Cara Merek Masuk ke Personal Circle Media Sosial Anak Muda

Dari sebuah meeting singkat dan diskusi menarik dengan 2 orang account executive (AE) sebuah radio swasta dengan target market anak muda dan first jobber di kantor saya, Selasa – 17 Maret 2015, hari ini muncul beberapa insights yang menurut saya sangat juicy, terutama buat para penggerak dan pengelola merek yang punya target market anak muda.

Bagaimana tidak juicy?

 

1415318755
Sumber foto : Getty Images

Disaat terjadinya fenomena pengguna twitter dan facebook di kalangan anak muda yang semakin menurun dewasa ini, dan semakin naik daunnya social media Path (Indonesia adalah negara dengan pangguna Path aktif terbesar di dunia) dan kembali naiknya social media Instagram di Indonesia, membuat pengelola merek yang aktif di jejaring media sosial – yang paham akan bagaimana bermain di ranah digital, berkomunikasi dua arah dengan mereka, harus berpikir keras tentang bagaimana komunikasi mereknya bisa masuk ke lingkaran personal anak-anak muda yang social media (dan bahkan tech) savvy ini.

Pertama, karena jumlah interaksi mereka di facebook mulai menurun. Banyak strategi, taktik, dan langkah-langkah yang diambil untuk tetap hadir di wall fans mereka, ditengah aturan (baca : algoritma) yang dibuat Facebook sendiri yang kian membatasi interaksi para pengguna facebook dengan merek (salah satunya lewat edge rank-nya), dan sebagian dari mereka yang meninggalkan keasyikan berinteraksi di facebook karena banyak orang yang ia kenal dekat (ayah, ibu, kakak, adik, tante, oom, kakek, nenek) juga hadir di facebook. Sehingga ia tidak lagi bebas berekspresi seperti di saat facebook friends-nya benar-benar teman-teman sepermainannya.

Kedua, karena sudah bosan dengan twitter. Benar, pertumbuhan user twitter di Indonesia (salah satu negara dengan user aktif twitter di dunia, dan Jakarta, the city of twitter) memang melambat, tidak seperti tahun-tahun sebelumnya. Dan sudah menjadi nature dari para anak muda ini, cepat bosan dan ingin mencari sesuatu yang baru, mencari sesuatu yang beda, yang bisa ‘mengangkat’ dirinya sebagai trend setter, sehingga dalam pergaulan off line ia punya social currency, bahan obrolan yang menarik.

Kedua media sosial paling populer tersebut kini banyak berubah fungsinya, terutama di kalangan user muda – usia 15-19 tahun. Kini, media sosial facebook dan twitter makin sering dipakai untuk cross posting saja. Artinya, update di media sosial lain (misalnya Path atau Instagram) di-share juga di media sosial lain. Supaya lebih banyak audience yang melihat postingan di media sosial tersebut. Namun sayangnya, seringkali foto yang di-attach akan terposting sebagai link saja. Jarang user yang rajin membuka link-link hasil cross posting yang di-share teman-temannya. It’s less in engagement.

Kerja pengelola merek dan divisi komunikasi marketing makin  berat berinteraksi di digital media. Karena organic engagement yang semakin menurun di twitter dan facebook 😦

Lalu bagaimana? Ramai-ramai buka akun Path?

“Wait! Whaaaat?? Merek buka akun Path?” *histeris 😮

Mungkin tujuannya agar pesan yang dibuat oleh merek bisa dengan mudah diterima oleh anak muda, di lingkaran paling pribadinya. Masuk ke circle Path-nya. Yang hanya dibatasi (dulu) 200 users, yang naik menjadi 500 users di tahun 2013 lalu. Akan lebih ekstrem kalau Path masih dibatasi hanya 200 user (makin seru berlaku ‘the game of unshare’), makin dekat-intim hubungan antar user Path. Well, masih ada fitur Inner Circle di Path. Kalau ingin postingan anda hanya dibaca oleh orang-orang terdekat yang paling dekat. Yang dipercaya. A private posting.

Dan bagaimana caranya merek bisa masuk ke timeline Path seseorang  secara teratur, tanpa harus mengambil langkah tidak lazim, membuka akun Path dan berharap di-add dan/atau di-approve pertemanannya. Well, what can you do with only just 499 friends? From only 1 account?

Dari perbincangan tadi siang, kedua AE tersebut menuturkan bahwa beberapa merek selama beberapa tahun terakhir ini sudah melakukan suatu strategi yang efektif untuk mendekati anak muda, dari kalangannya. Dari komunitas pertemanan terdekatnya. Yamaha Motor adalah salah satunya.

Jadi begini…

Mereka hire beberapa ambassador di tiap sekolah untuk dijadikan key opinion leader (KOL), unofficial spoke person untuk mereknya. Jadi, Yamaha Motor, salah satu merek yang sudah menjalankan taktik ini memilih beberapa siswa/siswi di suatu sekolah yang tergolong populer dengan tingkat ‘mingle’ tinggi. Intinya, yang temannya banyak banget, mereka yang gaul untuk dijadikan ambassador. Nah, mungkin selama 2-3 tahun terakhir Yamaha melakukan hal ini masih belum terasa efeknya. 2-3 tahun terakhir adalah masa dimana twitter dan facebook masih sangat populer. Path belum digilai seperti hari ini, dan Instagram sudah ada, tapi belum sefenomenal sekarang. Mereka buzzing tentang merek atau produk dari merek tersebut sudah dirasa biasa. Apabila di twitter saja, postingan yang dibaca user yang follow ambassador dan 600 user twitter lainnya akan cepat tergeser ke bawah. Karena derasnya alur tweets yang masuk, apalagi kalau dia follow banyak akun portal berita semacam detik.com dan sejenisnya.

By the way, anak-anak SMA yang dijadikan ambassador itu kegiatanya ngapain aja sih? Buzzing! 

Namun dengan cara dan gaya mereka sendiri, agar terlihat less fabricated. Agar terlihat lebih natural. Misalnya, kalau Yamaha Motor mengeluarkan motor baru yang anak muda banget, atau mengeluarkan merchandise-apparel yang keren, merekalah yang mengkomunikasikan. Cara rekrutmen yang unik untuk mencari ambassador ini pasti dilakukan oleh di merek tersebut.  Dan pasti diikuti dengan treatment yang unik pula (baca : benefit)

Nah, kini pastinya para ambassador sekolah tadi punya akun Path dong? Dan selain punya Path pasti juga punya akun Instagram dong? 🙂

Jika kira-kira per sekolah Yamaha punya 2-3 ambassador, dan di area Jabodetabek Yamaha punya 10-15 sekolah yang dikelola, artinya, sekali ada campaign produk baru, misalnya, akan ada 45 buzzers yang siap posting updates di media sosial dengan jumlah teman terdekat terbatas. Path. Misalnya tiap user punya maksimal 499 teman Path, maka setiap ada campaign, pesan Yamaha Motor akan diibaca oleh 22.455 user Path. Yes, pengguna media sosial dengan tingkat emotional engagement dan sense of trust tertinggi itu. 22.455 user yang saling ‘terikat’ oleh hubungan dekat/akrab satu sama lain, di circle-nya masing-masing.

For me, along with the time passed by, this idea become brilliant!

2-3 tahun yang lalu, kita tidak menyangka Path bisa sebesar ini di Indonesia. Sampai Dave Morin, CEO Path datang ke Jakarta. For business reason, I supposed. To earn bigger from something that he and his team has built through out these years. Community.

 

 

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s