Tulisan tentang Field Marketing kali ini cukup berwarna.
Kenapa? Karena dikontribusikan oleh beberapa orang teman (yang setahu saya adalah jagoan di bidangnya masing-masing), via perbincangan twitter kemarin malam (12 Februari 2012). Tulisan ini memuat perbincangan seru kami tentang SPG di Carrefour, salah satu hypermarket terkemuka di Indonesia dengan brand equity cukup tinggi.
Kontributornya adalah :
- Jusman Hutama @jvzman
- Lohjenawi Trinadi @lohjenawi_3nadi
- Kurniawan Santoso @ksantoso
Berikut perbincangan kami :
Dimulai dari twit @jvzman “Carrefour menurut sy gendeng, panggil SPG dgn “Konsultan” & Floor Staff sebagai “Associate” adlh bukan pada tempatnya”
Lalu berlanjut dengan sebuah ‘retweet with comment’ atas tweet pertama tadi..
Harwindra Yoga @haryoprast
Pencitraan RT @jvzman: Carrefour menurut sy gendeng, panggil SPG dgn “Konsultan” & Floor Staff sebagai “Associate” adlh bukan pada tempatnya
Jusman Hutama @jvzman
@haryoprast stupid si to be frank… I know who’s behind si 🙂
Kurniawan Santoso @ksantoso
Makin tidak membumi. Take off aja sekalian RT @haryoprast: Pencitraan RT @jvzman: SPG = “Konsultan” & Floor Staff = “Associate”
Lalu muncul perbincangan singkat ‘out of topic’ tentang Supermarket-Hypermarket dan Minimarket dengan mas Kurniawan Santoso :
Harwindra Yoga @haryoprast
@ksantoso : HPM-SPM as showcase, Trade Mkt & Mkt tools | Minimarket-GT as mostly sales chain masih berlaku?
Kurniawan Santoso @ksantoso
@haryoprast konon untuk beberapa kategory masih begitu, ga ada data akurat sih.
Nah, kita lanjut ke topik field marketing (SPG) lagi :
Harwindra Yoga @haryoprast
Buat C4, panggilan itu buat mereka looks/sounds good. IMO, lbh ‘asik’ kl dipanggil staff/SPG… saja | @lohjenawi_3nadi @jvzman
Lohjenawi Trinadi @lohjenawi_3nadi
Smg gak keberatan nama. Soalnya biasanya pengetahuan/ skills & perilakunya gak mengikuti RT @haryoprast @jvzman | “Konsultan” & “Associate”
Harwindra Yoga @haryoprast
@jvzman : Dulu pernah bikin policy cabut all SPG dari C4. Tidak diperlakukan & difungsikan semestinya. Look like padat karya, but don’t.
Jusman Hutama @jvzman
@haryoprast ya memang kan di C4 gitu. Pernah ada team rekrutmen nongkrongin bubaran C4. Ternyata, yg karyawan bisa 1:banyak banged SPG
Harwindra Yoga @haryoprast
@jvzman : yg karyawan C4 cuman staff, TL SPG, Sales Manager dst. Yg banyak ya SPG-SPM dari supplier. Eh, HPM lain juga gt bukan? 😉
Kurniawan Santoso @ksantoso
@jvzman @haryoprast hayoo baca lagi “Retail Triangle Needs” yg tersohor itu..
Lohjenawi Trinadi @lohjenawi_3nadi
@haryoprast @jvzman Sounds/ looks good for them vs. Demands from the shoppers followed after they’re using the title consultant/ associate
Jusman Hutama @jvzman
@lohjenawi_3nadi @haryoprast maksudnya demand?
Lohjenawi Trinadi @lohjenawi_3nadi
@jvzman @haryoprast betul krn setiap title status akan lahirkan role expectation, termasuk dari orang luar. Kalau gak pas malah bikin malu.
Harwindra Yoga @haryoprast
Kebayang kalo SPG as ‘konsultan’,ditanya detail o/ shopper ttg produknya malah planga plongo. Yes, expectation | @lohjenawi_3nadi @jvzman
Lohjenawi Trinadi @lohjenawi_3nadi · Open
:)) RT @haryoprast @jvzman Kebayang kalo SPG as ‘konsultan’,ditanya detail o/ shopper ttg produknya malah planga plongo. Yes, expectation
Lohjenawi Trinadi @lohjenawi_3nadi
@haryoprast @jvzman alangkah baiknya jika title-nya tetap SPG, tapi skill menjual produknya seperti seorang konsultan. Malah menaikkan nilai
Jusman Hutama @jvzman
@lohjenawi_3nadi ya justru itu, menurut gw si gak pas & konsumen pun gak “nuntut” itu
Lohjenawi Trinadi @lohjenawi_3nadi
@jvzman Saya setuju sekali. Justru dgn mengubah title-nya tuntutan/ harapan akan peran yg sesuai title akan datang dr konsumen. Jd bumerang.
Jusman Hutama @jvzman
@lohjenawi_3nadi ya itulah, kebijakannya gak pijak bumi
Lohjenawi Trinadi @lohjenawi_3nadi
Tq tuk diskusi singkatnya ttg titel jabatan & peran @jvzman @haryoprast . Smoga kapan2 masih berkesempatan. Slmt malam, slmt bristirahat 😀
Harwindra Yoga @haryoprast Close
Sama-sama mas @lohjenawi_3nadi and thank you for opening the topic mas @jvzman 🙂
High lighted points pada perbincangan tentang Field Marketing ini antara lain :
- Rekan SPG atau Field Marketing sebaiknya disebut rekan atau SPG dari……. (supplier tertentu) daripada dipanggil konsultan. Benar kata mas Lohjenawi Trenadi, kalau dari sebutan ini akan muncul role of expectation. Dimana shopper atau consumer sebagai orang awam terhadap produk atau apapun yang dijual oleh rekan SPG tersebut punya ekspektasi yang tinggi. Bayangkan jika sudah disebut konsultan, tapi tidak bisa diajak berkonsultasi tentang produknya? Over promise-under deliver bukan?
- Floor staff, yang disebut ‘associate’ lebih enak dan berkesan Indonesia banget kalau dipanggil ‘rekan kerja’ saja. Terlebih jika terdengar via public announcement di toko. Berat banget panggilan associate, apalagi kalau didengar oleh shopper yang kebetulan bekerja di suatu law firm 😉
- Banyaknya SPG yang ada disediakan oleh suppliernya masing-masing, yang bertugas tidak hanya untuk menata-display-facing/merchandising-menawarkan-FIFO produknya sendiri. Namun bisa jadi bertanggungjawab atas seluruh lorong. Sering menemukan SPG frozen foods diperbantukan untuk produk telur, kadang susu dalam kemasan (UHT-long life-fresh milk), sehingga supplier yang menyediakan SPG untuk toko tersebut akan dirugikan
- Penempatan SPG di toko adalah investasi dari supplier/manufacturer/distributor. Ekspektasinya adalah dengan adanya SPG yang menjaga point of purchase (POP), diharapkan adanya sales growth, better brand awareness, better understanding towards our products, customer service-jika ada yang ingin bertanya apapun tentang brand tersebut, bigger space share, dan sebagainya.
- Apakah investasi dalam bentuk penempatan SPG di Carrefour termasuk menguntungkan? Apakah ada perubahan atau kenaikan yang signifikan dari penempatan SPG tersebut. Apakah cost ratio-nya bagus? Jika ditilik cost (gaji SPG) vs. sales? Bagaimana dengan penempatan SPG di account lain? Baik local account maupun national account yang lain?
- Field Marketer tidak hanya harus aktif, rajin, cantik-menarik, dan sebagainya. Tapi harus bisa menjadi brand ambassador, lebih ke konsultan akan suatu produk manakala ada pertanyaan dari shopper atau consumer yang harus dijawab. Profesi SPG, tapi punya communication skill a la seorang konsultan.
Membicarakan SPG atau yang lazim kita sebut field marketing ini pasti tidak akan ada habisnya. Ini adalah tulisan berseri kelima saya tentang mbak-mbak yang tugasnya lumayan berat di toko tempat ia ditugaskan. Berdiri selama hampir 7 jam setiap harinya, wajib tersenyum dan bermuka ramah, harus ramah dan kooperatif, aktif, display-refill-merchandising-facing-FIFO-ing-cek kadaluarsa product, collecting consumers-shoppers data, reward and punishment, dan jalankan fungsi konsultasi.
Please enlight me if there’s anything that I should know about Field Marketing Management that haven’t mentioned at this writings. Thank you 🙂
Pembahasan yang sangat membumi dan dalam. Untuk saya pribadi, ada banyak hal yang bisa saya pelajari dari ulasan di atas. Terima kasih Mas Harwindra. Semoga dapat menjadi manfaat bagi siapa pun yang membacanya terutama para pelaku bisnis hyper market dan rekanannya. Apa yg Mas Harwindra ulas, merupakan kenyataan yang terjadi hampir di semua hyper market yang ada. Karena kebetulan bidang minat saya adalah perilaku, saya sangat setuju untuk point terakhir tentang SPG adalah Brand Ambassador, Untuk itu, ia harus menjalankan fungsi konsultan atas produk yg ditawarkannya. Bagaimana bisa jadi ambassador dan konsultan untuk produk (brand) yg dibawanya jika ia harus juga menangani produk2 yg notabene bukan menjadi tanggung jawabnya, spt yang sering kita lihat di berbagai hyper market. Yag terjadi malah merusak brand, baik brand yg seharusnya menjadi tanggung jawabnya karena jadi tidak intensif dan fokus maupun pada brand di mana ia diperbantukan karena ia tidak memahami pengetahuan produknya dgn baik.
Ah, it’s been an adventurous Monday mas Lohjenawi Trenadi 🙂
Buat pelaku Trade Marketing – Field Marketing, hal tersebut diatas adaah PR besar, sekaligus hal yang lumrah namun tidak seharusnya menjadi lumrah. Terutama jika SPG dikirim dari bukan supplier utama account (chain store) tersebut. Jika bench marking-nya adalah sales, maka hanya mengisi 1 sudut pandang kepentingan saja. Karena masih ada kepentingan-kepentingan atau tujuan-tujuan lainnya dari sebuah investasi penempatan SPG di toko. Antara lain : space share (tier-facing), brand awareness, consultative-customer service functions, relationship with key persons at stores, dan sebagainya.
Well, response dari mas adalah bentuk apresiasi buat sharing kita bersama via twitter. Dan saya angkat-bahas disini, karena field marketing management adalah salah satu tugas keseharian saya.
Thank you! 🙂