk mencicipinya. Dari hasil googling, Nasi Gandul Pak Meled muncul di urutan pertama. Mari kita coba!

Nasi Gandul Pak Meled-Gajahmati, Pati-Jawa Tengah
Nasi Gandul Pak Meled-Gajahmati, Pati-Jawa Tengah

Nasi Gandul ini sekilas mirip dengan gulai atau empal gentong khas Cirebon, namun lebih berempah dan punya warna merah yang cukup dominan. Warna merah yang menurut mbak penjaga warung (cucu Pak Meled sendiri) berasal dari cabe merah, dan rempah-rempah yang lain. Oiya, nama pendiri warung ini, Pak Meled, dilafalkan huruf ‘e’-nya seperti kita mengucapkan kata ‘kebelet’, bukan seperti kita melafalkan ‘betet’. Dan kenapa disebut nasi gandul? Karena pada awalnya hidangan ini dijajakan dengan cara dipanggul-berjalan keliling. Jadi seperti sebutan ‘cuanki’ di Bandung untuk jajanan bakso, yang ternyata adalah kepanjangan dari cari uang jalan kaki 😀

Penjaga warung menjelaskan kenapa hidangannya tersebut disebut nasi gandul, sambil menjelaskan bahwa pikulan bambu yang ada di warungnya sudah ada sejak tahun 1950. Dipakai oleh almarhum Pak Meled menjajakan nasi gandul di kota Pati.

Nasi Gandul Pak Meled-Gajahmati, Pati-Jawa Tengah

Saya memilih potongan kikil sapi sebagai pelengkap plus kuah melimpah, dan istri saya memilih potongan paru sapi untuk menghiasi nasi gandulnya, yang disajikan diatas piring dengan selembar daun pisang. Terlihat sangat menggugah selera! Dan memang rasa nasi gandul ini mirip dengan gulai, dan enak juga. Porsi nasi yang tidak terlalu banyak tidak terlalu membuat saya ‘merasa bersalah’ dengan potongan kikil sapi melimpah tersebut. Hehehe..

Satu porsi nasi gandul (tanpa tambahan lauk) dibandrol Rp16.000,- dan 1 potong daging-kikil-jerohan dibanderol Rp11.000,-/potong. Masih ada pilihan lauk lainnya, yaitu perkedel kentang, tempe, dan tahu sebagai pelengkap. Jadi siang itu, untuk makan berdua kami merogoh Rp55.000,- untuk 2 porsi nasi gandul plus lauk, 2 es teh manis, dan 3 kerupuk. Totally worth it!

Pantai pertama selepas perbatasan Jateng-Jatim (Kabupaten Tuban)

Di sepanjang ruas pantura, dengan mudah kita menemukan pantai, baik pantai berpasir maupun pantai terjal dengan bebatuan. Dan kami beruntung, kami menemukan beberapa pantai berpasir untuk disinggahi. Salah satunya adalah Pantai Stockpile (kami tahu dari geo-tagging), yang letaknya dekat dengan pelabuhan (port) untuk pabrik Semen Gresik. Dan tak jauh dari situ juga ada pelabuhan untuk pabrik Semen Holcim. Lihat port di belakang kami? Itu port milik Semen Gresik.

Pantai Stockpile-Tuban
Pantai Stockpile-Tuban

Perjalanan dari Tuban hingga kota Surabaya, masuk tol Gresik via Gerbang Tol Kebomas cukup lancar sebenarnya. Hanya saya kami tiba di Surabaya setelah jam pulang kantor menjelang long weekend. So guess what? Macet dan padat menjelang exit tol Dupak, untuk masuk kembali ke tol Surabaya-Gempol, butuh waktu 2 jam saja.

Gerbang Tol Kebomas (Tol Surabaya-Gresik), pukul 17.48 WIB (start)
Gerbang Tol Pandaan (Tol Surabaya-Pandaan), pukul 20.28 WIB (finish)

Perasaan lega mulai muncul selepas keluar dari tol Surabaya-Pandaan menjelang Taman Dayu. Maksud hati ingin berhenti di pintu masuk Komplek Taman Dayu, untuk berfoto sebentar di komidi putar (merry-go-round), salah satu lokasi foto pre-wedding kami bulan Desember 2007 yang lalu. Namun sayang sekali saat kami melintas, komidi putar tersebut sudah dibongkar. Sayang banget :’)

Dan kami sampai di kota Malang tepat pukul 21.30 WIB, setelah menempuh kurang lebih 25 jam perjalanan Bekasi-Malang. Again, the trip is totally worth it! 🙂

Simak cerita #homecomingtrip saya di kota Malang, keesokan harinya disini.

 

 

4 Comments Add yours

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s