Number of Followers That Matters, or The Engagement?

Twitter…

Jejaring informasi yang muncul mencuri perhatian netizen di Indonesia, sebagai pilihan lain pada awalnya dari facebook. Jejaring pertemanan paling populer di dunia, termasuk di Indonesia. Tumbuhnya jumlah user twitter atau ‘tweeps’ di Indonesia didorong oleh rasa ingin tahu (baca : KEPO) dan ikut-ikutan (baca : penasaran dan coba-coba).

Maraknya twitter tidak hanya menjadikan beberapa kota di Indonesia menjadi produsen tweets tertinggi di dunia, namun beberapa pekerjaan atau posisi baru di dunia marketing dan komunikasi publik bermunculan. Well, tidak semuanya karena twitter juga sih, tapi mostly karena perkembangan dunia digital di Indonesia yang sangat pesat. Pekerjaan Marketing Communication yang dulu kebanyakan mengurusi komunikasi dan event corporate above-below the line-off line, kini mau tidak mau harus paham dan menjiwai dunia online. Belum lagi posisi social media admin, social media strategist, social media manager, dan maraknya digital agency. Yup, mereka yang menawarkan jasa untuk menangani komunikasi eksternal suatu perusahaan (corporate) atau suatu merek.

Digital agency muncul karena banyak pelaku merek (baca : team marketing) kurang paham akan bagaimana cara ‘bermain’ di dunia digital marketing ini. Salah satu jasa yang ditawarkan antara lain :

1. Pengelolaan social media marketing (lebih tepat berkomunikasi dua arah via jalur media sosial/internet)

Jalur komunikasi via online adalah dua arah, terbuka, dan egaliter. Para pelaku merek harus aware akan keadaan ini, karena jaman sudah berubah. Jaman one to many sudah lewat. Sekarang jamannya many to many atau one on one communication. Kuncinya : TRUST. Bagaimana pelaku merek menjaga kepercayaan konsumen-shopper akan merek yang mereka kelola, dengan tidak lagi membuat campaign yang short time minded, atau bahkan cenderung ‘menipu’. Justru campaign yang jangka panjang, engaging, involving malah membuat merek atau paling tidak activation yang dibuat tinggal lebih lama di benak konsumen-shopper.

Untuk hadir di ranah digital, sebuah merek bisa memilih beberapa dari sekian banyak channel/platform yang ada. Facebook fanpage, twitter, blog, instagram, linkedin, pinterest, dan masih banyak lagi. Dan platform social media terpopuler di Indonesia masih facebook dan twitter.

Dan mulailah, era digital marketing di Indonesia mulai marak sejak 2-3 tahun yang lalu. Tiap merek (dari produk atau jasa apapun) berlomba-lomba untuk eksis di digital marketing. Hanya dengan membuka account facebook (fanpage) dan twitter saja, mereke mengumumkan dirinya sudah hadir di dunia digital marketing. Benar begitu? Well, tentunya tidak sepenuhnya begitu.

Digital agency ini membantu merek untuk menentukan karakter yang ingin dimainkan di tiap account social media yang dipunyai, merek dipersepsikan sebagai sebuah pribadi. Yang tentunya punya sebuah kepribadian tertentu. Dengan demikian diharapkan para fans atau followers merasa bahwa seolah-olah mereka feel the real connection atau feel the real relationship antara mereka dan merek yang mereka follow. Just simply because there’s a real human being behind every computer, instead of a robotΒ πŸ˜€

2. Content management

Content is King

Content is king, they said. Konten adalah raja, mereka bilang. Konten adalah nyawa dari sebuah akun social media. Setelah akun tersebut punya personifikasi khusus, giliran digital agency bersama-sama dengan pemilik merek menyusun seperti apakah tipe komunikasi yang akan dibawa, conversation outline apakah yang ingin disertakan dalam perbincangan, materi-materi apa sajakah yang akan diunggah ke social media, yang relevan dengan pesan merek itu sendiri.

Setelah konten ditentukan, maka sekarang adalah tugas dari social media strategist untuk menyusun topik pembicaraan per hari hingga per minggu. Social media strategist ini haruslah orang yang kreatif, sehingga mampu menampilkan materi-materi yang menarik, mengundang fans followers untuk ikut serta dalam perbincangan. Atau setidaknya nimbrung untuk sekedar likes atau retweet πŸ™‚

Kreatif? Kenapa harus kreatif? Bukannya semua materi yang direncanakan tinggal cari di Google atau search engine yang lain? Benar, namun tanpa kemampuan dan kreatifitas menyusun dan mengangkatnya ke social media dengan susunan kata yang menarik, maka konten terasa ‘basi’. Tidak mampu mengajak fans/followers untuk ikut nimbrung, bahkan untuk sekedar ‘likes’ saja.

Sekali lagi, dengan konten yang juara, maka perbincangan dua arah akan terjalin dengan baik didalam karakter – personifikasi dalam akun social media yang sudah di-create sebelumnya.

3. Raise number of ‘organic’ followers and fans

Organic? What’s the meaning of organic fans or/and followers? Maksudnya akun-akun asli yang mem-follow aatau jadi fans kita di dunia maya. Bukan akun buatan pihak tertentu yang bisa dipakai (baca : dijual) ke pemilik merek di social media yang membutuhkan jumlah followers. Nah, memang tidak bisa dipungkiri bahwa salah satu ukuran termudah keberhasilan sebuah akun social media adalah berapa banyak jumah followers atau fans yang dipunyai.

I said, it’s just numbers πŸ™‚ Karena buat saya ada ukuran yang lebih dalam dan detail dalam mengukur keberhasilan akun social media sebuah brand atau korporat dalam menjalin komunikasi dengan konsumennya. Ukuran itu adalah :

a. berapa banyak orang yang melihat posting kita, atau seberapa sering facebook – twitter updates kita dilihat (impresi)

b. berapa banyak followers yang follow/unfollow kita selama beberapa hari terakhir, bisa diketahu via : http://whounfollowed.me atau http://twittercounter.com

b. berapakah tingkat viral-nya (terbaca juga oleh followers dari followers kita, atau oleh friends dari fans kita). Ukuran ini disajikan gratis oleh facebook, khusus untuk fanpage.

c. berapa banyak retweet-reply diterima jika di twitter, atau comments-like di facebook fanpage, instagram, pinterest, dan sebagainya. Tools untuk mengetahui ini ukuran point a dan c : http://twentyfeet.com

d. berapa banyak reach-nya, artinya dari post yang kita buat, berapa banyak user facebook atau fanpage yang terjangkau oleh updates kita. Tools-nya : http://tweetreach.com

Dan begitu pemahaman dan ekspektasi pelaku merek tentang operasional social media account lebih dari jumlah fans atau followers saja, maka effort yang dilakukan akan lebih intensif, bukan hanya ekstensif saja. Mudah sekali untuk mengambil jalan pintas menambah jumlah followers. Kita bisa beli koq. Seriously! Ada beberapa akun yang mem-follow saya yang menawarkan pertambahan jumlah followers secara instant dalam waktu sekejap. Bahkan ada yang terang-terangan menjual 1000 followers dengan harga yang saya bilang cukup murah. Well, are they all organic? No, I don’t think so πŸ˜‰

4. Key word strategy on search engine optimization

Satu lagi strategi untuk tampil di social media, yaitu mengoptimalkan mesin pencari (yang paling populer : Google), dimana dengan key word atau kata kunci tertentu, laman web (website-blog-facebook-twitter updates) kita muncul di halaman pertama di situs pencari Google. Google pun punya fasilitas khusus yang mengakomodasi hal ini, lewat GoogleAds yang tentunya berbayar. Ingin yang tidak berbayar? Mudah! Contoh : jika mempunyai blog (baik general atau spesifik membahas sesuatu), masukkan kata-kata kunci yang relevan dengan key message kita. Misalnya, jika blog kita tentang ‘internet marketing di Indonesia’, maka kata kunci-kata kunci seperti : social media marketing, digital marketing, user twitter Indonesia bisa dimasukkan-ditata dalam tulisan blog. Sehingga jika salah satu dari kata kunci tersebut dimasukkan, dan blog atau laman web kita populer, maka besar kemungkinan akan muncul di urutan atas daftar pencarian Google πŸ™‚

5. Social media measurement

Ini yang belum banyak disediakan. As far as I know, perusahaan digital di Indonesia yang bisa menyediakan hasil rekaman percakapan di social media ada 2, yaitu : http://www.salingsilang.com, yang digawangi Enda nasution dan Didi Nugrahadi dan Mediawave, anak perusahaan Majalah Marketing punya Handi Irawan.

Mereka adalah digital company yang meyediakan rekaman data perbincangan di ranah digital melalui key word tertentu, yang diberikan oleh pelanggan datanya. Data yang disajikan menjadi santapan social media manager, marketing communication, marketing manager, dan jabatan-jabatan lain yang berkaitan dengan dunia komunikasi digital. Pelaku merek yang concern dengan dunia digital tinggal menyerahkan (lagi-lagi) key word tertentu untuk menyaring komunikasi yang ada, memilah-milahnya menjadi sentimen positif-negatif-netral, suatu brand (atau sebuah nama) jika disebutkan akan dikorelasikan dengan kata-kata kunci apa saja. Misalnya : brand YAMAHA, akan banyak dikorelasikan dengan motor, matic, oli, irit, dan sebagainya.

Speaking of engagement, banyak merek besar yang seakan-akan sudah ‘terpenjara’ dalam pemikiran : to be exist in social media is the number of fans followers you have. Begitu punya ribuan hingga jutaan followers atau fans, ya sudah.

Berarti sukses!

Namun sebenarnya BUKAN itu yang diharapkan oleh fans-followers-nya, mereka tidak mengikuti merek yang terkenal tersebut tanpa suatu alasan. Mereka ingin meng-attached-kan dirinya dengan merek yang ia ikuti, mendapat sapaan hangat setiap pagi, mendapat informasi-informasi penting yang ingin ia ketahui, dijawab pertanyaannya dengan serius dan benar saat ia ingin bertanya sesuatu tentang merek yang ia ikuti. Merek dalam berkomunikasi dengan para konsumen-nya harus menjadi human, bukan robot. Karena pasti si konsumen menyadari, biarpun seolah-olah disapa-menyapa dengan merek kesayangannya, diujung kabel-didepan monitor komputer lainnya ada manusia juga yang melihat dan merespon ‘colekannya’. So be human, be warm, be aware, be careful, be kind, be informative, be patient in keeping in touch with them. Especially if Β it’s talking about a brand.

Dari penjelasan diatas, bisa kita tarik kesimpulan bahwa ada di ranah digital tidak murah, ada biaya untuk expertise yang disediakan oleh digital agency. Mungkin juga bisa sangat terjangkau alias gratis, apabila ada seseorang di dalam perusahaan yang mengenal baik, mempelajari, dan mendalami dunia digital marketing yang mau mengerjakan tugas ini. Namun sekali lagi, pasti butuh biaya. Karena perlu ada penambahan ilmu dan wawasan tentang digital marketing yang bergerak cepat setiap waktunya. Apalagi di negara yang sangat adaptif terhadap teknologi informasi seperti di Indonesia.

Jadi ingat di sebuah seminar tentang social media, ada disebutkan biaya keterlambatan. Sebuah perusahaan yang terlambat untuk tahu, belajar, dan hadir di social media mengakibatkan timbulnya suatu biaya tambahan. Biaya training dan seminar tentag social media untuk mengetahui apa itu social media, biaya menyewa digital agency untuk merumuskan cara bagaimana merek-nya hadir di ranah digital dengan baik as a communication channel, biaya untuk hire social media admin, strategist, hingga manager.

Good thing if a company has involving itself, adapting the new way of communication through internet by having some personnel attached to the position. Mungkin bisa dimulai dari hobby si karyawan yang suka berkutat dengan internet dan social media, rajin menulis, akrab lewat sentuhan comment-likes maupun retweet-reply-nya, lalu dikembangkan ke sesuatu yang lebih jauh. Komunikasi marketing via digital media.

Sebagai penutup, ayo kita kembali menengok ke judul tulisan ini, mana yang lebih penting? Engagement atau jumlah followers? It’s you to decide! πŸ˜‰

2 Comments Add yours

  1. I like the valuable information you provide for your articles.
    I’ll bookmark your weblog and take a look at again right here frequently.

    I’m slightly sure I’ll be informed lots of new stuff right here!
    Best of luck for the following!

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s