Akhirnya membuka lagi blog ini lagi. A li’l bit dusty I think…
Awalnya adalah Ayu Dewi atau @missayudewi (saat itu masih penyiar radio GMHR – Hard Rock FM, duet dengan Iwet Ramadhan) yang mengenalkan istilah ini kepada saya. Sekaligus apa maksud dari ‘meet me half way’ ini.
Well, saya pikir kalimat ‘meet me half way’ ini, atau bisa diartikan sebagai ‘ketemu karena saling ngalah ditengah’ adalah suatu proses dimana kedua belah pihak atau lebih saling mengorbankan sebagian dari keinginan, kepentingan, ego-nya hanya untuk mencapai kesepakatan yang biasanya bersifat jangka panjang. Dan ada usaha untuk maintain relationship tersebut. Ada komitmen. Karena yang diinginkan adalah winning for both side.
uatu proses negosiasi tersebut? Pastinya, jenis relationship atau commitment yang didapat lebih cenderung bersifat short term saja. Karena cepat atau lambat, pihak yang dirugikan akan tahu akan apa yang disembunyikan dalam perbincangan tersebut. Sehingga deal yang dihasilkan tersebut cenderung berat sebelah. Salah satu pihak dirugikan. Deals off! Atau yang lebih parah lagi, bad relationship. No trust.
Jadi ingat tweet dari @Will_Smith pagi ini : “Losing trust is just like a crumbled up piece of paper; you can try to fix it, but it will never be the same.” Jadi, kehilangan trust itu seperti anda meremas selembar kertas ; anda bisa berusaha mengembalikannya kembali ke bentuk semula, namun tidak akan sama lagi” It’s deep.
Now, hubungan ‘meet me half way’ dengan semua tulisan saya diatas apa?
Kalimat tersebut saya kenal dalam konteks hubungan antara 2
manusia. Bisa pasangan, teman, rekan kerja, partner bisnis, seorang KAM dengan buyer suatu account, client dengan agency, dan sebagainya.
But I don’t know. Somehow, the words ‘meet me half way’ felt warmer if speaking of relationship between two lovers. Don’t you agree? 😉
Agar relevan dengan tema blog ini, maka akan coba lebih terjemahkan dalam konteks Key Account Management (KAM). An early understanding of it.
Lazimnya, supplier akan diwakili oleh seorang key account representative (KAS, KAS, KAO, KAM, Senior KAM, National KAM, dst). Seorang yang ditugaskan oleh supplier-manufacturer-principal atau distributor dari suatu produk untuk handle atau manage sebuah account atau retailer.
Account adalah sekelompok-sejumlah toko yang punya manajemen dan kebijakan yang terpusat. Didalamnya ada kebijakan pembelian ke supplier, tempo pembayaran, bagaimana menggunakan budget tahunan untuk achieve target, dan sebagainya. Account dalam perundingan dan meeting-meeting progress dan review diwakili oleh seorang buyer atau merchandising manager.
Bentuk kerjasama yang dijalin ini bersifat tahunan dan biasa disebut trading term. Suatu kata yang buat para KAM cukup ‘scarry’ atau mungkin menjadikan was-was di setiap awal tahun. Kenapa? Pada awal tahun inilah tiap buyer ditugaskan untuk mengadakan meeting trading term, dan semuanya sudah bersiap dengan ‘todongan-todongan’ baru, yang pasti terus meningkat jumlahnya dari tahun ke tahun.
Fixed rebate, conditional rebate, common assortment, rental space, promotional fund, on top promotional fund, annual target, leaflet-mailer, regular discount, promo discount, service level penalty and so many more.
You name it! Itu semuanya adalah back margin account, yang kadang lebih besar daripada front marginnya.
Artinya begini. Front margin adalah keuntungan yang diperoleh dengan menjual produk di toko. Harga jual – harga beli = front margin. Nah, what the hell is back margin. Back margin adalah margin atau keuntungan yang diperoleh account as a whole, dari biaya-biaya trading term tersebut. Let’s say annual target suatu supplier adalah Rp 15 milyar di tahun 2011, dan jika total trading term cost adalah 9% maka back margin dari account itu berkisar di angka Rp 1.350 juta atau Rp 1.3 milyar. Wow!
That’s key account world.
Both side has they’re own target. KAM punya target dan KPI untuk menekan biaya trading term serendah mungkin dan buyer punya target dan KPI untuk menaikkan persentase dari tiap pasal di trading term. Bertolak belakang.
Biasanya meeting trading term ini akan diawali dengan meeting review sales achievement, stock, support di tahun sebelumnya. Problem-problem yang terjadi, termasuk brand develoment apa yang dilibatkan dalam pembicaraan ini. Karena performa brand atau mungkin sub brand akan dilihat oleh account dengan sales sebagai salah satu indikatonrya.
Bagaimana caranya buat dua kepentingan yang bertolak belakang ini ketemu dalam satu kesepakatan jangka panjang, dan ada komitmen di dalamnya? Diperlukan banyak meeting, negosiasi, dan mungkin debat. Tidak hanya sekali. Berkali-kali hingga sampai dicapai kata sepakat. Kadang terjadi dead lock antara KAM dan buyer, sehingga yang harus turun tangan adalah atasan dari pejabat-pejabat representative tersebut. Senior KAM, National KAM, dan mungkin hingga sampai level general manager – director yang harus turun tangan. Terlebih jika terjadi negosiasi yang super alot. Sedangkan account biasanya diwakili oleh Senior Buyer, hingga mungkin level general manager hingga director juga. Melihat size dari business supplier atau retailer itu sendiri.
Biasanya seorang KAM punya batas plafon akan suatu persentase dalam sebuah trading term. Misalnya, jika tahun lalu maksimal trading term cost 3,5% tahun ini KAM tersebut diberikan palfon maksimal 3,7%. Apabila dia bisa close the deal dengan hanya naik 0,1% means that he/she is good. Why good? Karena tiap buyer akan mendapatkan tugas untuk setting kenaikan persentase trading term sebesar mungkin. Maybe at 2-3% compared to last year.
Even better when he/she close the deal with equal number as last year. Less percantage deal is quite impossible.
Bayangkan jika per tahun naik 2%, maka kontrak kerjasama atau trading term dalam 3 tahun bisa bernilai lebih dari 15% dari total omzet. Kalau dihitung dari sisi supplier, maka pastinya tingkat keuntungan akan semakin tipis. Kenapa? Karena setelah dikeluarkan trading term cost tersebut, otomatis masih ada biaya produksi (COGS), biaya distribusi, biaya ware house – stock keeping, dan sebagainya.
Who’s playing the smaller percentage at Trading Term deal and achieving annual sales target are the key indicator of good key account person.
Bisnis seperti ini butuh long term commitment. It’s not just commodity involved. It’s also brand performance as supplier, or category perfomance as retailer. Event retailer itself has it’s brand. Has it’s image. Which every personel must be involved to keep the good name.
So meet me half way has a quite broad meaning and use. Not only about two people in love. But also about the interaction between two persons. In term of business for instance. In term of key account management, between key account manager and merchandising manager. Long term commitment, being friends or colleagues, networks is even better. Leads to a new chance or opportunities.
The key of this ‘meet me half way’ is how to make both side advantageous. Both sides are winning. There’s no disadvantageous side. Everybody happy 🙂
As usual, my writing was never deep. It’s just a thought sharing about anything that I’ve done, I’ve learned, I’ve accomplished through experience, and what I’ve learned. From my point of view. I hope you enjoy… 🙂