Indonesia E-Commerce Summit and Expo Day 3 #IESE2016 (bagian 2)

Tulisan ini adalah bagian ke-2 dari blogpost Indonesia E-Commerce Summit and Expo Day 3 #IESE2016, yang sengaja saya bagi menjadi 2 tulisan karena ternyata kontennya cukup banyak. Tulisan sebelumnya bisa dibaca disini.

Hari Jumat ini saya ‘nonton’ 2 sesi presentasi di ruangan workshop sebelum beralih masuk kembali ke ruangan summit. Setelah melihat presentasi Ibu Lisa Widodo dari blibli.com, sempat menunggu beberapa saat untuk makan siang dan rekan-rekan yang ibadah sholat Jumat, saya melanjutkan menyimak presentasi tentang Omni-channel in e-commerce, yang dibawakan oleh Pak Haryo Suryo Putro dari Alfaonline.com.

Bapak Haryo S. Putro, CMO-COO Alfaonline
Bapak Haryo S. Putro, CMO-COO Alfaonline.com

 

Omni channel? Usaha yang dilakukan oleh peritel untuk menghubungkan diri dengan pelanggannya lewat cara apapun, kapanpun, dimanapun, sesuai dengan cara yang diinginkan oleh pelanggannya. Mempelajari dan melihat omni-channel ini pun juga harus dilakukan dari sudut pandang pelanggan.

Ada satu istilah, yaitu BA-FA-RA, atau buy anywhere – fulfill anywhere – return anywhere. Atau pelanggan Alfamart (didukung oleh Alfaonline secara digital), harus bisa mendapatkan apa yang diinginkannya dimanapun, memenuhi kebutuhannya dimanapun, dan mengembalikan produk yang tidak ia kehendaki dimanapun. Saya jadi ingat dengan apa yang dibawa oleh Mataharimall.com dengan O2O-nya.

Online to offline.

Bayangkan Matahari Department Store yang punya gerai di hampir kota-kota besar di Indonesia bisa jadi sarana untuk para pelanggannya dalam mendapatkan, memenuhi kebutuhan, dan (jika terjadi) bisa menukar atau mengembalikan produk yang tidak ia inginkan kapan dan di toko Matahari mana saja. Pembelian via online (dengan menggunakan e-voucher discount dan cara-cara lainnya untuk dapat berbelanja lebih hemat) dapat diambil di toko Matahari terdekat, pelanggan bisa fitting baju atau busana lainnya sebelum ia membawanya pulang. Another case, pelanggan yang mendapatkan produk yang ia beli tidak sesuai dengan keinginnnya dapat menukarnya dengan produk serupa di toko offline. That simple 🙂

Alfamart. Bermula di 1999 dan (akan) punya market place di 2016
Alfamart. Bermula di 1999 dan (akan) punya online market place di 2016

 

Saya cukup mengamati perkembangan Alfamart ini sejak awal berdiri, dimana toko pertamanya didirikan di daerah Kebon Nanas – Tangerang, yang lokasinya cukup dekat dengan kantor pusatnya di daerah Cikokol, masih di Tangerang. Bahkan pernah bekerjasama dengan Alfaonline di awal-awal masa berdirinya di tahun 2012. Saat itu masih perpanjangan dari toko offline Alfamart yang ada, belum ada hal yang baru. Sempat menjual beberapa varian ice cream cake dari company saya saat itu. Namun mungkin karena saat itu belum fokus, kerjasama bisnis tersebut terhenti, sehingga produk ice cream cake kami tidak lagi ditemukan di website Alfaonline.com. Dan saya yakin, dalam waktu dekat, Alfaonline akan kembali mengundang kami, salah satu supplier mereka di kategori es krim (dairy – frozen food) masuk ke market place-nya 🙂

Namun sekarang Alfamart benar-benar berbenah. Manajemen mereka kelihatannya mulai memandang bisnis e-commerce ini dengan sangat serius. Diantaranya dengan merekrut seseorang yang sudah dianggap jago untuk menggawangi bisnis online-nya ini. Cukup kaget juga dengan transformasi strategi online Alfamart, lewat Alfaonline-nya yang akan merubah toko online-nya menjadi konsep market place. Artinya, bukan saja Alfamart yang bisa berjualan secara online disana, para UKM dan lainnya bisa mendaftarkan diri sebagai penjual (merchant).

Dan peta persaingan antar Alfamart dan pesaing utamanya di bisnis retail, Indomaret pasti akan lebih intense. Indomaret, yang kita ketahui sebagai peritel modern yang bergerak di karegori chain store mini market pertama di Indonesia terlebih dahulu serius membangun dan mengelola bisnis pesan antar, yang dinamai Pesan Ambil Antar Indomaret (PAAI). Channel penjualan PAAI ini cukup baik kinerjanya, jika dilihat dari penambahan kategori produk dan jumlah merchant-nya. Dari hanya beberapa supplier saja, hingga kini memiliki dan mengelola ratusan merchant. Dan bisnis ini cukup berkembang dari tahun ke tahun. Kapan Indomaret akan hadir juga dengan intense di ranah online, kita tunggu saja 🙂

Omni-channel from customer & logistic POV
Omni-channel from customer & logistic POV

 

Bagaimana dengan perspektif omni-channel dari sisi logistik?

Omni-channel dari sisi logistik adalah perpaduan antara DC (distribution center), FC (fulfillment center), dan RC (return center). Secara harafiah, arti dari DC atau distribution center mengarah pada pola distribusi dari warehouse (gudang) ke outlet. Masing-masing retailer memiliki DC yang dibangun di titik-titik strategis, sehingga bisa meng-cover outlet-outlet yang ada di region-nya dengan baik. FC atau fulfillment center dapat diartikan sebagai titik dimana pengiriman berawal dari warehouse untuk langsung dikirimkan kepada pelanggan atau pemesan. Biasanya disebut stock point. Armada pengiriman untuk FC ini lebih kecil dan ringkas, bisa mempergunakan mobil-mobil berukuran sedang, sepeda motor, sepeda, dan (in the near future) drone! RC, titik dimana pelanggan yang mendapatkan barang yang ia beli secara online tidak sesuai dengan ekspektasinya, bisa menukarkan dengan yang sesuai dengan apa yang diharapkan saat membeli.

Di era e-commerce ini, titik distribusi tidak lagi berperan sebagai titik pengiriman dari warehouse ke outlet (atau bahkan distributor dan middle party yang lain), namun juga bisa mengirimkan produk langsung ke alamat konsumen. Untuk bagian yang kedua, fulfillment center banyak dipakai oleh merchants yang memiliki layanan home delivery. Lewat layanan home delivery, biaya dapat dipangkas drastis. Drastis? Mari kita lihat dari kacamata supplier consumer goods, di kategori frozen foods (makanan beku).

  1.  Khusus di kategori frozen foods, produk harus disimpan dalam suhu beku. Ini akan menimbulkan inevitable cost dalam bentuk penyediaan asset freezer dan jika dipasang di outlet-outlet (modern dan beberapa traditional market), akan muncul biaya tambahan berupa rental space dan electricity fee yang cukup menggerus margin dari supplier. Jika supplier hadir di semua chain store mini market, misalnya Alfamart dengan kurang lebih 7.000 outlet-nya, coba hitung jika monthly rental space per outlet Rp 350.000,- dan kalikan dengan satu tahun. Besar bukan?
  2.  Biaya pemeliharaan freezer dan biaya man power (salesman, delivery man, collection, assistant delivery man, merchandiser, dan sebagainya) untuk menjaga appearance atau display produk tetap rapi di dalam freezer, dan juga stock selalu fulfilled, tidak pernah terjadi out of stock.
  3. Pengadaan freezer untuk setiap outlet yang ada.
  4. Dan biaya lain-lain (freezer movement, dan sebagainya)

Nah, sekarang bandingkan jika pola distribusi lebih banyak ke fulfillment center, biaya semenjak produk keluar dari gudang hanya terdapat pada delivery men dan  biaya packing per order saja. Dan mungkin masih ada biaya tambahan lainnya, misalnya jika brand tersebut menjadi merchant di salah satu e-commerce platform (market place). Besaran biaya dalam bentuk persentase yang ditagihkan/dipotongkan per transaksi. Itu saja biayanya.

Kelebihannya lagi, control akan kepuasan pelanggan dapat dipastikan lewat delivery men, yang somehow menjadi touch point bagi brand langsung ke pelanggan. Sehingga jika anda mengelola penjualan dengan diperkuat tenaga pengiriman, pastikan mereka terlihat rapi, bersih, menarik, telah dilatih untuk melayani pelanggan dengan baik dan anda bekali dengan outfit (seragam, from head to toe) yang pantas, yang merepresentasikan perusahaan anda.

Imagine this : someday in a very near future, drones are utilized to deliver packages, perishable goods like ice cream and other frozen foods within minutes, not hours directly to houses or offices.

Jadi mungkin outlet minimarket seperti yang dikelola oleh Alfamart dan Indomaret akan lebih berperan sebagai RC (return center) dan mini fulfillment center (FC). Sedangkan DC (distribution center) dari masing-masing peritel tersebut akan lebih berperan sebagai FC saja, yang artinya di masing-masing peritel akan mempersiapkan, mengelola delivery fleet dalam berbagai ukuran secara massive. Mobil box ukuran sedang, motor dengan delivery box, kurir sepeda, dan lagi-lagi saya sebut : drone. Saya pernah baca artikel tentang pengiriman VIP (very important package) seperti obat-obatan dan bahkan organ manusia untuk operasi transplantasi yang butuh waktu sangat singkat dan cepat karena faktor urgensinya. Semuanya akan sangat bergantung pada platform dan koneksi internet. Model bisnis akan berubah dari yang konvensional menjadi (let’s say) application based. Semuanya bisa dijangkau dan dilakukan (dari kegiatan search sampai konfirmasi pembayaran dan penulisan review) dengan hanya setuhan ujung jari-jari di layar smartphone kita.

Enough with logistic, now let’s move to sharing economy! The Rise of Sharing Economy as our next menu 🙂

Nadine Freischlad (techinasia.com - moderator), Nadiem Makarim (GOJEK), Kaneshwaran Avili (Nida Room),
(ki-ka) Nadine Freischlad (techinasia.com – moderator), Nadiem Makarim (GOJEK), Kaneswaran Avili (nidaroom.com), Dondi Hananto (wujudkan.com), dan Ryan Godokusumo (seribu.com)

 

It’s Nadine, Nadiem, Kaneswaran, Dondy, and Ryan on the stage. And this was actually the last panel discussion I’ve enjoyed before heading to coffee break room until Minister Anies Baswedan (Minister of Culture and Primary and Secondary Education of The Republic of Indonesia) and Daniel Tumiwa (CEO of OLX and Chairman of IDEA) closed the event. 

Sharing economy, adalah bisnis masa depan (atau bisa dimasukkan ke bisnis masa sekarang) yang tidak jauh dari platform, menghubungkan supply dan demand. Kita bisa menggambarkan sharing economy ini dengan GOJEK – GO-RIDE (termasuk juga GRAB BIKE dan UBER BIKE). Meskipun masih jauh dari kesan nyaman (sama halnya dengan naik ojek atau motor di keramaian kota jakarta dan daerah-daerah pendukung di sekitarnya), namun platform ini benar-benar menghubungkan supply dan demand dengan sebenarnya. Pengguna alat transportasi yang susah menemukan ojek dimanapun dan kapanpun bisa dengan mudah menemukan sarana transportasi ini lewat aplikasi di perangkat mobile-nya. It’s demand.

Supply? Dulu para tukang ojek berderet menunggu penumpang di pangkalan ojek, mengejar angkot atau bus yang menurunkan penumpangnya berharap para penumpang yang turun mau menggunakan jasa yang ditawarkan. Namun kini, jika mereka bergabung ke layanan ojek online ini (istilah yang menjelaskan kata ride-hailing dengan mudah), mereka bisa menemukan penumpang di manapun dan kapanpun. Literally everywhere. Mereka kini tidak perlu punya pangkalan (terdaftar secara informal di kelompok tukang ojek), ibaratnya seluruh jalanan ibukota adalah pangkalan mereka.

Dan sharing economy ini adalah model bisnis hybrid, yang tetap akan menjadi sebuah ‘hype’ di lima sampai sepuluh tahun kedepan. Dan jujur, hari ini pun dengan perubahan yang sedemikian cepat dan banyak terjadi loncatan-loncatan ini, saya belum tahu apa yang akan terjadi di minggu atau bulan depan, atau bahkan esok hari. Saya sampai saat ini hanya bisa mengamati perubahan-perubahan apa saja yang sedang terjadi, dan sebisa mungkin menyesuaikan diri dengan perubahan itu. Tidak perlu malu untuk belajar atau bertanya pada yang lebih tahu dan lebih menguasai, karena belajar tidak mengenal kata gengsi.

Dan dengan mengetahui apa yang sedang terjadi, shifting di perilaku konsumen, perubahan yang terjadi di pasar, saya sebisa mungkin melakukan perubahan di unit bisnis yang saya bersama team kelola. To stay relevant and always adaptive to changes are the key. And I believe that! 

3 Comments Add yours

  1. Eko Marwanto says:

    Hello big boss, thanks for sharing. Kebetulan saya baru join di alfaonline, one of e-commerce di Indonesia mulai maret 2016 ini.

    Saya akan banyak belajar dari blog anda ini.

    1. haryoprast says:

      Perlu banyak referensi lain ya pak Eko 🙂 Saya hanya cerita apa yang saya tahu, alami, pelajari saja koq..

      But thanks anyway 🙂

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s