Iya, sudah selesai. Maksudnya studi S2 saya 🙂
Saya mulai memutuskan untuk mengambil program studi S2 Magister Manajemen di Universitas Mercubuana dalam waktu yang cukup singkat. Kata sepupu saya yang sesama Aries dan bergolongan darah O, saya cenderung nekat dalam mengambil keputusan – kurang data pendukung, namun pada saat ada kejadian di luar perhitungan, saya bisa dengan mudah melakukan improvisasi dengan mempertimbangkan beberapa pilihan, kadang sangat beresiko, agar tujuan saya tercapai. Ariesian and O blood group people are the pioneers!
Kurang lebih demikian gambaran saya 😉
Nah, salah satu pertimbangan saat itu tentunya seberapa besar cash reserve yang saya punyai untuk membiayai kuliah saya selama dua tahun, atau dua puluh empat bulan kedepan. Cukup nggak dana yang saya peroleh dari gaji bulanan untuk dialokasikan sebagian besar ke urusan kembali ke bangku kuliah ini.
Once decision has made, I go through!
Sedikit ber-flash back, kuliah S1 saya di Universitas Brawijaya Malang selesai di tahun 2002, tepat 4 tahun setelah saya masuk di tahun 1998. IPK 3,40, lumayan lah. Saya ambil jurusan Manajemen, konsentrasi Pemasaran. Satu bidang yang buat saya sangat menarik, bukan karena terlihat yang paling mudah. Beruntung selama saya pertama kali merasakan bekerja di tahun 2001, saya tidak jauh dari dunia pemasaran dan penjualan. Iya, saya beruntung. Hingga bergabung di perusahaan tempat saya bekerja sekarang, bidang yang saya geluti dan tekuni juga berkutat di pemasaran dan penjualan.
Setelah berkarir secara profesional selama 12 tahun (2001-2013), saya memutuskan untuk bersekolah lagi. Memutuskan kuliah dimana pun juga diputuskan cepat, saya memutuskan berkuliah di Universitas Mercubuana Jakarta. Kampus saya pilih yang terdekat dari rumah, karena ingin kuliah hanya di hari Sabtu saja. Mulai pukul 07.30 – 16.30 WIB. Tiga mata kuliah per hari, 3 SKS per mata kuliah di semester satu dan dua. Kenapa saya pilih kampus ini? Karena saya terekspos informasi yang disebar lewat media digital Facebook fanpage, saya baca, budget masuk, para pengajar cukup OK, dan saya tertarik untuk ambil.

Kuliah lagi. Seperti merapikan kertas-kertas catatan yang berserakan selama 15 tahun berkarir, kertas-kertas hasil merekam informasi, ingatan, pengalaman, pengetahuan sedemikian rupa, dikumpulkan jadi satu, lalu dijilid menjadi buku, dan dirapikan di rak-rak khusus agar kapanpun saya butuh informasinya, saya bisa mengaksesnya dengan mudah. Saya melihat studi di magister atau S2 seperti itu. Seperti memantapkan pengalaman dan pengetahuan yang saya dapat, untuk dibandingkan dengan teori-teori yang saya dapatkan kembali dari bangku kuliah.
Hal yang paling exciting?
Saat mendapatkan tambahan peran sebagai peneliti, selain sebagai mahasiwa magister manajemen. Kenapa jadi peneliti? Saya harus bisa menyeimbangkan sisi keilmuan dengan sisi profesional saya, sehingga di karya akhir S2 saya, tesis saya, bukan saja menceritakan keberhasilan saya mengangkat e-commerce website dari nol hingga bisa menjadi selling channel yang mempunyai performa terbaik di tahun 2015, namun juga membuktikannnya secara ilmiah. Membuktikannya dengan menerjemahkannya menjadi variabel-variabel laten yang didukung oleh variabel-variabel indikator, sehingga bisa diteliti hubungan antar variabel dan diukur seberapa kuat hubungan antar variabel tersebut. Somehow, meskipun merepotkan, saya sangat menikmati pengalaman ini.
Kuliah selesai. Masuk ke penelitian.
Penelitian dimulai, saya mengambil tema yang mulai populer, pemasaran digital. Saya mengambil objek penelitian saya di perusahaan tempat saya bekerja. Penelitian ada karena melihat ada permasalahan. Dan saya melihat di tahun 2013, ada sesuatu yang bisa dianggap sebagai masalah di e-commerce website yang ditugaskan ke saya untuk dikelola. Masalah ada pada tingkat awareness konsumen yang rendah, sehingga jika dihubungkan dengan keputusan pembelian, hal ini cukup mempengaruhi. Peningkatan penjualan ke konsumen akhir akan selalu diikuti dengan peningkatan pada kesadaran konsumen terhadap produk dan merek. Itu yang saya yakini.
Jadi karya akhir ini bisa dikatakan catatan kegiatan saya selama 3 tahun mengelola e-commerce website ini. Mulai dari zero customer, zero member, zero transaction, dan zero review and testimonial, hingga menjadi fruitful di akhir tahun 2015 ini. Puas? Belum dong!
If you want to grow something digitally, organically, first you have to be a believer. A digital believer. Artinya, disaat orang lain masih belajar dan cari tahu tentang digital, anda harus one or two steps ahead. Harus tahu lebih dulu, harus tahu cara mainnya lebih dahulu, kemudian memainkannya dengan cantik, memberikan edukasi lewat hasil. Yup! That’s the way.
Sebagian orang mengerti digital lewat media sosial (social networks), lewat facebook, twitter, path, instagram, dan banyak platform media sosial lainnya. Mereka terbiasa membagikan aktivitas, pemikirannya, pendapatnya lewat media sosial. Sehingga di mind set mereka, digital adalah main-main. It’s ok for the first time. It’s also ok kalau mind set ‘main-main’ ini dianggap sebagai apa yang dilakukan oleh personel digital marketing.
“Wah, enak banget cuma main facebook doang digaji sama dengan kita-kita yang kerja keras di lapangan!”
(((mainfacebookdoang)))
Ingin rasanya saya ajak bertukar posisi selama seminggu. Jadi saya atau team saya melakukan tugas keseharian mereka, dan mereka melakukan apa yang menjadi keseharian kami selama satu minggu. Melakukan content creation, content management, hingga community management. Kadang saya tertawa geli bila membayangkan apa yang akan mereka lakukan di depan komputer 😀
Tapi ya nggak bisa gitu juga. Proses edukasi harus tetap berjalan. Lewat jalan yang lain. Lewat proses kognitif, dimana harus ada bukti nyata dari proses digital bisa meningkatkan penjualan, meskipun jika dilakukan tanpa kegiatan beriklan, zonder bayar – yang saya sebut diatas sebagai kegiatan yang organic.
Here’s the thing. Gimana kalau saya bisa tunjukkan grafik penjualan selama tiga tahun ke belakang, dimana kegiatan pemasaran digital sangat besar perannya disitu? Karena grafik penjualan di e-commerce website selama tahun 2013, 2014, dan 2015 terus menerus bertumbuh. Terus menerus menunjukkan kinerja yang sangat baik. Seberapa baik? Apakah pertumbuhan penjualan 140% di tahun 2014 vs. 2013 dan 111% di tahun 2015 vs. 2014 sudah cukup bagus? Well, saya gak bakal share nilainya ya? Lumayan lah! 😉
Jadi gini, kalau sudah ada bukti nyata efek dari pemasaran digital di penjualan (dan tentunya awareness), baru proses edukasi bisa berjalan dengan mudah. So this is one of how we deal with pesimists.
At first, kita mulai digital marketing dengan social network. Iya, lewat media sosial. Lalu akan berlanjut dengan SEO (search engine optimation), atau bagaimana membuat artikel, tulisan, postingan tentang kita ada di halaman pertama di urutan paling atas Google saat netizen mencari informasi tentang kita. Tanpa beriklan.
Kemudian, sebagai ‘rumah’ untuk kegiatan komunikasi dan pemasaran digital, kita harus punya website, atau yang paling mudah, blog.
Artikel yang diisi di website atau blog di-publish dan disebar lewat social networks, yang tentunya artikel-artikel yang di-publish secara online ini akan membantu peringkat kita di hasil pencarian Google lewat optimasi kata kunci. Kegiatan membuat konten secara online sebagai informasi untuk pelanggan maupun calon pelanggan bisa disebut online PR (public relation).
Social network : checked! Website : checked! Online PR : checked! SEO : checked!
Lanjut dengan indikator lain dari pemasaran digital, yaitu : e-mail marketing, online CRM, PPC (pay per click) advertising, dan affiliate marketing. Nah, kita akan lanjut dengan dua hal saja, e-mail marketing dengan online CRM saja. PPC dan affiliate marketing? Saya belum melakukannya di 2015, namun hal ini menjadi hal yang saya lakukan di 2016.
Bagaimana dengan e-mail marketing dan online CRM? E-mail marketing dilakukan dengan cara mengirimkan e-mail atau newsletter ke para pelanggan dengan berbagai konten dan purpose. Pesan paling populer sebagai konten dari e-mail marketing adalah promosi turun harga, online survey, dan sebagainya. Nah, dua hal tadi sudah pernah dilakukan dan hasilnya? Memuaskan!
Online CRM ini bisa jadi nyawa untuk kegiatan pemasaran digital. Bagaimana tidak? Trust dari calon pelanggan akan muncul pertama kali jika mereka membaca online review dan testimonial yang positif dari pelanggan lain. Kepercayaan muncul, intention to buy will come after. Sama halnya dengan saat hendak mengunduh mobile application, kita akan membaca review dan testimoni dari pengguna yang lain, setelah banyak ditemui review positif, kita akan mengunduhnya. Ini baru untuk mobile application gratisan, kita belum berbicara tentang mengunduh mobile application yang berbayar 😉
Kembali ke hal menyelesaikan studi S2 😀
Isi dari paragraf-paragraf diatas adalah sebagian besar dari isi tesis yang saya susun. Tesis ini perlu waktu banyak dalam menyusunnya, saya menjalani seminar tesis di tanggal 1 Februari 2015, memaparkan bab 1 sampai dengan bab 4 saya di depan 2 dosen penguji dan sejumlah audience umum. Sedangkan sidang tesis baru dilaksanakan pada tanggal 30 Januari 2016. 364 hari sesudahnya. Ada plus dan minus.
Kelebihannya adalah, saya bisa menampilkan grafik penjualan lewat e-commerce website selama tiga tahun penuh, 2013 sampai 2015. It’s a beautiful picture for me!

Kekurangannya adalah, saya melewatkan satu semester penuh untuk bersantai sambil mengamati semuanya, melihat satu per satu teman seangkatan saya lulus sidang tesis, mengumpulkan revisi draft tesis, mengumpulkan tanda tangan dosen dan pejabat kampus satu per satu, hingga melihat sebagian besar dari mereka di wisuda.
It’s was all worth the waiting!

Ini hanya milestones atau batu penanda saja. Satu penanda perjalanan hidup untuk diingat. Batu penanda harus banyak, supaya kita tahu kemajuan-kamajuan apa saja yang sudah kita buat dalam hidup. Batu penanda itu ada di belakang kita. Artinya, kita maju terus untuk menciptakan dan meletakkan batu penanda – batu penanda yang lain.
Gelar master yang diperoleh harus bisa membuat kita mampu berkontribusi lebih, jangan cuma berhenti sebagai gelar saja. Jangan cuma jadi pajangan saja. Percuma kan, punya gelas S2 tapi kariernya mentok gitu-gitu saja? Network-nya seukuran satu RT saja? Percuma juga kalau punya ilmu tinggi-tinggi tidak bisa diimplementasikan ke dunia nyata, setidaknya ke dunia kerja? Satu hal yang saya ketahui, kita bisa tahu kita paham atau tidak tentang apa yang kita pelajari, kalau kita bisa mengulangi menyebutkan, mengajarkannya ke orang-orang yang belum mengerti dengan baik. And if you can share your knowledge, experience to others in a formal way, it’s the best. Kalau bisa dapat kesempatan mengajar, ambil!
Artinya, pola pikir harus berubah dan juga berkembang. Dan juga harus tetap down to earth 🙂
Ini saya ngomong sama diri saya sendiri lho ya, bukan ke orang lain. Saya mengingatkan diri saya sendiri…
Thanks for reading my thoughts, fellas!

saya secara tidak sengaja menenukan tulisan-tulisan yang menarik ini dan belajar banyak dari tulisan mas Haryo. btw i’m a friend of mas Haris Rahmanto. Bener bahwa you are so passionate with your work..
btw thanks a lot for sharing your thought!
Wah, terima kasih atas apresiasinya, Mas Djalu 🙂 Like you’ve said, I’m just sharing what I’ve known…
makasih pak tuliasannay menginspirasi….!! saya sedang mencari magister s2 digital marketing eh ketemu tulisan bapak, tahun ini baru lulus s1 t.informatika 14 semester krna keenakan sama digital marketing, rencana mau ngelanjutin di digital marketing kl ada hehe..!! makasih pak sebelumnya tulisannya menginspirasi… moga2 saya bisa nyusul seperti pak haryo, salam sukses pak.
Thank you for your appreciation, mas 🙂
Saya bukan ambil S2 di Digital Marketing, hanya konsentrasi di Manajemen Pemasaran saja, namun untuk thesis saya, topik yang saya ambil e-commerce yang didukung elemen-elemen digital marketing. Dan basically saya nulis/nyusun thesis tentang apa yang saya suka.
Amin, mas. Semoga gelar S2-nya bisa ditempuh dalam waktu dekat.
Terima kasih tulisannya Pak, menarik sekali. Sama dengan kasus Mas Agung, saya sedang mencari informasi tentang magister s2 digital marketing, tapi nampaknya di Indonesia secara spesifik belum ada ya. Opsinya ambil S2 Manajemen Pemasaran mungkin ya.
Sukses terus Pak.
Memang di Indonesia masih jarang universitas yang membuka jurusan digital marketing, apalagi program S2 yang membuka jurusan serupa. Betul mas, konsentrasi manajemen cukup dekat dengan komunikasi atau pemasaran digital untuk pembahasan di nanti di tesis kita.
Artikel yg inspiring….btw setelah S2 selesai ada progress yg significant di karir ggk ya …
Hi mas Adi.
Not bad sebenarnya, untuk perkembangan di karir, baik di pekerjaan di perusahaan tempat saya bekerja, dan juga di luar pekerjaan saya.