The Cost of Being Late…

IMG04046-20110928-2018

The cost of (or can be said as ‘for’ ) being late, atau biaya atau usaha extra yang muncul karena keterlambatan…

Tulisan yang mengawali catatan blog ini, yang dimaksudkan untuk orang-orang yang merasakan yang saya rasakan, berusaha (dan mungkin membuat company atau pribadi) mengeluarkan biaya ekstra, dan… tenaga dan waktu ekstra karena keterlambatan beberapa orang atau divisi dalam mengerti tentang dunia digital – internet marketing.

And no, I wasn’t talking about ego, or person who want to show up first, whom want to deliver the message that ‘you and everything  just have to through me and my approval to proceed further’ or just simply make me understand fully, as you do, about this before you get my go ahead notes… No, it wasn’t about that.

Jadi gini…

Frame dunia marketing sudah berubah, thanks to internet actually, dari one to many to many to many. Dan internet bisa mengakomodasi semua itu, sekaligus mengekskalasi semuanya lewat tools social media-nya. Dan Indonesia adalah salah satu dari negara yang sangat adaptif dan adoptif terhadap hal baru, dan juga salah satu negara berkembang dengan penduduk internet terbesar. Here’s the fact :

Seperti diketahui, pengguna internet di Indonesia di akhir 2012 ini diperkirakan mencapai 63 juta atau sekitar 24,23% dari jumlah populasi penduduk Indonesia. Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) memproyeksi jumlah pengguna akan bertambah 30% menjadi 82 juta di akhir 2013 mendatang

Namun jika melihat pertumbuhan pengguna internet dari mobile seluler, angka ini sebenarnya bisa lebih besar lagi. Sebab, dari data yang dirilis oleh para operator telekomunikasi, jumlah pengguna data telah tumbuh sangat pesat.

Tercatat pada pertengahan 2012, pelanggan data Telkomsel 40 juta (kini 54 juta), Indosat 31,2 juta, XL Axiata 27,9 juta, Axis Telekom Indonesia 4,25 juta, dan Hutchison CP Telecom 4 juta. Belum lagi dari Smartfren, Telkom Flexi, dan Bakrie Telecom (from : Detikinet)

Nah, kalau divisi-divisi strategis, terlebih marketing-brand management tidak tahu atau ketinggalan dalam mengerti digital marketing dalam proses komunikasinya ke dunia luar (konsumen-pelanggan) maka akan terjadi proses tambahan, yang bisa mengarah ke extra cost, extra effort, extra discussion, extra time, extra whatever…

Misalnya :

Personel A mengajukan pemasangan banner (display ad) di salah satu portal berita populer ke personel B untuk salah satu project komunikasi-nya, dimana personel B hanya sedikit tahu soal internet-digital marketing. Belum tahu apa itu click through rate, conversion rate, impression, dan sebagainya. Basically, personel B ini ‘blank’ tentang internet marketing, bagaimana memaksimalkannya, bagaimana mengambil manfaatnya, dan bagaimana menghitung ROI (hasil) dari tiap investasi yang ditanamkan di setiap usaha komunikasi digital.

Yang terjadi :

Personel A, yang lebih tahu karena mengalami dan menjalani internet marketing sebagai bagian dari aktivitas kerja hariannya, akan berusaha meyakinkan personel B (disini personel B yang approving all budget proposals) tentang apa yang bisa dipetik (dipanen) dari usaha (baca : investasi) di digital media. Pertanyaan yang muncul akan sangat basic (mendasar) dan teknis. Mostly at the end of Q & A session would be : what (or how much) will we get from this? A ROI all about question. Dan personel A akan menjelaskan dengan sedemikian rupa (dan ini masih tergantung pada personel B, how empty his/her cup is. Means how open minded he/she is, how adaptive he/she on changes. And no, I’m not talking about the ego that might rise upon a discussion like these, that might require a broad and openness in mind, since it might meet the condition of one teaching-explaining stuffs to other, while others are listenng and learning).

Akibatnya :

Like i said, extra effort! Not mentioning how many times wasted during this explanation sessions…

Akan ada ‘cost’ yang timbul akibat keterlambatan tahu tentang digital marketing. Baik itu real cost ataupun technical cost (well, about real cost and technical cost are my own terms). The costs are :

Yang pertama adalah saat pengambil keputusan tidak banyak tahu tentang hal ini, sementara di luar sana pesaing lebih tahu (dan mungkin lebih advanced) akan komunikasi digital ini, brand yang di-handled-managed-gardened pasti akan terlihat ketinggalan jauh di mata konsumen yang mostly saat ini adalah youth dan netizen.

Yang kedua, saat belajar, tentunya akan lebih susah dan lama merubah frame work berpikir ‘yesterday people’ yang masih believe in one to many massive communication, susah berubah karena ingin hasil instant dari ROI-nya, belum yakin akan kekuatan dari digital media ini.

Yang ketiga, company belum berani mengeluarkan budget untuk digital media/internet marketing ini karena belum yakin akan apa yang bisa didapatkan dari digital media communication ini. Budget masih dipegang marketing, dimana jika marcomm atau divisi lain yang relevan berniat membuat digital campaign, akan perlu extra effort to make it come true. The point is at convincing those people who has budget, to have  the same frame work of thinking. Which is nowadays are still quite hard.

Solution :

1. Top management should be filled with an open mind person. Who sees how the marketing world (including communication)  has changed due to internet, whom ready to put budget – investment at digital marketing communication posts and also willing to learn further about this.

2. Allocate budget upon digital marketing communication, for some brand or corporate campaigns, etc, to be well managed by communication manager, digital media manager, or other relevant positions through out the year.

3. Educate or train people at company at relevant divisions to have a better understanding about digital media, social media, and just how to maximize and use it. That must include people in human resource department.

4. Each trained personnel must have at least two social media account (most popular, e/g twitter or facebook) to maintain, and support brand/corporate’s social media accounts, as well as it’s gardener/keeper. Just to know how social media can escalate lots of things, deliver many things at their timeline. As an effort of learning and get used to social media.

Dunia komunikasi sudah berubah, thanks to internet. Kita hidup di dunia internet, kita hidup di dunia dimana internet sangat dekat dan mudah diperoleh, kita hidup dimana alat komunikasi berbasis internet sangat mudah dan murah. Lalu tetap hidup dalam tempurung menyaksikan semuanya terjadi dan berganti demikian cepat? Best choice : be part of the changes. Jadilah bagian dari perubahan itu, ambil bagian kalau mampu.

That’s all for now!

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s