
You owe it to your talent.
Tweet dari @gamilarief yang di-RT oleh @pandji beberapa waktu yang lalu sangat menarik perhatian saya. Saya pun ikutan RT tweet-nya saat itu juga. Keyword : menarik!
Kenapa menarik? Karena saya merasa sama. Sama seperti apa?
Sama-sama diberikan skill dan talenta yang unik oleh Tuhan, untuk digunakan untuk macam-macam tujuan. Yang beberapa waktu lalu pernah saya share lewat tweets iseng saya via akun @haryoprast dimana saya pernah ‘komplain’ ke yang memberi talenta ini, kenapa koq tidak ada yang mau pakai talenta saya? Apakah talenta saya diberikan percuma?
Well, it’s such a desperate tweets back then 🙂
Nah, sekarang saya sudah bekerja di sebuah perusahaan FMCG, dengan tugas, pekerjaan, posisi (karier) yang cukup bagus. Jadi, hutang saya pada Dia yang memberikan talenta ini sudah lunas? Belum! 😀
Karena saya belum berkontribusi kepada lingkungan sekitar saya, lewat talenta yang diberikan Tuhan kepada saya. Selama ini, kontribusi yang saya lakukan hanya pada lingkungan kerja saya. Kepada anak buah saya, kolega-kolega saya, dan kepada perusahaan tempat saya bekerja secara keseluruhan. Kepada lingkungan sekitar? Belum… 😦
Dan kemudian, kesempatan untuk berkontribusi kepada lingkungan sekitar itu datang juga. Mention via twitter dari Pak Syd Salesman untuk mendaftar sebagai pengajar muda sehari di Kelas Inspirasi menarik perhatian saya. Lalu berjalanlah semua itu dengan smooth, seperti yang sudah saya ceritakan di tulisan saya sebelumnya.
Tulisan saya sebelumnya banyak mengupas tentang para pengajar sehari, kami-kami ini di Kelas Inspirasi kelompok 51 SDN 05 Joglo Pagi dan tentunya pengalaman saya sendiri, apa yang saya rasakan selama itu. Bagaimana saya merasa ‘keren’ dan ‘feeling good by doing good’ saat itu.
Yang belum saya rangkum dan sampaikan adalah apa yang saya lihat dan rasakan bukan sebagai bagian dari Kelas Inspirasi. Tapi lebih sebagai pribadi, calon bapak (jadi suami sudah, jadi bapak belum), kakak dari adik-adik saya, anak dari orang tua saya, dan sebagainya.
Pertanyaan yang menggelitik :
1. Apa sih yang sebenarnya saya pikirkan-rasakan waktu berkunjung ke SDN 05 Joglo Pagi?
2. Bagaimana pendapat saya tentang kondisi sekolah negeri tersebut? Kondisi anak-anak didiknya? Kondisi para gurunya?
3. Jika saya punya anak atau adik, kira-kira mau nggak saya sekolahkan di SD tersebut?
4. Apa yang saya (dan teman-teman sekelompok) saya lakukan-kontribusikan lebih dari sehari mengajar? Untuk melakukan sebuah perubahan di SD negeri tersebut?
The truth is I felt a little bit sad…
Karena pertumbuhan anak-anak SD jaman sekarang jauh lebih cepat dibandingkan dengan jaman saya masih SD dulu. Sebagian dari mereka terlalu cepat matang sebelum waktunya.
Anak-anak SD sekarang sudah paham dan pernah-sering-biasa melihat ‘bokep’ atau film porno. Anak-anak SD sekarang sudah tahu dan mengenal apa itu pacaran. Anak-anak SD sekarang sudah ada yang menjadi pengguna narkoba, sudah kenal seks (bukan dari pendidikan seks sewajarnya anak SD, namun lewat ‘pengalaman’ sendiri), dan sebagainya.
Meninggalkan saya bertanya-tanya…
Bagaimana pengawasan orang tuanya? Bagaimana pengawasan gurunya? Seberapa dekat anak-anak masa kini dengan orang tuanya? Seberapa hormat dan patuh (bisa juga dibaaca : takut) anak-anak SD sekarang terhadap guru-gurunya? Bagaimana pola mengajar-diajar sekarang di tingkat SD? Bagaimana mendekati-melindungi mereka dari dunia yang sudah demikian berubah ini?
Di SDN 05 Joglo Pagi tersebut, guru-gurunya kebanyakan sudah senior. Yang sudah punya kharisma sedemikian hebatnya, hingga saat beliau masuk, para murid langsung duduk di bangku masing-masing dengan tertib. Galak kah beliau? Tidak. Suka mencubit/memukul kah beliau? Tidak. Jadi, apa yang membuat anak-anak itu duduk terdiam tertib saat beliau masuk kelas?
Tidak seperti saat saya sendiri di kelas dengan mereka, dimana sebagian isi kelas menjadi ‘liar’? Liar disini maksudnya ada yang tahu-tahu berantem, naik ke atas meja, berdiri diatas kursi, break dance di depan kelas, sampai menangis 😦
Tentunya, kalau ada pilihan yang lebih baik, saya akan lebih memilih untuk memasukkan anak saya (nanti jika diberikan Tuhan), keponakan, atau siapapun ke sekolah yang lebih baik. Baik itu sekolah negeri atau swasta. Jika saya ada pilihan lain.
Then all I do is just wondering, what can I (or maybe we) can do to change this? A little bit of real action that can bring a little bit of hope to have a better condition, or maybe future?
Sampai saat ini, kami masih keep in touch dengan SDN 05 Joglo Pagi. Berbagi apa yang kami bisa, salah satunya buku-buku yang kami kumpulkan untuk disumbangkan ke perpustakaan saat datang kembali tanggal 16 Maret 2013 yang lalu. Dan tentunya, kami akan datang kembali kesana, tetap dengan misi untuk berbagi. Berbagi apa saja yang kami bisa 🙂
And all of this is just my perception, my opinion about all that I’ve been through.
That I thought gave me one of the best day of my life.
Back to the first quote, “You owe it to your talent”
Then I say, “It’s me trying to payback” 🙂
One Comment Add yours